Bagian 15

Romance Series 3132

Arda masih berjalan mondar-mandir menunggu Valen yang saat ini tengah ditangani. Dia tidak tau kenapa Valen bisa pingsan dan tubuhnya menggigil. Apa dia sakit? Rasanya dia ingin sekali mendobrak pintu kaca dihadapannya ini dan menerobos masuk, memastikan tidak ada yang luka dari Valen. Dia benar-benar khawatir.

Suara pintu terbuka menampilkan seorang dokter muda yang memandang Arda lekat. Tanoa aba-aba dia menimpuk kepala Arda dan membuat pria tersebut mengaduh karena pukulan yang lumayan keras.

“Apa kamu gila, Arda?” ucapnya dengan nada suara tegas, “wanita yang kamu bawa kemari, dia bukannya Valentine Azura? Sudah kamu apakan dia sampai pingsan?”

Arda mengelus kepalanya yang masih sedikit nyeri. “Aku gak ngapa-ngapain dia. Cuma ajak jalan dan dia pingsan.”

“Jalan? Kalian pacaran?” tanyanya dengan suara menyelidik.

Arda langsung menggeleng, membuat dokter muda tersebut menghela nafas lega. “Akan,” ucap Arda membuat dokter tersebut menggeleng tidak percaya. Apa benar yang dihadapannya ini saudaranya?

“Aku yakin Valen tidak akan mau,” ucapnya mengejek.

“AKu yakin dia pasti mau.” Arda menatap penuh keyakinan.

“Dan aku jauh lebih yakin kalau Paman Adelardo tidak akan pernah menyetujuinya.”

Kalimat barusan membuat Arda diam seketika. Dia juga langsung merasa bingung. Bagaimana dia akan meminta restu jika jasadnya saja tidak ditemukan. Jangankan makannya, batu nisannya saja tidak pernah ada. Arda menghela nafas panjang dan berfikir. Bukankah dia hanya membutuhkan restu dari keluarga kalau begitu?

Arda tersenyum menyadari hal tersebut. Dia memang cerdas dalam hal apapun, katanya dalam hati dengan rasa bangga. Jika tidak ada Adelardo, bukankah Abyan atau Adelio berhak memberikan restu untuknya?

“Sudahlah, jangan terlalu banyak dipikirkan,” ucap Sony-dokter muda tersebut dan menepuk pundak Arda pelan, “jaga dia. Jangan sampai terjadi apa-apa atau nanti kamu akan dihajar sama papanya.” Sony yakin, jika terjadi apa-apa dengan Valen, dia akan mengamuk nantinya. “Setidaknya awahnya.”

Arda mendengus kesal. Saat kakinya hendak melangkah masuk ke dalam, dia memutar kembali tubuhnya dan menatap Sony yang sudah hampir menjauh darinya.

“Sony, tunggu.” Arda langsung mengejar ketika Sony berhenti dan menatapnya.

“Ada apa?”

“Apa dia baik-baik saja?” tanya Arda baru ingat dengan kondisi Valen, “dia tiba-tiba pingsan saat kita ke danau.”

“Jangan ajak dia ke tempat dimana di sana terlalu banyak air. Seperti danau, bendungan, pantai, laiut. Ya, semua yang berhubungan dengan hal tersebut.”

“Kenapa?” Arda bingung. Kenapa?

“Dia trauma dengan tempat seperti itu. itulah sebabnya dia pingsan. Itu hanya reaksi dari ketakutannya saja. jadi, jangan ulangi. Dia tidak bisa datang ke tempat sejenis itu karena trauma,” jelas Sony. Dia yakin itu semua pasti karena kecelakaan yang dialami keluarganya beberapa tahun silam. Kecelakaan yang membuatnya harus berstatus sebagai anak yatim piatu.

Arda mengangguk. Dia baru tau hal seperti itu. Setelahnya, dia kembali menuju ruang perawatan Valen.

*****

Sudah hampir dua jam Arda menunggu dengan perasaan bosan karean Valen tidak juga bangun. Sudah berapa buku yang dibacanya? Bahkan semua yang diberikan Sony sudah dibacanya. Makanan? Dia juga sudah menghabiskan banyak sekali makanan baik berupa nasi atau sekedar makanan ringan.

Arda melirik Valen yang masih setia memejamkan mata. Dia beneran pingsan atau sekalian tidur? Arda melirik dan mendapati wajah tenang seorang Valen. Tiba-tiba wajahnya tersenyum dan dengan gerakan cepat, tangannya mendekatkan kursi yang sudah berada di sebelah kanan Valen. Arda mendekatkan wajahnya dan meneliti setiap inci tubuh Valen.

“Pantas banyak yang tidak menyukaimu. Kamu cantik,” ucapnya dengan senyum terulas.

Masih asik dengan pemadangan dihadapannya, gerakan gelisah Valen membuat Arda langsung membelalak. Dia takut ada apa-apa dengan Valen, tetapi tidak juga memanggil pihak rumah sakit.

“Valen, kamu kenapa?” suara Arda terdengar begitu ketakutan.

“Papa. Mama,” teriak Valen.

Arda langsung diam. Dia tau apa yang membuat gadis dihadapannya ini berteriak. Dia teringat dengan kecelakaan orangtuanya yang terjadi tepat dihadapannya. Bodohnya dia karena tidak menyadarinya.

“Mama, Papa. Jangan tinggalin Valen. Valen takut sendiri,” teriak Valen dengan suara terisak. Matanya mulai mengeluarkar tetes kristal bening yang semakin membanjiri wajahnya.

“Valen, buka mata. Buka mata kamu,”ucap Arda sembari menepuk ringan kedua pipi Valen.

Gerakan kecil tersebut membuat Valen kembali dari alam bawah sadarnya dan membuka mata. Tampak wajah gusar Arda yang tengah menatapnya. Kemudian, helaan nafas lega terdengar dari arah Arda ketika matanya menatap Valen yang sudah sepenuhnya sadar. Hanya saja, tangisnya masih belum mereda.

“Papa, Mama.”Valen tidak melanjutkan ucapannya dan terisak.

Arda yang mendengar tidak tega dan langsung saja memeluk Valen erat. Berusaha menenangkan Valen dan membuat gadis tersebut kembali nyaman. Ini pertama kalinya dia melihat Valen menangis hingga terisak. Tangannya membelai lembut punggung Valen, memberikan rasa nyaman yang membuat gadis tersebut sedikit mereda.

Valen masih terisak meski tidak seperti tadi. Dia melepaskan pelukan Arda dan menatap pria tersebut lekat. Dia takut jika mencintai Arda akan membuatnya sakit. Namun, dia juga ingin bahagia. Apa Arda akan memilihnya? Sedangkan setahu dia Arda mencintai Gea. Bolehkan dai berharap meski harapannya begitu tipis?

Arda yang melihat mata berlinang Valen tidak tega dan langsung menghapusnya. “Jangan menangis lagi,” ucapnya menegaskan. Dia tidak akan membuat Valen menangis kembali.

Arda masih menatap Valen lekat. Tanpa sadar dia mendekatkan bibirnya ke arah Valen dan meletakannya tepat di bibir Valen. Hanya ciuman sesaat dan itu membuat Valen tegang. Ini ciuman pertamanya dan Arda yang merenggutnya.

Awalnya Arda hanya ingin menempelkannya saja, tetapi nyatanya berbeda. Dia melumat bibir Valen dengan lembut. Manis. Valen yang mulai sadar mencoba mendorong Arda dan membuat ciumannya terlepas.

Valen menatap Arda tidak percaya. Mereka baru saja berciuman? Matanya menatap Arda penuh tanya dan meminta penjelasan. Apa maksudnya ini?

“Maaf,” ucap Arda yang kembali mencium bibir Valen dan melumatnya dalam. Dia bahkan menekan kepala Valen erat agar bisa memperdalam ciuman mereka.

Valen memberontak dan memukul pundak Arda keras agar melepaskan ciuman tersebut. Namun, uasahnya sia-sia. Arda malah memperdalam ciumannya dan itu membuat Valen hanya mampu diam dan pasrah. Valen akhirnya mengalungkan tangannya di lehar pria yang saat ini tengah mencumbunya dan menikmati setiap sentuhan Arda.

Arda melepaskan ciuman mereka dan mengusap bibir Valen yang sudah bengkak. Dia tersenyum puas dengan apa yang dilihatnya. “Seksi.”

“Licik.” Desisi Valen dengan mata menyipit.

“Maaf,” ucap Arda dengan senyum dan kembali mencium bibir Valen. Kali ini tidak ada penolakan karna Valen langsung menerima begitu saja.

Sedangkan di luar, dua pria tengah menatap keintiman mereka berdua dengan wajah berbeda. Satunya merasa bangga dan satunya hanya diam tanpa ekpresi.

“Sepertinya kita akan berbesan, Ade,” ucap Stev dengan kerlingan mata menggoda.

Adelardo menatap Stev tanpa minat dan segera melangkah pergi. “Anakmu terlalu nyosor, Stev. Aku takut anakku akan terluka jika bersamanya.”

Stev yang mendengar hanya tersenyum dan mengikuti langkah sahabatnya. “Tapi dia akan memuaskan Valen nantinya,” goda Stev dan hanya membuat Adelardo menggeleng tidak percaya. Otak sahabatnya masih saja mesum.

Ya, Adelardo cetta masih hidup dan itu semua berkat Abyan yang mengatur rencana sedemikian hebat. Ade bersyukur, setidaknya saat ini Arda bisa menjadi teman untuk anaknya.

“Papa harap kamu akan tetap tersenyum sampai waktunya kita bertemu, sayang,” ucap Adelardo dalam hati.

*****

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience