Setelah Sinta membisikkan sesuatu pada Alex, ia lantas berlalu meninggalkannya di gazebo tersebut. Alex yang nampak terkejut membelalakan matanya seraya mengepalkan tangannya. "Bangsat!" gumamnya penuh emosi.
~~~~~~~~~~~~
Sementara itu Cilla dan Jo di toko buku.
"Pap, ini lucu keknya ya tirai bling bling warna orange, kan background kamar Abang warna putih jadi rame aja kalo pake ini," ujar Cilla menunjukkan tirai pita.
"Aduh jangan cari masalah, itu warna klub sepak bola musuhnya Budi yang ada dia mengamok ntar dibeliinnya warna itu," balas Jo kembali sibuk memilih di rak pita.
"Mm kalo warna ijo?" tanya Cilla kembali.
"Jangan kayak warna klub sepak bolanya Alex," jawab Jo tanpa melirik.
"Apa hubungannya?" tanya Cilla.
"Ya ada lah, kan klub sepak bolanya Alex juga musuh klub sepak bolanya Budi, yang ada mereka ntar saling ledek," jawab Jo tanpa menengok.
Cilla yang bingung dengan penjelasan Jo yang tak masuk akal hanya menuruti saja. Ia kembali menyusuri rak-rak dekorasi kamar tersebut.
"Ah yang ini juga pasti klub bola musuhnya Abang," gumam Cilla.
"Warna apa?" tanya Jo melirik.
"Biru," jawab Cilla menunjukkan tirai berwarna biru.
"Eh siapa bilang, itu warna klub sepak bola kesukaan," jelas Jo.
"Kesukaan Abang?" tanya Cilla memastikan.
"Kesukaan Papa Jo, udah ambil aja si Budi juga oke oke aja kalo bunda yang milihin," jelasnya memasukkan tirai tersebut ke dalam keranjang belanjaan.
Mereka kembali menyusuri tiap rak-rak dekorasi yang penuh dengan pernak-pernik. Mulai dari tirai warna warni, balon, pita, hingga tag flag mereka jumpai.
Matahari perlahan menuruni singgasananya. Cilla dan Jo yang kelelahan berbelanja kini memutuskan untuk kembali ke rumah kosannya. Tak lupa mereka membeli sebuah kue untuk acara penembakan Budi dan Sinta.
Ddrrrtttt ddrrrtttt
[Halo, nape Bud?]
[Jo, gue disuruh Beno ngambil jersey futsal anak-anak dulu sebentar di kampus, besok ada pertandingan malem, gue tinggalin kucing lo nggak papa ya]
[Iya aman ini gue udah otewe pulang]
[Oke sekalian dekorin yak kamar gue, gue percayain ke Cilla]
[Iye bawel]
Jo menutup panggilannya bersama Budi.
"Jadi tugas kita belom beres Papa Jo?" tanya Cilla.
"Alah dekor doang sejam beres bund tenang aja," jawab Jo santai.
Sepanjang perjalanan Cilla sibuk menonton video youtube untuk mencari referensi mereka mendekor kamar Budi. Di dalam mobil ojeg online Cilla menunjukkan beberapa idenya mendekor nanti. Jo hanya mengangguk-angguk tanda setuju.
Sesampainya di rumah kosan, Jo bergegas mengecek keadaan Joi yang ditinggal mereka sejak tadi siang. Kemudian ia menyusul Cilla yang mulai sibuk mendekor kamar Budi.
"Gimana Joi aman?" tanya Cilla.
"Aman lagi bobo sama her kitten, ini aku bantu dari mana ya," ucap Jo.
"Tiupin balon aja Pap," jawab Cilla yang tengah sibuk memasang tirai.
Sementara itu Alex yang telah menghubungi Budi sebelumnya kini menunggunya di parkiran kampus. Nampak dari kejauhan Budi membawa sekantong plastik besar berisi jersey futsal timnya.
"Hey Lex, ada apaan lu nyari gue?" tegur Budi.
"Lu ntar malem mau nembak Sinta?" tanya Alex to the point. Budi celingak-celinguk mengawasi sekitar.
"Sssttt, jangan berisik kalo ada yang tau ntar kacau rencana gue," ucap Budi mengajak Alex menepi dari parkiran.
"Lebay lu, kampus lagi libur juga, lagian siapa yang peduli sama rencana lu," ucap Alex.
"Terus kalo lo nggak peduli ngapain nanya," balas Budi mengangkat kedua alisnya.
Alex terdiam mendengar ucapan Budi. Ia berusaha tenang untuk tidak salah bicara aadanya. Kini mereka duduk di sebuah gazebo tepat di pinggir parkiran. Alex menarik napas dalam sebelum mengutarakan maksudnya.
"Lu mau ngomong apaan cepet, gue mau ke kosan Andri nitipin nih jersey, terus langsung cabut sama Sinta jalan, terus malemnya gue bawa ke kosan buat eksekusi," jelas Budi.
"Hah eksekusi!" ucap Alex terkejut mendengarnya.
"Iya, Jo sama Cilla lagi dekor kosan buat acara nembak Sinta ntar malem, lu mau ikut? Gue butuh kameramen sih," jelas Budi.
Beberapa detik kemudian Alex mencoba mengutarakan maksudnya yang sedari tadi ia tahan.
"Bud, mending lu batalin deh nembak dia," ucap Alex.
"Lah lu kenapa Lex, tiba-tiba ngelarang gue nembak dia, emang dia punya cowok?" tanya Budi memastikan.
"Enggak bukan gitu," jawab Alex.
"Terus kenapa? Lu suka sama dia?" tanya Budi kembali.
"Dih kagak Bud, bukan itu beneran," jawab Alex kembali.
"Ya terus apa alesannya lu nyuruh gue batalin nembak dia?" tanya Budi.
Alex terdiam sesaat mencari jawaban yang tepat.Ia tak mau Budi salah paham padanya apa lagi sampai membuat pertengkaran diantaranya.
"Gue rasa dia nggak cocok buat lo," jawab Budi.
Budi berdiri dari tempat duduknya seraya berkata "Hah, lu iri? Bilang boss!" ucapnya berlalu meninggalkan Alex.
"Bud! Bud! Tunggu dulu,"
Kejadian tersebut membuat banyak pertanyaan di dalam kepala Budi. Dari kecurigaannya terhadap Alex sahabatnya sendiri, hingga Sinta yang belum terlalu lama ia kenali.
Sepanjang jalan menuju kosan Andri, Budi melamun memikirkan perkataan Alex tadi. Hingga tak sadar Sinta memanggilnya berkali-kali dari arah belakang.
"Bud! Hah hah hah," Sinta sedikit berlari dan berhasil menyusul Budi.
"Eh kamu kok di sini, kan gue yang bakal jemput lu nanti," ucap Budi terkejut.
"Biasa di panggil dosen buat bantu penelitian, lu di panggil dari tadi nggak denger ya," ujar Sinta menatap Budi.
"Eh sorry gue lagi ngelamun," sangkal Budi. Sinta hanya mengangguk mendengarnya.
"Kan tanggung nih kita udah ketemu sekarang, jadi mau jalan kemana?" tanya Sinta.
"Duh tapi masih sore juga sih, nggak nanggung emang kalo jalan sekarang," ucap Budi melirik ke arah jam tangan di tangan kirinya.
"Ya udah gue maen ke kosan lu aja gimana," usul Sinta.
"Eh jangan ke kosan lagi ada tukang benerin pipa, ntar aja deh maleman biar tukangnya pulang dulu," jawab Budi.
Akhirnya Budi memutuskan mengajak Sinta untuk nongkrong di kafe favoritnya.
~~~~~~~~~~~~~
"Waaahh akhirnya beres juga, pinggang dah mau patah gini Pap," ucap Cilla memiringkan pinggangnya di atas kasur Budi.
"Keren kan bund mahakarya Papa Jo," Jo mrnatap seluruh penjuru kamar Budi yang kini bak ruang pesta.
"Tapi ini meriah banget nggak sih Pap, mana warnanya biru semua, yakin Abang suka?" tanya Cilla ragu.
"Pasti suka, harus suka, kita kan udah capek-capek mendedikasikan waktu berlibur kita untuk membantu dia menembak pujaan hatinya," jawab Jo yang kini merebahkan tubuhnya di samping Cilla.
Jo ikut memiringkan tubuhnya menghadap Cilla. Kini mereka saling bertatap satu sama lain. Raut wajah lelah sangat terlihat dari mereka.
"Bund, maafin Papa Jo ya," ujar Jo berbisik.
"Maaf buat?" tanya Cilla.
"Buat yang tadi pagi, berantakin kamar, nggak bantuin beres-beres juga," jawab Jo.
"Iya, jangan diulangin ya," ucap Cilla tersenyum.
Suasana yang mendukung ditambah udara AC yang dingin membuat keduanya di mabuk asmara singkat. Kini wajah mereka hanya berjarak lima senti meter. Dengusan napas mereka terasa satu sama lain. Kala Jo bersiap menyatukan bibir mereka, tiba-tiba ponsel Cilla berbunyi.
"Astaga siapa bund, nggak tau sikon banget sih nelponnya," gerutu Jo.
"Ssttt Abang ni nelpon bentar," ucap Cilla.
[Halo, kenapa Bang?]
[Gimana udah siap belom? Abang dah bingung nih mau jalan kemana lagi]
[Udah beres kok langsung bawa kesini aja]
[Oke siappp]
"Bund, yok lanjutkan," celetuk Jo menepuk kasur Budi.
"Iihhh, itu Abang udah otewe kesini, udah cepet beresin spreinya," jawab Cilla berlalu meninggalkan Jo.
"Astaga J*mbud ngapain sih ganggunya nggak tepat banget!" umpat Jo mengacak kasur Budi.
Cilla dan Jo bersiap menunggu kedatangan Budi di ruang tamunya. Mereka bersantai di depan televisi yang tengah menyiarkan berita. Tak berselang lama Budi pun datang bersama Sinta.
"Welcome to our house," ucap Budi membukakan pintu.
"Eh Bang, hey kak," ucap Cilla menghampiri mereka.
"Ini kenalin Cilla ponakan gue, Cill ini Sinta," ujar Budi memperkenalkan.
"Halo kak aku Cilla," ucap Cilla menyalami Sinta.
"Hey aku Sinta, cantik ya ponakan kamu," puji Sinta.
"Lebih tepatnya gemoy Sin," celetuk Jo dari arah sofa.
Cilla melempar bantal sofa yang ia bawa ke arah Jo. Tawa merekapun pecah ditengah-tengah obrolan malam itu.
Bersambung ...
Share this novel