HAPPY READING
***
Jay hampir shock dengan pernyataan Vero. Sang mantan mengatakan bahwa dia sedang hamil. Selama mereka bersama, ia selalu bermain aman hingga tidak membuat Vero hamil yang tidak direncanakan. Ia dan Vero saja baru putus beberapa bulan lalu. Kenapa bisa mereka pacarannya? Dan kapan mereka berhubungan? Tiba-tiba sang mantan sudah hamil. Oh God, ia sulit percaya, secepat itukah terjadi pembuahan. Sebanyak-banyak ia berpacaran, ia tidak pernah membuat anak orang hamil, karena itu terlalu riskan menurutnya.
Jujur menurutnya hamil diluar nikah itu wajar, bagi yang melihat itu dari sudut pandang yang berbeda. Ia tidak menghakimi bahwa hamil di luar nikah itu buruk. Kalau dari dalam sudut agama mungkin itu kesalahan yang fatal. Tapi banyak sekali orang di luar sana melihat dari sudut pandang yang berbeda. Toh, merasa biasa saja, lagi pula hamil sama pacarnya.
Wanita hamil duluan lalu menikah dan sekarang menjadi hal yang normal, kemudian banjir ucapan selamat. Menurutnya Indonesia itu masih dengan beradaban versi budaya timur, hamil diluar nikah dianggap sangat tidak wajar. Namun berbeda dengan di luar negri, itu hal yang biasa saja. Toh, sesama laki-laki dan perempuan sudah saling komitmen untuk menikah akan menjadi hal biasa saja. Pada dasarnya di luar negri hidup yang dijalani sangat individualis, berbeda dengan masyarakat Indonesia yang masyarakatnya cenderung hobi ingin tahu kehidupan orang.
Yang menjadi permasalahan di sini adalah hamil di luar nikah untuk yang di bawah umur, masih belia dan pada hakikatnya masih sekolah yang masih belum paham tentang kehidupan. Mereka yang hanya coba-coba seks dengan pacarnya, itu sama sekali tidak wajar.
Kalau Vero dan Kafka hamil di luar nikah, itu hal yang wajar. Mereka sama-sama dewasa, sudah pernah tinggal di luar negri bertahun-tahun lamanya. Pemikiran-pemikiran itu tercongkol di kepala mereka sangat idealis termasuk dirinya. Mereka pasti sudah tahu konsekuensi seperti apa. Andai dulu ia membiarkan dirinya tidak mengenakan pengaman, mungkin saat ini Vero sudah memiliki anak darinya. Hanya saja ia selalu aware.
Rasa penasaran Jay cukup besar, ia menatap ke arah layar ponsel. Sejujurnya ia dan orang tua sang mantan sudah saling kenal. Bertahun-tahun menjalin hubungan dekat ia, bahkan setiap hari raya natal kedua keluarga saling mengunjungi satu sama lain. Karena pada dasarnya ia dan Vero berpisah baik-baik. Namun sang anak lah yang tidak ingin mempertahankan kedekatan lagi.
Jay mencari kontak nomor mama Vero, ia mengistirahatkan punggungnya. Ia menekan tombol hijau pada layar, ia letakan ponsel itu di telinga. Suara panggilan terdengar dari balik speakernya. Beberapa menit kemudian ponselnya terangkat,
“Iya, halo,” ucap seorang wanita dibalik speakernya.
“Iya, halo, selamat sore tante,” ucap Jay.
Mama Vero, lalu duduk di sofa karena mantan anaknya tidak bisa menelfonnya sore-sore seperti ini.
“Iya, sore juga Jay.”
“Maaf, tante sore-sore begini ganggu tante.”
“Ah, enggak kenapa-napa Jay, enggak ganggu kok. Ada apa Jay?” Tanya mama Vero penasaran, ia tahu bahwa Jay ini adalah mantan kekasih anaknya Vero. Dulu ia pikir hubungan Jay dan Vero, hingga ke jenjang pernikahan, namun hubungan mereka kandas begitu saja. Padahal ia pikir Jay itu anak yang baik dan pantas bersanding dengan Vero.
Jay diam beberapa detik, ia hanya ingin tahu apakah Vero beneran hamil atau tidak. Ia juga ingin tahu seberapa dekat hubungan Kafka dengan keluarga Vero. Apakah lebih dekat darinya atau tidak? Jujur sebenarnya ia masih belum percaya kalau Vero hamil.
“Begini tante, apa benar Vero mau nikah?” Tanya Jay to the point.
“Nikah? Nikah sama siapa Jay? Kamu dapat informasi dari mana?” Tanya mama Vero bingung, tiba-tiba mendengar sang anak mau menikah.
“Kata Vero sih tante.”
“Kok bisa Vero ngomongnya nikah? Tante aja nggak tau kalau Vero mau nikah.”
Jay merasa bahagia, ternyata reaksi mama Vero tidak tahu apa-apa tentang prihal ini, berarti hanya akal-akalan si Vero saja,
“Begini tante, tadi Jay ketemu sama Vero di mall. Katanya dia ngaku lagi hamil sama pacarnya. Apa bener tante?”
“HAH! Hamil?” mama Vero tiba-tiba shock luar biasa, mendengar sang anak hamil.
“Iya, hamil, sekarang kan Vero udah punya pacar tante.”
“Siapa pacarnya? Kok tante nggak tau.”
“Kok bisa ya tante nggak tau, kalau Vero punya pacar?”
“Beneran nggak tau Jay.”
“Setahu Jay namanya Kafka tante.”
“Kafka?”
Jay mengerutkan dahi, “Tante nggak tahu Kafka?”
“Siapa Kafka? Tante nggak kenal sama Kafka.”
“Kafka itu pacar Vero terbaru tante. Kebetulan temen Jay itu mantannya Kafka. Tapi aneh ya, tente. Kalau tante nggak tau Kafka,” ucap Jay lagi.
“Vero belum pernah ngenalin tante dengan pacar barunya, Jay. Siapa ya namanya tadi? Kafka?”
“Iya, tante namanya Kafka. Katanya hamil anaknya Kafka.”
“Oh God, nanti tante tanya Vero. Makasih ya Jay udah ngasih tau informasi ini.”
“Iya, sama-sama tante,” Jay lalu mematikan sambungan telfonnya. Ia mengerutkan dahi, dan mencoba berpikir jernih. Vero hamil? Dan orang tuanya Vero belum tahu kalau Vero hamil? Atau jangan-jangan Vero berbohong kepadanya, punya pacar dan hamil itu aktingnya belaka?
***
Sementara di sisi lain, mama Vero mematikan sambungan telfonnya, ia bertolak pinggang, karena mengetahui kalau anak gadisnya hamil dengan pria bernama Kafka. Ia sebagai orang tua, jika mengetahui anaknya telah berhubungan badan di luar nikah, apalagi hamil, ia tidak akan mempermasalahkannya, jika pacar anaknya itu dewasa.
Ia sebenarnya sejak dulu sudah memberikan kebebasan kepada anak-anaknya, apalagi anaknya itu cewek, ia sudah memberikan pengetahuan seks. Ia mengajarkan apa itu consent, age consent dan menjaga diri yang baik, area mana yang tidak boleh dipegang orang lain.
Prinsip yang ia tanamkan jika sudah 18+, berarti dia sudah bisa bertanggung jawab sama pilihannya. Intinnya jangan sampai hamil tanpa direncanakan, jangan sampai tertular penyakit seks, seks itu butuh consent, jangan kirim nudes atau merekam video, jangan criminal, jangan pakai narkoba, intinya jangan melakukan sesuatu yang konsekuensinya merusak diri sendiri atau menghancurkan diri sendiri.
Hasilnya si anak terbuka sama orang tuanya, dia memiliki pacar orang tuanya tahu. Dan sekarang mantan kekasih anaknya itu mengatakan bahwa Vero hamil dengan pria bernama Kafka. Oh Tuhan, ia sungguh tidka percaya, bahwa kejadian seperti ini.
Ia melipat tangannya di dada menarik nafas dalam-dalam menatap suaminya yang baru keluar dari kamar. Melihat gelagat tidak enak, papa Vero bertanya-tanya kenapa.
“Ada apa ma?” Tanya papa Vero.
“Mama pusing, pa,” ucap mama.
“Pusing kenapa?”
“Papa mau tahu apa yang terjadi?”
“Apa?”
“Vero hamil pa. Vero, anak kita hamil.”
Papa Vero mengerutkan dahi, mencoba mencerna kata-kata itu, “Hamil?”
“Iya, hamil. Ternyata dia selama ini putus dari Jay, punya pacar baru namanya Kafka. Dan sekarang Vero hamil anaknya Kafka.”
“Kafka siapa ma? Mama tenang dulu jangan terpancing emosi. Siapa Kafka?”
“Mana mama tau papa.”
“Terus tau Kafka dari mana?”
“Dari mantannya Vero, Jay. Jay bilang Vero hamil.”
“Serius?”
“Iya, serius papa. Mana mungkin Jay bohong.”
“Astaga, Vero benar-benar keterlaluan. Di mana dia, ma?” Tanya papa ikut bertolak pinggang.
“Mungkin di apartemennya, pa.”
“Bentar mama hubunginn Vero dulu,” ucap mama Vero, beliau lalu bergegas menatap ke arah layar ponselnya, ia letakan ponsel itu di telinga.
Mama Vero mendengar suara panggilan dari balik ponsel. Ia menunggu hingga sang pemilik ponsel mengangkat panggilannya. Beberapa detik kemudian, ponselpun terangkat.
“Iya, halo ma,” ucap Vero, ia menghentikan mobilnya di depan rumah Ester.
“Kamu di mana Ver?” Tanya mama.
“Baru selesai lunch sama Ester, ini di jalan,” ucap Vero, menatap Ester yang sedang membuka sabuk pengaman.
“Lo mau mampir nggak?” Tanya Ester memandang Vero yang sedang mengangkat panggilan telfon.
“Enggak deh,” ucap Vero.
“Thank’s ya Ver. Lo hati-hati bawa mobil,” ucap Ester.
Vero memandang Ester keluar dari mobil, ia menyandarkan punggungnya di kursi, lalu memelankan volume suara audio. Ia menatap Ester masuk ke dalam pintu pagar rumahnya.
“Iya, ma. Ada apa?” Tanya Vero penasaran, karena tidak biasannya sang mama menelfonnya siang-siang seperti ini.
“Kamu bisa ke rumah sekarang?” Tanya mama.
“Bisa, ada apa ya ma?” Tanya Vero penasaran, karena dengan mendengar dari nada suaranya sang mama terlihat berbeda.
“Ke sini, ada yang mama mau obrolin sama kamu.”
Vero mengerutkan dahi, ada perasaan tidak enak menyelimuti hatinya. Ia menarik nafas beberapa detik.
“Iya, iya, ini juga mau ke sana.”
Vero lalu mematikan sambungan telfonnya. Ia tidak percaya bahwa sang mama menyuruhnya datang dengan buru-buru seperti ini. Vero kembali menjalankan mesin mobilnya menuju rumah orang tuanya di perumahan permata hijau.
***
Share this novel