13

Drama Completed 1272

_Saat kita melangkah menuju depan bukan berarti kita serta merta meninggalkan yang dibelakang. Karena di belakang ada bekas yang kita tinggalkan._

_____

Sepulang dari BNS Amira merasa tubuhnya tak nyaman, dia merasa pegal semua. Dia pikir ini adalah salah satu sebab kondisi dia yang sedang kedatangan tamu bulanan. Jadi dia tidak mau ambil pusing.

Amira melangkah keluar kamar, dia berniat menuju kafetaria yang ada di lantai bawah dekat lobi. Tadi dia melihat plakat 24 jam di bawah nama kafe itu, jadi dia pikir kafe itu pasti masih buka.

Amira memesan susu panas, kemudian dia membuka ponsel yang sejak pagi tidak dia buka sama sekali. Saat menyentuh layarnya dia jadi ingat waktu tanpa sengaja dia melihat Julia membuka ponsel dengan wallpaper foto keluarga. Dia meringis kemudian meletakan kembali ponselnya di atas meja dan membuka buku yang dia bawa.

Pesanan Amira sudah datang, dia sesekali menyesap susu sapi yang sudah bercampur dengan bubuk coklat.  Amira menjadi ingat, selain kota ini terkenal sebagai penghasil buah apel dan jeruk. Kota ini juga terkenal dengan penghasil susu segar, dia tersenyum tipis. Amira adalah pecinta susu segar, dia jadi ingin mengunjungi koperasi atau tempat di mana berkumpulnya susu-susu segar.

"Apa yang kamu lakukan di sini?" Doni membaca cangkir yang nampak mengepul asapnya dan aroma kopi meruak.

"Mungkin sama halnya yang pak Doni lakukan." Amira kembali fokus kepada bukunya.

"Kamu nampak berbeda sejak pulang dari Jatim Park," kata Doni mengamati sekitar, dia tidak ingin menatap wajah gadis yang di depannya.

"Berbeda bagaimana?" Amira mendongak dan dia melihat Doni mengacak rambutnya.

"Aku tahu Dinan dan kamu sedang dekat." Amira meletakan bukunya saat mendengar ucapan Doni.

"Lalu?" Amira melihat Doni enggan untuk bersuara.

"Jangan dengarkan ucapan yang kadang melukai perasaan, dia memang seperti itu. Dia hanya tak mampu mengungkapkan perasaan dengan kata-kata."

"Terus?"

"Amira, dengarkan aku. Aku tahu kalau Dinan tertarik kepadamu. Kalau boleh jujur aku juga tertarik padamu sejak pertama kali aku bersinggungan denganmu. Namun, saat aku melihat tingkah Dinan aku memilih mundur dan membiarkan Dinan mendekatimu. Bukan karena aku tak memiliki perasaan yang lebih besar, akan tetapi karena hal yang dilakukan Dinan tidak biasa seperti dia memperlakukan perempuan lain. Jadi aku menyimpulkan bahwa kamu spesial bagi Dinan." Amira menatap datar ke arah Doni. Informasi yang diperoleh malam ini sungguh mengejutkan. Bukan karena Dinan yang tertarik padanya, akan tetapi Doni. Ya Doni baru saja memupuskan sebuah harapan.

Amira membuang muka saat matanya segaris lurus dengan mata Doni. Dia menghela napas kemudian dia meminum susu hanyatnya hingga tandas.

Desember yang lembab, Desember identik dengan bulan hujan. Kalau orang Jawa bilang kata 'ber' pada bulan Desember adalah artinya sumber. Sumber adalah di mana air itu muncul sehingga Desember sering dikenal dengan bulan hujan.

Amira melangkah menuju kasir, dia meninggalkan Doni begitu saja tanpa sedikitpun komentar. Dia sedang lelah tak ingin banyak pikiran menyerang.

Amira keluar dari kafetaria, dia langsung disambut dengan gerimis yang sejak tadi tak kunjung berhenti. Dia melangkah membiarkan tubuhnya dijatuhi oleh mutiara langit, dia membiarkan semua itu. Dia berjalan ke sebelah kanan di sana nampak ada kolam renang di tengah taman. Dia berjalan dengan pasti.

Amira mendongak, dia hanya dapat melihat gelap yang menyelimuti langit, dia merasakan tubuhnya mulai menggigil namun tak jua dia ingin lepas dari suasana tenang yang tengah menyapanya.

"Tertarik?" bisik Amira pelan hingga dia merasa ada tangan yang menariknya. Dia menoleh dan mendapati Dinan berjalan dengan cepat tak menghiraukan dirinya yang tertatih mengikuti langkahnya.

Amira mengira Dinan akan mengajaknya untuk berteduh, akan tetapi yang dia pikirkan salah. Dinan mengajaknya keluar dari hotel dan berjalan menuju jalan besar. Di sana hujan cukup besar hingga mampu membuat tubuhnya cepat basah.

"Kita mau kemana?" tanya Amira saat Dinan tak kunjung bersuara.

"Main hujan," kata Dinan memperlambat langkahnya.

"Aku pikir Bapak mau mengajak berteduh." Amira tersenyum tipis.

"Kalau saya mengajak berteduh, kamu yakin tidak protes?" Amira menggelangkan kepalanya, jelas dia akan melancarkan protes.

"Bapak, kita tidak akan tersesat bukan?" Amira merasa asing dengan gang yang dimasuki oleh Dinan. Dinan melepas tangannya kemudian dia memutar tubuh Amira dua kali.

"Ini ada di mana?" tanya Amira bingung. Saat menatap jalan dia sadar saat ini dia berada di tengah perempatan. Dan dia dengan yakin akan berteriak bahwa dia lupa jalan yang mana yang sudah dia lewati.

Amira merasakan tepukan di atas kepalanya, dia mendongak dan melihat tangan Dinan terparkir di sana.

"Kamu tak akan takut lagi, karena selama kamu memegang tangan saya kamu akan ikut kemanapun saya pergi." Amira menatap wajah serius Dinan kemudian dia merasakan genggaman di tangan kirinya.

Amira kembali merasakan tubuhnya di tarik, dia mengikuti Dinan. Dia melihat sebuah toko baju, dia heran apa yang akan Dinan lakukan. Dinan membawa Amira masuk kemudian berbicara dengan pemilik toko. Setelah mendapat yang Dinan inginkan dia kembali mengajak Amira keluar.

Tangan kiri Dinan membawa dua kresek dan tangan kanan Dinan membawa payung besar. Kalau boleh jujur, saat ini tubuh Amira terasa menggigil namun bukan sekedar karena hujan namun juga karena perlakuan Dinan yang menurutnya sangat romantis.

"Ayo!" Dinan mengajak Amira berjalan, kali ini hujan tidak lagi menyiram tubuh keduanya karena keduanya sudah berlindung di balik payung.

-----

"Semalam dari mana?" tanya Nirmala duduk di depan Amira.

"Kapan?" Amira masih asik makan nasi yang ada di depannya.

"Semalam, aku cari gak ada terus datang-datang basah kuyup bikin lantai licin." Amira mendongak kemudian dia menjadi ingat kejadian semalam. Dia tersenyum sendiri membuat Amira mendapat sentilan dari Nirmala.

"Malah senyum," kata Nirmala sambil berdecak kemudian dia makan sarapan yang sudah dia pesan.

"Main hujan Mbak." Amira berkata dengan tenang.

"Umur berapa sih?"

"Dua puluh empat, mau dua lima tahun."

"Gitu masih suka main hujan." Amira meringis mendengar gerutuan Nirmala.

"Barang udah ditaruh bus?" tanya Kamil dengan santai mengambil duduk.

"Sudah pak," jawab Nirmala.

"Kalian ada ide gak buat liburan khusus guru?" Amira dan Nirmala saling pandang.

"Kan gak semua guru ikut liburan ini, jadi rencananya nanti pas libur semester satu akan ngadain pariwisata khusus untuk guru dan staf."

"Terus dananya?"

"Transportasi ditanggung dana sekolah akan tetapi makan dan yang lainnya cari sendiri."

"Wah lumayan," kata Nirmala.

"Ada ide gak? Bu Misye minta ke Lombok. Kalau kalian siapa tahu ada ide yang lebih baik." Amira menyelesaikan makannya kemudian mengusap bibirnya dengan tisu.

"Saya gak ada." Amira minum air putih.

"Kalau Bu Mala?" Nirmala nampak berpikir.

"Raja Ampat gimana?" Amira tersedak karena celutuk Nirmala.

"Gak papa Bu?" tanya Kamil sambil menyerahkan air putih, Amira menggelangkan kepalanya kemudian menatap Nirmala yang sedang meringis.

"Emangnya kalau Pak Kamil pingin ke mana?"

"Ke teluk Kiluan." Amira mengerutkan dahinya, kemudian dia saling pandang dengan Nirmala.

"Apa itu Pak?" Nirmala bertanya dengan heran.

"Itu tempat wisata yang ada di Lampung. Di sana sudah terdapat villa dan juga tempat wisata lumba-lumba. Pokoknya udah lengkap." Amira menggeleng.

"Musimnya sedang tidak mendukung untuk pergi ke tempat seperti itu Pak." Kamil mengangguk setuju. Amira heran, dia yang berpendapat disanggah malah setuju-setuju saja tanpa bantahan.

"Makanya saya gak usul ke sana," kata Kamil.

"Ke Transmedia aja," kata Nirmala.

"Mau ngapain ke sana?"  Nirmala hanya terkekeh saja. Kemudian ketiganya berpencar karena sudah mendapatkan panggilan untuk masuk ke dalam bus. Saatnya melanjutkan perjalanan.

Perjalan kali ini akan menuju sebuah taman besar yang ada di kota Malang, Selecta. Perjalanan tidak begitu jauh namun kota malang terkenal dengan kota pendidikan yang padat merayap jadi wajar jika bus hanya bisa berjalan dengan kecepatan sedang.

"Pak Dinan sakit?" tanya salah satu anak yang tak sengaja memegang tubuh Dinan karena bus tiba-tiba mengerem mendadak.

"Enggak, hanya capek." Amira dan Nirmala saling berpandangan.

"Tapi aura tubuhnya panas sekali." Nirmala berdiri mendekati Dinan.

"Kamu sakit, pucat banget." Dinan tidak menyahut dia malah menutup wajahnya dengan jaket.

"Ih, Dinan." Nirmala berseru kesal, dia lupa jika di dalam bus ada banyak siswa.

"Mala," kata Dinan setengah mengeram.

"Pindah sana!" Nirmala meminta Dinan untuk pindah duduk dengan Amira. Karena menurut Nirmala mungkin bisa sedikit membantu Dinan untuk istirahat. Tempat duduk yang ditempati Nirmala dan Amira ada tiga kursi sedang yang ditempati Dinan dan Doni dua kursi.

"Kepalaku pusing jangan ganggu," kata Dinan. Nirmala menatap Doni kemudian keduanya seolah berbicara dalam tatapan dan memaksa Dinan pindah duduk.

"Bentar ya Ra, biar tidak bocah bisa tidur. Soalnya itu bocah kalau sakit gak bisa minum obat. Karena obatnya cuman pelukan bunda dan tidur." Amira menggeser duduknya, sehingga dia berada di dekat jendela. Dinan nampak ogah-ogahan pindah namun lelaki itu tetap pindah.

Amira mengamati Dinan yang duduk di sebelahnya dalam diam, dia juga melihat betapa sayangnya Nirmala kepada Dinan. Dengan telaten Nirmala membenarkan posisi kursi sehingga Dinan nampak nyaman kemudian menyelimuti tubuhnya dengan selimut dan jaket.

Amira melihat tangan Dinan yang nampak putih, seolah darah tidak mengaliri. Dia menyentuh tangan itu untuk dimainkan di atas perut Dinan. Dia terkejut dengan tangan dingin Dinan.

"Aku gak papa," guman Dinan dengan mata terpejam.

"Tolong oleskan minyak ke tangannya ya," kata Nirmala sambil memberikan botol minyak kayu putih, yang entah didapat dari mana. Amira mengangguk kemudian menoleh ke arah Dinan.

Amira mengambil tangan Dinan kemudian dia menuang minyak ke telapak tangan besar Dinan. Dia dengan pelan meratanya dengan tangan mungilnya. Amira merasa sangat kecil saat tangannya berada di atas telapak tangan Dinan. Dia meringis kemudian segera menyelesaikan hal yang dia lakukan. Entah mengapa dia menjadi gelisah dan AC terasa tak mampu mendinginkan tubuhnya.

------

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience