"Semua udah dicek barang bawaannya?"
"Udah ...!" seru Alex, Budi, Jo, dan Cilla.
"Oke let's go!"
Tejo menyetir mobil ditemani Alex. Di kursi belakang terdapat Jo, Cilla, dan Budi. Keseruan perjalanan mereka sangat terasa kala candaan selalu terlontar menemani mereka. Sesekali mereka memakan camilan yang Cilla bawa.
Perjalanan hampir memakan waktu delapan jam membuat mereka kini kelelahan. Hingga petang mereka belum sampai ke desa Jo. Mereka pun tertidur pulas di dalam mobil. Tejo yang bergantian menyetir sejak siang membiarkan Jo tidur di kursi depan.
"Mas ... Mas Jo bangun sebentar," ujar Tejo mengguncang tubuh Jo.
"Mmhh udah sampe to Lek?" Jo mengucek matanya.
"Belum Mas, ini tadi saya motong jalan tikus biar cepet tapi kok jadi masuk hutan gini ya," jelas Tejo menghentikan mobilnya.
Saat Jo terbangun ia memerhatikan sekelilingnya. Benar saja kini mobil berada di tengah-tengah hutan gelap yang penuh dengan rimbunnya pepohonan. Merasa ngeri Jo pun membangunkan teman-temanya.
"Guys bangun bangun!" Jo menepuk Alex dan Budi.
"Udah sampe ya?" ujar Budi masih dengan mata terpejamnya.
"Belum, kita nyasar ini keknya," jelas Jo.
Semua orang di dalam mobil menyadarkan diri masing-masing. Tidak ada satu pun dari mereka yang berani keluar dari mobil. Alex dan Budi mencoba mencari rute terdejat dengan membuka google maps di ponsel mereka. Sedangkan Jo sibuk menghubungi bapaknya, tetapi tidak ada balasan. Mungkin karena waktu kini menunjukkan pukul dua belas malam sudah dipastikan bahwa keluarganya telah tertidur semua.
"Aduh nggak di angkat ini, Lek kita puter balik aja ke jalan yang sebelumnya," perintah Jo.
"Nggak bisa Mas, ini jalannya kecil nggak bisa buat muter balik, kalo mundur bisa makan waktu soalnya tadi abis persimpanga terakhir ini jauh banget sampe sini," jelasnya.
Jo termenung memikirkan nasib mereka. Satu-satunya cara yaitu tetap maju dan mengikuti jalan di hadapan mereka. Dengan rasa ketakutan Jo tetap berusaha tenang. Sesekali mereka melihat sekelebatan hewan malam melintasi jalan.
"Mas gantian nyetir dong, saya udah mulai ngantuk nih," ucap Tejo.
"Waduh jangan di tengah hutan gini dong Lek gantiannya, mana gelap lagi," timpal Jo.
"Nanti kalo nabrak pohon jangan salahin saya lho ya," sahut Tejo.
"Gantiin Jo, lu kan udah tidur tadi," timpal Alex.
"Ya udah iya, berhentiin di depan Lek."
Mobil menepi sejenak. Jo segera keluar untuk berpindah posisi dengan Tejo. Suasana di sekeliling mereka sangat lah sepi dan gelap. Hanya ada binatang malam seperti jangkrik dan burung hantu yang menemani. Bulu kuduk Jo berdiri. Samar-samar dari belakang mobil mereka ada seseorang tengah berjalan ke arahnya. Namun, cara jalan sosok tersebut sangat aneh. Bukan melangkah layaknya manusia pada umumnya. Melainkan melompat-lompat bak hantu pocong Indonesia.
"Alamak!"
Jo segera masuk ke dalam mobil dengan membanting pintunya. Napasnya terburu-buru seperti atlit marathon. Keringat sebesar bulir jagung bergulir di dahinya. Wajah pucatnya tak bisa membohongi ketakutan yang ia alami.
"Mas kenapa kok pucet gitu?" tanya Tejo.
"Jo lu abis liat apaan?" timpal Alex.
Tanpa menjawab apa pun Jo menancapkan gasnya menjauh dari tempat itu. Cilla yang penasaran mencoba menengok ke belakang. Benar saja ada sesosok makhluk tinggi yang melompat-lompat seperti mengejar mereka. Cilla segera membalikkan tubuhnya. Tangannya mengepal merapalkan doa.
"Cill lu kenapa heh?" tanya Alex.
"Wah gawat, Lex berdoa cepet!" timpal Budi.
Mobil mereka segera pergi dari tempatnya. Jo dengan keringat dinginnya masih melajukan mobil meski tak tahu mau kemana. Jalan yang mereka lalui seperti tak berujung. Kini Jo mulai putus asa saat Tejo menunjukkan GPS di ponselnya tidak mengarahkan mereka ke jalan yang benar.
"Papa Jo itu di depan ada warung, kita berhenti dulu deh tanya," ujar Cilla menunjuk ke kanan jalan.
Benar saja disana ada sebuah warung kecil yang bangunannya terbuat dari anyaman bambu dengan lampu teplok di depannya. Sangat klasik dan jadul sekali. Tanpa berpikir aneh-aneh Jo mengikuti saran Cilla untuk berhenti di warung itu.
Terlihat seorang ibu-ibu paruh baya tengah sibuk menggoreng aneka gorengan disana. Meski sedikit curiga mengapa ada warung tengah malam terdapat di hutan asing yang kanan dan kirinya hanya pepohonan.
"Permisi Bu, kita mau numpang istirahat," ujar Jo.
Ibu itu tidak menjawab apa-apa dan hanya mengangguk perlahan. Alex, Budi, Tejo dan Cilla mengikuti Jo yang kini duduk di kursi panjang khas warung di desa. Melihat aneka gorengan yang masih panas di atas sebuah nampan bambu, Alex mencomot satu tempe goreng dari sana.
"Wah enak banget tempenya, Bu jam segini masih goreng aja," celetuk Alex.
"Iya Mas, pasti ada yang mampir kesini kalo tengah malem gini," jawab Ibu itu tanpa menoleh sedikit pun. Tanpa rasa curiga mereka saling bergurau seraya memakan gorengan.
"Oh iya Bu ada toilet nggak ya, saya mau numpang buang air kecil," ujar Jo.
"Ada Mas, di belakang warung, masuk aja," jawabnya masih tidak menoleh.
Jo berjalan masuk melalui area warung. Ia celingak-celinguk mencari arah toilet. Ada satu pintu menuju belakang warung yang terbuka lebar. Segera Jo menuju kesana untuk menuntaskan hasratnya. Sangat gelap dan hanya ada penerangan dari lampu teplok kecil di dalam warung. Jo mengeluarkan ponselnya untuk menyalakan flash.
Sesampainya di dalam kamar mandi ia menggigit ponselnya untuk memudahkan ia buang air kecil.
"Mas mau di pegangin HP-nya?" suara seorang wanita.
"Boleh makasih ya," Jo memberikan ponselnya.
Sepersekian detik otak Jo mulai kacau. Ia tersadar akan suara wanita yang berbicara padanya. Siapa wanita yang memegangkan ponselnya kala ia tengah membetulkan celana?
"Jangan jumpscare ya tolong banget ini mah tolong," gumam Jo. Perlahan ia menengok ke belakang. Betapa terkejutnya ia saat melihat sosok bergaun putih tanpa kepala tengah memegangi ponselnya. "Hhuuaaa!" Jo berlari pontang-panting menuju ke depan warung.
"Hantuuu ...!" teriaknya sesaat setelah sampai di depan mobil.
"Heh lu kenape Jo?" tanya Budi.
"Itu ... itu ... tadi ada hantu tanpa kepala megangin anu gue, eh megangin HP gue," jawab Jo dengan lemas.
"Wah halu lu yak," timpal Alex.
"Loh kalian kenapa di dalem mobil?" tanya Jo bingung.
"Lah kita kan nungguin lu kencing, ya ngapain ikut turun," sahut Budi.
"Loh tadi kalian kan ngikut gue turun terus makan gorengan di warung," jelas Jo.
"Heh Sujono, kita dari tadi nungguin elu kencing dimobil, kaga kemana-mana," sahut Alex.
Jo seketika menoleh ke arah belakang dan ternyata memang tidak ada warung yang sedari tadi di ceritakan. Bahkan Cilla yang menunjukkan warung tersebut terlihat tengah tertidur pulas di jok belakang. Tanpa pikir panjang Jo segera masuk ke dalam mobil dan menancapkan gasnya.
Bersambung ...
Share this novel