HAPPY READING
***
Beberapa bulan kemudian,
Vero tidak menyangka bahwa hubungannya dan Kafka berjalan dengan baik. Menurutnya memiliki pacar seorang dokter itu sangat keren, tidak hanya cerdas dia bisa menjadi teman diskusi yang asyik dan bisa diajak tukar pikiran.
Ia pikir dulu obrolannya dengan Kafka tidak akan nyambung, karena ia dan Kafka beda jalur. Dirinya yang dibidang kuliner dan Kafka medis. Namun nyatanya mereka ngobrolnya sama, dan pola pikirnya tidak jauh berbeda. Perasaanya dengan Kafka selama ini sangat nyaman, tidak ada jaim-jaimnya. Mau segila apapun, senyeleneh apapun, mereka tetap tertawa bersama dan tetap pada rasa suka yang sama. Ia juga tidak memiliki perasaan khawatir kalau Kafka macam-macam di rumah sakit.
Selain itu hubungannya dengan Kafka sudah di restui oleh orang tua masing-masing. Hubungan mereka sudah go public, bahkan ada beberapa artikel di media mengatakan bahwa Kisah cinta Dua Anak Konglemerat Kini Akan Menikah Dalam Waktu Dekat. Sebenarnya ia tidak ambil pusing dengan artikel itu, karena memang seperti itulah kenyataanya.
Selama mereka bersama, ia memang membebaskan Kafka untuk bercinta kapan saja, dengan syarat bahwa mereka bercinta di ruangan yang aman. Setelah mengenal Kafka ia baru tahu kalau Kafka itu sangat tenang ketika dalam menghadapi masalah secara mendadak, sedangkan dirinya grasak-grusuk. Dirinya itu tipe yang orangnya let it flow, kalau Kafka semua harus terorganisir dengan baik.
Kafka yang ia kenal dia sangat pandai dalam manajemen emosinya, ia salut sama Kafka, sedangkan dirinya masih tahap belajar. Kafka bisa bergadang hanya untuk sebuah buku sedangkan dirinya, kalau mau tidur tetap harus tidur. Ia akui bahwa Kafka itu sangat cerdas kalau urusan medis, sedangkan dirinya soal hafal menghafal ia suka lupa.
Kafka itu tipe yang pekerja zona nyaman, sedangkan dirinya hanya ingin berinvestasi saja, tidak terlalu ambil resiko. Jadi sama-sama bisa backup membuat pekerjaan jadi mudah. Kafka itu kalau soal makanan pecinta asin, sedangkan dirinya lebih suka manis. Sepertinya perbedaan dirinya dan Kafka memang bertolak belakang, namun entahlah ia merasa perbadaan itu membuat mereka bersama. Ia dan Kafka memang ada beberapa hal sering konflik. Namun yang membuat ia suka ketika ia marah Kafka selalu mengatakan, “You know, I love you, right?”
Setelah itu aksi marahnya terlupakan begitu saja. Kafka juga berjanji akan membuatnya hamil, namun sudah beberapa bulan bersama, ia tak kunjung hamil, padahal ia juga sedang genjar-genjarnya hidup sehat demi bisa hamil. Kata Kafka, ia harus rilexs dan santai, lupakan tentang kehamilan karena itu justru membuatnya stress. Jadi beberapa bulan terakhir ini ia juga tidak akan memikirkan tentang kehamilan.
Untuk usaha cookiesnya, awalnya ia hanya mau coba-coba saja. Namun market berkata lain, nyatanya ia sukses menjalankannya. Tim suksesnya sangat piawai dalam melakukan ini. Tim mas Andre memang sangat hebat, bahkan awalnya hanya disuruh membantu untuk mencari uang lebih di kantor. Kini beralih menjadi tim intinya.
Semua cookienya marketplace terjual ribuan pcs setiap harinya. Bahkan ia punya dapur tersendiri untuk pembuatan kue. Apalagi menjelang hari raya natal, cookies nya memproduksi dalam jumlah besar. Rencanya ia membuka gerai offline di Grand Indonesia dan mall Astha tempat tinggalnya.
Itu semua berkat orang-orang terdekat yang selalu mensupportnya. Ia tidak peduli jika ia menikah duluan dari pada mas Andre, yang pasti ia akan lebih dulu menikah. Ia melihat mas Andre dan mba Feli tidak ada tanda-tanda untuk menikah dalam waktu dekat. Entah siapa yang tidak mau menikah, namun ia yakin kalau mba Feli lah yang belum siap berumah tangga, karena dia wanita yang sangat independent, tidak seperti dirinya, ia hanya memikirkan bagaimana hidup enak bersama orang yang ia cintai.
“Sayang, aku pergi kerja dulu ya,” ucap Kafka, ia sudah menghabiskan breakfastnya.
“Iya, kamu hati-hati,” ucap Vero.
“Kamu ke kantor hari ini?” Tanya Kafka.
Vero mengangguk, “Iya, tapi jam 10 nanti.”
“Kamu hati-hati di jalan,” ucap Vero, ia merasakan Kafka mengecup keningnya.
Vero menatap kepergian Kafka, ia lalu bergegas mengambil testpack di dalam laci kamar. Jujur ia sudah telat tiga Minggu. Ia yakin seyakin-yakinnya ia hamil. Ia masuk ke dalam kamar mandi dan menampung urin nya. Ia mencelupkan alat tes itu ke dalam. Ia menunggu beberapa detik, ia mengangkat alat testpacknya, menunjukan dua garis.
Vero menutup mulutnya dengan tangan, ia dengan reflek menyentuh perutnya. Ia tidak menyangka bahwa ia akan punya baby. Ia ingin segera memberitahu kondisinya saat ini, namun ia dengan cepat mengurungkan kebahagiaanya, setelah Kafka pulang kerja nanti. Ia akan membuat kejutan kepada pria itu. “OMG, aku hamil,” jerit Vero dalam hati.
***
Beberapa jam kemudian,
Vero menatap penampilannya di cermin, ia mengenakan dress berwarna putih ia hari ini akan menyambut kedatangan Kafka. Ia tersenyum melihat penampilannya, betapa bahagianya, karena di dalam perutnya saat ini sudah ada baby. Ia tidak tahu berapa usia kehamilannya.
Ia mendengar suara ketukan pintu, ia tahu bahwa yang mengetuk itu adalah Kafka. Ia membuka hendel pintu, ia memandang sang kekasih membawa paperbag dari restoran berisi makanan dari restoran Pagi Sore.
“Sore sayang,” ucap Kafka, memeluk tubuh ramping Vero tidak lupa diberikan kecupan pada kening itu.
“Sore juga.”
“Tumben banget kamu minta nasi padang,” ucap Kafka, karena tadi sang kekasih meminta dirinya untuk membeli nasi padang lengkap yang dibungkus menyatu.
“Lagi pengen sih,” ucap Vero terkekeh.
“Biasa juga kalau kamu males masak, kita makan di Union.”
“Tapi aku pengen nasi padang sayang, males makan di Union.
Kafka meletakan nasi padang itu di meja makan, ia menatap Vero menyiapkan piring untuk mereka berdua.
“Kamu cantik banget, sayang. Mau ke mana malam ini?” Tanya Kafka lagi, melihat penampilan Vero yang sudah rapi dan wangi.
“Nyambut kedatangan kamu.”
“Owh ya?”
“Iya.”
“Kamu mau minum kopi nggak?” Tanya Vero.
“Boleh,” Kafka membuka kancing kemejanya satu, ia lalu menggulung lengannya hingga siku, ia meraih gelas dan menuangkan air mineral ke dalam gelas. Ia meneguk air itu secara perlahan.
“Sayang.”
“Iya.”
“Boleh minta tolong nggak?” Tanya Vero, ia menyeduh cangkir berisi kopi.
“Bantu apa sayang.”
“Ambilin gelas aku di dalam kamar.”
“Oke,” ucap Kafka.
Kafka melangkah menuju kamar, ia mendekati meja hias di sana. Ia memandang gelas kosong. Ia mengerutkan dahi, ia menatap sebuah testpack di samping gelas. Testpack itu menunjukan garis dua, bibirnya lalu terangat, dan sekatika ia tersenyum bahagia.
Kafka keluar dari kamar, di tangannya membawa testpack dan gelas. Ia menatap Vero, mereka saling menatap satu sama lain. Kafka memperlihatkan apa yang ia bawa, ia mendekati Vero yang tersenyum memandangnya. Jujur mereka berdua sama-sama tidak menutupi rasa bahagianya.
“This is what you mean?”
“Yes, I'm pregnant.”
“Oh God, aku sungguh sangat bahagia sayang. That’s my girl,” ucap Kafka, lalu memeluk tubuh Vero.
Vero juga membalas pelukan Kafka, mereka saling memeluk satu sama lain, pelukan itu penuh kepuasan. Pelukan itu membuatnya tenang, ia merasakan Kafka mengecup keningnya berkali-kali. Vero melepaskan pelukannya, menatap Kafka.
“Aku telat tiga Minggu. Aku testpack, ternyata positif.”
Kafka mengelus perut rata Vero, “Owh ya. Kok baru ngasih tau aku.”
“Surprise, dong,” ucap Vero terkekeh.
“Setelah makan, kita langsung ke dokter Obgyn,” ucap Kafka.
“Iya.”
“This is our child,” bisik Kafka, ia tidak henti-hentinya menyucapkan terima kasih kepada Tuhan karena diipercaya dikaruniai seorang anak untuk mereka berdua. Mungkin setelah ini ia akan merundingkan kepada orang tuanya agar pernikahan mereka dipercepat.
“I love you.”
“I love you to.”
END
***
Share this novel