"Mau sya tulung?" (Balerina)
Arilia tersenyum manis sambil meneruskan pekerjaannya.
"Biarlah kak, biarlah sya sendiri buat, hehe. Mama mana?" (Arilia)
"Mama pigi pungut-pungut tiram di sana dekat gua kecil tu, untuk makan malam kita." (Balerina)
"Oh." (Arilia)
"Lia!" (Balerina)
"Arr?" (Arilia)
"Ko pernahkah pigi darat?" (Balerina)
"Mmm, belum lagi." (Arilia)
"Oh..." (Balerina)
"Kenapa kak?" (Arilia)
"Sya tidak sabar mau menghirup udara dari darat oh. Minggu depan hari jadi sya pula kan? Hehe, dapatlah sya tinguk pemandangan di darat." (Balerina)
"Apa kaitan hari jadi sama darat? Hehe" (Arilia)
"Ko tidak taukah pula?" (Balerina)
"Tau apa?" (Arilia)
"Sya pikir ko tau. Begini, di dalam Kerajaan Gumirot ni, ada satu tradisi. Setiap warga Gumirot yang sambut hari jadi dia yang ke sembilan belas tahun, kana kasi izin pigi di darat, sambil tinguk-tinguk pemandangan di darat. Tapi semenjak Ratu Santana memerintah ni Kerajaan Gumirot, tidak bulih sudah pigi di darat, cuma bulih tinguk-tinguk pemandangan darat saja dari jauh, itu pun cuma satu jam saja. Tapi dapat tinguk pemandangan darat pun ok sudah, hehe. Tahun ni umur sya genap sudah sembilan belas tahun. Wah, tidak sabar pula sya bah." (Balerina)
Balerina segera pergi meninggalkan Arilia yang masih sibuk memotong-motong rumpai laut dan sotong-sotong jemur. Lumundus kembali ke rumah dengan membawa satu keranjang yang dipenuhi dengan tiram-tiram.
"Wah, banyak oh tiram mama dapat hari ni. Puaslah kita makan malam ni, hehe." (Arilia)
Lumundus tersenyum.
"Ni lah rezeki yang Tuhan bagi sama kita hari ni. Kita mesti sentiasa bersyukur dengan apa yang kita dapat." (Lumundus)
Lumundus meletakkan keranjang yang dipenuhi tiram-tiram itu di atas meja, tempat Arilia memotong-motong rumpai laut dan sotong-sotong jemur.
"Mak, sya mau tinguk darat oh mak." (Arilia)
"Bulih, tapi bukan sekarang. Tunggu umur ko genap sembilan belas tahun dulu. Sekarang umur ko baru enam belas tahun." (Lumundus)
"Ala, lama lagi tu mak." (Arilia)
"Sabar-sabar dulu bah. Lagi pula, bukan ada apa-apa yang siok juga di darat tu. Paling-paling ko cuma nampak nelayan bekerja, burung-burung camar, sama kapal-kapal." (Lumundus)
"Ya, tapi sya kepingin mau tinguk juga mak." (Arilia)
"Ya, tapi bukan sekarang. Tunggu umur ko sembilan belas tahun. Itu pun kalau Ratu Santana kasi izin ko." (Lumundus)
"Kenapa pula dia tidak kasi izin?" (Arilia)
"Sebab waktu umur ko genap lapan belas tahun, ko kan kerja di istana sudah." (Lumundus)
"Harap-haraplah dia kasi izin." (Arilia)
Suasana beralih di darat, di rumah Tony. Tony sedang asyik memperhatikan status-status di fac pada hpnya di ruang tamu. Tiba-tiba, dia ternampak salah seorang dari rakan facnya mengongsikan satu viral berkaitan dengan penemuan duyung yang sudah tidak bernyawa, terdampar di pantai.
"Ni edit kah atau real ni arr?" (Tony)
"Apaitu?" (Christina)
Christina, adiknya menyampuk.
"Ko teda nampak kaitu yang viral penemuan duyung tu?" (Tony)
"Oh itu. Sya rasakan edit saja baitu. Duyung manada wujud, cuma dalam movie-movie saja." (Christina)
Tv sedang dihidupkan. Tiba-tiba, pemberita di dalam tv membahas mengenai penemuan duyung yang sudah tidak bernyawa, seperti yang telah diviralkan dalam media sosial Fac.
"Rupanya real pula kan." (Tony)
"Ya oh kan. Sya fikir cuma edit saja." (Christina)
Ibu mereka, yang sedang duduk di sofa berhadapan dengan mereka, segera menyampuk perbualan mereka.
"Yakah mi?" (Tony)
"Ya. Takkan mami mau buat-buat cerita pula." (Maria)
"Bah, kasi ceritalah mi." (Christina)
"Time tu mami punya nenek mandi-mandi di laut. Tiba-tiba dia nampak ada ekor ikan berguyang-guyang muncul di laut. Dia fikir cuma ikan biasa. Bila tu barang kasi muncul badan dia, betul-betul macam badan manusia ni, tapi ekor dia ikan. Waktu tu duyung ternampak mama punya nenek, terus cepat-cepat tu duyung masuk balik pigi dalam laut." (Maria)
"Wah, best oh kalau dapat jumpa duyung kan mi." (Christina)
"Yang bernasib baik saja dapat jumpa tu. Tu pun sekejap saja, sebab tu duyung takut sama manusia darat macam kita ni." (Maria)
"Tu duyung tu sebenarnya spesis apa arr? Spesis manusia atau ikan?" (Christina)
"Oh begitu kaitu pula?" (Christina)
"Ya." (Maria)
Maria ketawa melihat kedua-dua anaknya yang seakan-akan masih bingung tentang kewujudan manusia duyung di dunia bawah laut.
"Mami taukah asal-usul duyung ni?" (Tony)
"Daddy tau." (Aaron)
Bapa mereka segera menyampuk, yang duduk di sebelah ibu mereka.
"Daddy tau?" (Christina)
"Ya." (Aaron)
"Bah, ceritalah dad." (Tony)
"Ni cerita ni tidak tau betul kah tidak, sebab daddy punya nenek yang kasi cerita. Dulu, ada satu kampung, nama tu kampung, Kg. Panggayo. Tu kampung selalu kana ganggu sama hantu-hantu laut, sebab ada lima tanak wagu di kampung tu yang sudah pigi mencuri mutiara-mutiara hikmat diorang. Jadi sebagai ganti tu mutiara-mutiara, tu ketua hantu laut meminta supaya urang-urang kampung buang baby-baby di dalam laut. Time sudah kana buang, tu baby-baby pun jadi duyung." (Aaron)
Share this novel