PENGGANGGU

Romantic Comedy Series 1256

"Sujono ...! Bangun woi, lu ngampus nggak!" teriak Budi seraya mengguncang tubuh Jo.
"Emang jam berapa sekarang ..." Jo meregangkan tubuhnya.
"Jam sepuluh, buruan bangun!"

Budi memanglah yang paling rajin diantara mereka bertiga. Ia selalu menjadi alarm bagi Jo dan Alex. Hampir setiap hari ia bak ibu-ibu rumah tangga yang membangunkan anak-anaknya untuk berangkat sekolah.
Budi beranjak dari kamar Jo. Ia menuju kamar Alex untuk membangunkannya.

"Lex! Lu ngampus gak?" teriak Budi.
"Nggak, gue nggak ada kelas!" sahut Alex.

Budi dijuluki bapak rumah tangga dikosan ABJ. Tak heran ia hobi membuat sarapan bagi kedua sahabatnya.
Aroma nasi goreng kecap buatannya semerbak memenuhi seluruh penjuru rumah. Satu persatu penghuninya mulai mencari sumber lezatnya bau itu.

"Nah kan, zombi mulai keluar," gumam Budi.
"Sedapnye bau ..." Alex duduk di depan meja makan dengan mata masih terpejam. Disusul Jo dengan langkah lesunya.

Setelah personil mereka lengkap disana kini giliran mereka mengambil nasi gorennya. Alex dengan semangat menciduk hampir satu piring penuh. Namun Jo terlihat tidak semangat seperti biasanya.

"Kenapa lu? Tumben bener nggak semangat di meja makan?" tanya Budi.
"Lemes bestie semalem abis dengerin ceramah ustadzah Cilla," jawabnya.
"Makanya jangan macem-macem lu, udah bener punya pacar masih jelalatan," sahut Alex dengan nasi penuh dalam mulutnya.
"Eh tapi ada yang lebih horor dari itu sih," timpal Jo.
"Halah paling lu ngulang lagi matkul bu Dandi semester depan kan?"
"Bapak gue nyuruh pulkam liburan semester ini," jawabnya.

Mendengar itu sontak Alex dan Budi meletakkan sendok mereka. Mereka mulai fokus pada obrolan Jo aagi itu.

"Wah asyik Jo, gue ikut ya? Gue kan nggak punya kampung," mohon Alex antusias.
"Gue juga, ntar sekalian gue ajak Cilla," sahut Budi menipali.
"Serah kelian aja lah."

Entah menjadi kabar gembira atau bahkan menyedihkan kala Jo harus kembali ke kampung halamannya. Pasalnya bapaknya yang terkenal galak itu selalu mengharapkan menantu saat Jo pulang. Ia belum siap jika harus menikah muda. Apalagi dengan Cilla yang memang berbeda keyakinan dengannya. Sudah dipastikan mereka tidak mendapat restunya.
Dua minggu sebelum liburan semester tiba. Cilla yang telah mengetahui rencana liburan mereka sungguh terlihat antusias. Sama seperti Alex dan Budi. Dari jauh-jauh hari ia telah mengemasi barang-barangnya dan Jo.

"Pap, ini mau bawa kolor berapa? Terus yang loreng ini bawa juga nggak?" Cilla keluar kamar dan menunjukan celana dalam Jo.
"Astagfirullah Bund, kamu ini berdosa sekali," Jo berlari menuju Cilla merebut celana dalamnya.
"Hahaha selain polkadot ada yang loreng macan juga," timpal Alex penuh tawa dari ruang tamu.
"Yang pikacu juga Cill ada tuh gue pernah liat," imbuh Budi.

Jo yang malu segera mendorong Cilla masuk kembali ke dalam kamarnya. Terlihat kamar bak kapal pecah dengan baju dan celana berserakan dilantainya.

"Allahuakbar bund, kamu nyari barang bukti apa sih dikamar aku, nggak ada apa-apanya kok," ujar Jo.
"Ih kan aku mau packing baju kamu yang mau dibawa pulkam entar," jawbanya seraya duduk di hadapan koper besar milik Jo.
"Nggak perlu bawa koper juga, aku mau pulang ke rumahku dan sudah pasti disana ada baju-baju aku bund," Jo mengambil kembali bajunya yang telah tertata di dalam koper.

Cilla memanyunkan bibirnya. Merasa lelahnya tidak di hargai. Ia menepi dan duduk di depan jendela. Menatap keluar yang hanya menatap taman di seberang jalan. Jo merasa bersalah dan menghampirinya. Mencoba memberi pengertian akan sikapnya. Bukan hal mudah meyakinkan kekasih yang tengah merajuk memang.

"Bund, maaf ya bukan maksudku begitu. Cuman biar kita nggak repot dijalan aja jadi kita bisa sambil nikmati perjalanannya," ucap Jo mengusap bahu Cilla.

Cilla mengangguk perlahan. Tersenyum seraya mengusap punggung tangan Jo. Mencoba mengerti maksud baik kekasihnya.

"Oke kalau gitu aku pulang ya, oh iya Joi udah bisa dititipin ke rumah temenku minggu depan ya biar dia adaptasi terus nggak kaget dan stres pas kita tinggal," jelas Cilla bangkit dari duduknua.
"Oke sayang," jawab Jo mengusap pipi tembamnya.

Entah setan dari mana yang berada ditengah mereka, Jo menatap dalam wajah Cilla. Suasana yang mendukung membuat mereka merasakan getaran yang luar biasa. Perlahan Jo mendekatkan wajahnya. Begitu lekat hingga terasa dengus napasnya. Kala bibir mereka akan melakukan tugasnya tiba-tiba Alex datang mengejutkannya.

"Jo itu di depan ada yang nyariin lo," ujarnya di depan pintu kamar.
"Alamak apa lagi lah ini cobaan," gerutu Jo.
"Udah sana, siapa tahu penting," suruh Cilla.

Jo dengan kekesalannya melangkah keluar kamar. Di ruang tamu telah duduk seorang lelaki hitam tengah tersenyum ke arahnya. Entah dari mana dan siapa. Lelaki itu bak telah mengenal Jo sebelumnya.

"Halo Mas Jono," sapanya.
"Masnya siapa ya?"
"Kenalin saya Tejo, orang suruhan bapaknya Mas," jawabnya.
"Bapak saya nyuruh apa emangnya?" tanya Jo heran. Ia masih berdiri mengkrenyitkan dahi.
"Begini Mas Jono, bapak sampeyan nyuruh saya buat menjemput Mas pulang ke kampung, takutnya Mas nggak pulang lagi kayak tahun kemarin. Satu lagi, pesan bapak jangan sampai Mas Jono disini mabuk-mabukan, pakai narkoba, dan maen perempuan," jelasnya.

Jo menggaruk kepala mendengar penjelasan Tejo. Begitu pula dengan Alex dan Budi yang menyimak obrolan mereka. Sejurus kemudian Cilla keluar kamar Jo. Ia menanyakan apa yang tengah terjadi. Tatapan semua mata tertuju pada Cilla yang tiba-tiba keluar dari kamar Jo.

"Pap ada apaan?" tanya Cilla polos. Sebelum terjadi kesalahpahaman Jo segera mengklarifikasinya.
"Eh iya ini kenalin Tejo orang suruhan bapakku, dan ini Cilla," jelas Jo.
"Halo Mas, Cilla," Cilla melambaikan tangannya.
"Mas Jono belum sejam saya disini udah dilanggar pasal tiganya," ujar Tejo melirik Jo.
"Eh enggak, ini adiknya Budi kalo nggak percaya suruh telepon mamaknya," Jo mendorong tubuh Cilla ke arah Budi.

Tejo yang tidak serta merta percaya pada omongan Jo akhirnya memastikan pada Budi.

"I ... iya ini adek aku, mau ku telponkan mamakku? Yang ada kau nanti di omelinya seharian," jelas Budi.
"Oke kalau begitu, demi menjaga kekondusifan pengamanan saya, lebih baik Adek Cilla ini pulang saja. Tidak baik anak perempuan dirumah laki-laki to," ujarnya menatap Cilla.

Cilla terlihat kesal karena di usir orang yang tak ia kenal. Ia buru-buru mengambil tasnya dan pergi. Jo yang tak bisa berbuat apa-apa hanya pasrah menyaksikan Cilla pergi dengan kesalnya.

~~~~~~~~~~

"Oke karena kalian menjadi bagian penghuni kosan ini, jadi peraturan tetap berlaku bagi seluruh penghuninya!"

Alex, Budi, dan Jo duduk berjajar di sofa. Mereka mendengar setiap perkataan Tejo dengan seksama. Mulai dari peraturan jam malam hingga apa-apa saja yang boleh dan tidak boleh mereka lakukan di dalam kosan.

"Demikian peraturan ini saya buat untuk di patuhi dan di laksanakan, terimakasih," pungkas Tejo. Ia menempelkan selebaran kertas peraturan tersebut di dinding ruang tamu.

Bersambung ...

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience