Jam menunjukan pukul sepuluh malam ketika Andika memarkirkan mobilnya. Tanpa berucap apa apa Dea bergegas keluar menuju keruangan dimana paman dan Aya berada.
Andika mengikuti Dea dibelakangnya berusaha menenangkan Dea sebisanya.
Ketika hendak masuk kedalam ruangan secara bersamaan paman dan Aya keluar.
Saat itu Dea melihat raut wajah Aya yang pucat tak bisa menyembunyikan rasa cemasnya dan itu semakin terlihat jelas diwajahnya.
"Paman"
"Polisi akan memberi kabar jika jika ada perkembangan mengenai nona Ralia" ucap paman mendahului membuat Dea menganggukan kepalanya melihat Aya yang berjalan berlalu begitu saja melewatinya.
"Sebaiknya kita pulang dan mempercayakan semuanya pada polisi" tambah paman entah kenapa membuat Dea menitikan airmatanya dan Andika yang melihat itu langsung mengusap usap bahunya berusaha menenangkan Dea.
Dea bertanya seperti apa kronologi hilangnya Ralia dan pamanpun menjawab jika Ralia hilang dijalan sepulang sekolah ketika Aya membelikannya icecream karena Ralia merengek menginginkannya.
paman bilang sebelum kekantor polisi paman sudah mencari Ralia disekitar sekolah ditempat Ralia menghilang namun tidak membuahkan hasil hingga akhirnya mereka melapor kepada polisi.
"Sebaiknya kamu pulang, aku bisa pulang bareng paman" pinta Dea pada Andika namun Andika menolak dia malah mengajak Dea untuk mencari Ralia ketempat yang biasa Ralia kunjungi bersama Dea.
Andika bilang meski dia pulang dan berada dirumah dia tidak akan merasa tenang jika belum berusaha untuk menemukan Ralia.
Pamanpun mengerti. mendengar itu paman berterimakasih pada Andika yang sudah mau membantu mereka mencari Ralia.
"Kalo begitu paman pulang terlebih dahulu mengantar nona Aya" ucap Paman pamit kepada Dea dan Andika yang masih memegang bahu Dea.
Dea benar benar sedih melihat Aya, cobaan apa lagi sekarang yang terjadi buat Aya pertama Kevin orang yang dicintainya pergi dan sekaran Ralia satu satunya yang dia milikipun hilang sekarang entah dimana keberadaannya.
Dea merasa saat ini hati Aya pasti merasa hancur meski dia tidak melihat sisa airmata dimatanya. Dea yakin saat ini hati Aya menangis menjerit meski bibirnya bungkam tak berucap.
Jam sudah menunjukan pukul satu dini hari ketika Dea dan Andika menyusuri jalan raya.
Sudah banyak tempat yang didatanginya, taman kota, sekolah yang disana juga sudah ada polisi berjaga mencari Ralia dan tempat yang biasa Ralia kunjungipun tetap mereka tidak menemukan Ralia disana membuat Dea tak bisa lagi menahan airmatanya dan menangis dipelukan Andika yang terus berusaha menenangkannya.
"Cuaca malam ini begitu dingin... Ralia tidak kuat cuaca dingin... Ralia paling takut sama gelap... Ralia..." ucap Dea terbata menahan airmatanya membuat Andika bingung harus berbuat apa selain membiarkan Dea kembali menangis dipelukannya.
Jam menunjukan pukul dua dinihari ketika Andika memberhentikan mobil yang dikendarainya tepat digarasi mobil.
Untuk pertama kali pagar itu terbuka untuk pertamakalinya Andika masuk kedalamnya melihat seperti apa isinya dan sangat membuat Andika terkagum kagum tak menyangka jika dibalik tembok itu ada tempat secantik yang kini dilihatnya.
Andika membantu Dea keluar dari mobilnya meski Dea menolak namun Andika tetap melakukannya.
"Sebaiknya kamu pulang" ucap Dea lemas menyuruh Andika untuk masuk kembali kedalam mobilnya.
"Terimakasih kamu sudah.... " ucap Dea terputus ketika tiba tiba Andika memeluknya.
"Semuanya akan baik baik saja, percayalah Ralia akan segera kembali bersama kita" ucap Andika pelan kembali membuat Dea menitikan airmatanya seraya membalas pelukan Andika.
Andika menenangkan dan meyakinkan Dea jika Ralia pasti baik baik saja.
Andika pergi setelah membuat Dea tenang, sebelum pergi Andika berjanji siang nanti dia akan datang untuk menjemput Dea dan mencari Ralia.
"Hati hati" pinta Dea melihat Andika masuk kedalam mobilnya.
"Ya, dan hubungi aku kapanpun jika kamu membutuhkanku" jawab Andika menatap Dea yang juga menatapnya.
Dea tak langsung masuk kedalam kamar untuk beristirahat, Dea merasa dirinya benar benar tidak merasa tenang hingga memutuskan untuk naik kelantai dua menuju kamar Ralia.
Dea menarik nafas melangkahkan kakinya menaiki anak tangga dan saat itu bi sarah ternyata baru keluar dari dalam kamar Ralia dengan mata sembabnya.
"Bibi tidak tau harus bagaimana non.. " ucap bisarah menangis memeluk boneka Ralia lalu kemudian pergi meninggalkan Dea yang matanya mulai terlihat berkacakaca.
Dea kembali melangkahkan kakinya menuju kamar Ralia dan ternyata didalamnya ada Aya tengah duduk ditempat tidur Ralia dengan kalung berliontin hati pemberiannya.
Dea menarik nafas panjang lalu kembali berjalan mendekati Aya yang terus menatap poto yang ada didalam liontin itu tak sadar jika Dea kini berada disampingnya.
"Bi" ucap Dea pelan setelah cukup lama dirinya berdiri dan Aya langsung kembali menggenggam kalung berliontin hati pemberiannya.
"Bibi sebaiknya tidur. Paman sudah mengurus semuanya, ada polisi ditambah detektif mereka pasti akan cepat menemukan Ralia" ucap Dea lagi berharap Aya melihatnya.
"Pergilah, sepertinya kamu lebih membutuhkan untuk beristirahat" ucap Aya tanpa melihat Dea
Saat itu Dea tidak pergi dia malah duduk disamping Aya dan memeluk Aya seraya berucap jika semua akan baik baik saja semua akan kembali seperti semula. Dea berkata jika Ralia pasti akan cepat ditemukan dan akan kembali tidur ditempat tidurnya.
Mendengar itu Aya hanya menarik nafas panjang membalas pelukan Dea seraya menggenggam erat kalung berliontin hati ditangannya.
*
Jam menunjukan pukul delapan pagi ketika Andika dan paman tengah terlihat sedang berbicara dengan beberapa polisi tepat didepan pintu rumah Dea.
Sementara bisarah sibuk dengan sarapan yang dibawanya untuk Aya yang sedari kemarin belum memakan apa apa.
Didalam kamar Dea terlihat baru memutus panggilannya kepada Rara memberitaunya jika Ralia hilang dan dia tidak akan bekerja.
Pagi itu semua terlihat sangat sibuk mencari keberadaan Ralia yang masih belum menemui titik terang.
Dea keluar kamarnya langsung menuju kekamar Ralia yang disana ada Aya masih duduk didempat tidur Ralia masih dengan kalung liontin hati ditangannya.
Hati Dea terasa sakit melihat Aya kembali seperti orang mati tidak bergairah hanya berdiam diri dikamar seperti lima tahun yang lalu.
Rrrrr.... Rrrrddd ponsel Dea bergetar ternyata ketika dilihat Andikalah yang menghubunginya.
"Iya, ada apa? " ucap Dea pelan menjauh dari kamar Ralia.
"Polisi sudah menemukan jejak Ralia sebaiknya kita kesana" ucap Andika lewat ponsel mengajak Dea untuk kembali mencari Ralia menuju titik dimana jejak Ralia.
Dea bergegas menuruni anak tangga melewati bi sarah langsung menghampiri Andika yang berada diluar rumahnya.
"Paman sudah pergi duluan" ucap Andika pada Dea seraya membuka pintu mobil kemudian masuk kedalamnya dan wwwuuussshhh... Mobil yang dikendarai Andikapun pergi.
Sementara itu dilantai dua tepatnya dikamar Ralia, Aya masih tetap sama, masih duduk ditepat tidur. matanya yang sayup memandang kosong, entah apa saja yang ada didalam fikirannya namun diwajahnya tersirat jelas kesedihan, kekecewaan mendalam terlebih ketika kembali dibuka dan dilihatnya poto dirinya dan Kevin didalam liontin.
"Apa yang harus aku lakukan sekarang? " ucap Aya dengan suara lirih tak sadar airmatanyapun meleleh membasahi pipinya.
Bisarah yang melihat itupun ikut menangis, sudah lama sekali dia tidak melihat Aya menumpahkan rasa didalam hatinya dengan airmata namun kini Bisarah kembali melihat Aya menitikan airmata.
Detik berganti melewati menit hingga sinar mataharipun berganti sinar bulan namun keberadaan Ralia belum juga ditemukan membuat Aya masih belum beranjak dari tempatnya masih belum menyentuh makanan yang disajikan bisarah untuknya.
Jam menunjukan pukul sebelas malam ketika Dea pulang diantar Andika.
Dea turun dari mobil Andika dengan wajah lemas dan perasaan kecewanya karena sampai hari ini dia belum juga menemukan Ralia meski jejaknya sudah didapatkan polisi.
"Istirahatlah, polisi pasti akan segera menemukan Ralia" ucap Andika mengelus lembut pipi Dea yang terlihat pucat.
"Hati hati dijalan"
"Masuklah, setelah itu aku akan pergi" pinta Andika dan Dea menurutinya.
Suasana dirumah begitu sepi tak terdengar lagi ada teriakan memanggil Nona ketika dia datang.
"Ralia kamu dimana sayang" Ucap Dea dalam hati menahan airmatanya yang kembali menggenang.
**
Keesokan harinya keadaan masih sama, paman pergi dengan mobilnya untuk mencari Ralia begitu juga Dea yang kembali dijemput Andika
Namun hari itu ada yang berbeda karena Rara juga ikut membantu mencari Ralia bersama junot dengan motor tua nya.
Sementara Aya masih menyendiri didalam kamar Ralia masih dengan kalung liontin yang terus digenggamnya.
"Sebaiknya nona makan. beberapa hari ini nona tidak makan bibi kuatir nona nanti sakit"
"Aya tidak apa apa bi, Aya tidak lapar" jawab Aya berusaha tersenyum dengan wajah pucatnya.
"Hari ini bibi mau ikut paman mencari Nona Ralia, Nona tidak apa apa bibi tinggal sendiri dirumah?" ucap Bisarah hanya dijawab anggukan dan senyum tipis saja oleh Aya.
Paman memang melarang Aya untuk ikut mencari Ralia, paman meminta Aya untuk diam dirumah menunggu kabar tentang Ralia.
Jam menunjukan pukul lima sore ketika Aya menuruni anak tangga menuju telphon rumahnya yang terus berdering.
Aya melihat setiap sudut rumahnya yang nampak sangat sepi karena tidak ada seorangpun selain dirinya dirumah itu.
Perlahan Aya mendekati telphon rumahnya yang tak jauh dari tangga yang dipijaknya. Tanpa berlama lama Ayapun langsung meraih dan langsung menjawab telphon yang sedari tadi terus berdering.
Raut wajah Aya berubah ketika mendengar orang yang berbicara padanha melalui telphon. Tanpa sadar Aya melepas telphon ditangannya, dengan cepat tanpa mempedulikan rambutnya yang terurai pakaiannya yang hanya memakai baju tidur lengkap dengan sendal jepitnya langsung bergegas pergi.
Beberapa detik yang lalu bukan polisi atau detektif yang menghubunginya tapi seseorang yang bilang jika Ralia sudah ditemukan dan sekarang sedang berada dirumah sakit karena terluka.
Aya panik tidak bisa berfikir apa apa, dia tidak sadar bagaimana penampilannya, dia berlari keluar rumah tanpa membawa apapun termasuk uang.
Yang ada di benak Aya saat itu adalah Ralia bagaimana keadaan Ralia dan luka seperti apa hingga Ralia berada dirumah sakit.
Meski di garasi ada mobil namun dilewati Aya karena Aya tidak bisa mengendarainya membuat Aya terus berlari dan berlari hingga sandal yang dipakainya terputus dan tanpa pikir panjang Aya melepaskan sandalnya membiarkan kakinya menginjak batu kerikil namun rasa sakit dikakinya tidak dirasa karena ingin segera melihat bagaimana keadaan Ralia.
Lebih dari seratus meter dari rumahnya Aya berlari menuju jalan raya untuk memberhentikan taxi.
Kakinya tersandung batu hingga terluka dan mengeluarkan darah namun tidak dirasanya, rambut panjangnya terlihat bergoyang ketika angin menabraknya, keningnya berkeringat dan wajahnya semakin terlihat pucat, karena berlari nafasnyapun tak beraturan namun tetap tak dipedulikannya karena segera ingin bertemu dengan Ralia.
Sesampainya dijalan raya Aya terus mencari dan memberhentikan setial taxi yang berlalu didepannya, namun setiap taxi yang diberhentikannya selalu ada penumpangnya membuat Aya tak sadar menangis dalam hati ingin segera sampai dirumahsakit melihat Ralia, memeluk Ralia mencium anak yang begitu amat sangat disayanginya.
Aya terus memberhentikan taxi sembari menangis namun tak satupun taxi yang berhenti untuknya hingga ada satu mobil hitam mengkilat menghampiri berhenti tepat didepannya membuka kaca mobilnya.
"Naiklah, di jam seperti ini sangat sulit mendapatkan taxi"
ucap seorang laki laki menatap Aya yang masih ada didalam tangisnya.
"Naiklah, aku akan mengantarmu" ucap laki laki itu lagi membuat Aya semakin melihatnya dan untuk beberapa saat mereka berdua saling bertatapan.
Bersambung...
Share this novel