Bagian 2

Romance Series 3132

Valen merupakan gadis dengan kecantikan yang luar biasa. Semua merasa iri dengan kesempurnaannya. Jujur, dia enggan memiliki wajah berlebihan. Sesuatu yang berlebihan memang tak baik. Seperti saat ini, karena kecantikannya yang tak wajar dia tak memiliki teman. Tak mendapat seseorang yang tulus. Semua teman perempuannya entah kemana dan tetangga selalu membicarakan dirinya yang lahir dari seorang wanita jalang yang berwajah sama dengannya.

Ya, Valentine Azura merupakan keturunan dari keluarga Cetta. Tapi dia tak diakui karena ibunya merupakab wanita jalang yang dinikahi ayahnya. Keluarga Azura memang terkenal dengan keburukannya. Neneknya bahkan sama, tak memiliki suami karena ulah bejat seseorang yang memperkosanya. Dan itu melekat bukan sebagai hal baik melainkan hal buruk.

Tidak diragukan, keluarga Azura memang sempurna dengan kecantikannya tetapi itu juga menjado musibah.

Keluarga Azura itu memang dikutuk untuk tak mendapatkan seorang lelaki setia. Selama garis keturunan, semua keluarga Azura selalu sendiri dan tak ada yang memiliki suami.

Itu yang selalu diucapkan orang diluaran. Tapi mereka salah. Nyatanya Adelardo Cetta, anak terakhir dari keluarga Cetta mencintai keturunan Azura dan menghabiskan waktu bersama. Ya, mereka pergi bersama dan Valen harus menyandang nama Azura sendiri.

Valen membuka pintu cafe dengan terburu-buru. Matanya mencari sosok kecil berambut sebahu yang tengah menunggunya dengan geram. Dapat. Setelah menemukannya, Valen langsung menghampirinya dan duduk dengan tenang. Setelah melepas masker tangannya menyambar gelas berisi minuman. Di luar terlalu panas. Dengan celoteh tak bermutu dan tatapan yang tak menghargainya.

"Kau benar-benar parah, Valen. Aku menunggumu terlalu lama dan sekarang kau menghabiskan minumanku."gerutu Indry-sahabat Valen.

"Maaf. Aku menabrak seseorang." Valen mengatakan yang sebenarnya.

"Benarkah?" Indy menyipitkan mata tak percaya. Apa benar yang dikatakan temannya?

Valen mengerti tatapan mengintimidasi Indry langsung mengangkat ke telunjuk dan jari tengah. "Suer. Aku gak bohong."

"Baiklah-baiklah." Indry menyerah. "Apa yang akan kau lakukan sekarang?"

Belum sempat Valen menjawab, seseorang dibelakangnya mengusik ketenangannya.

"Bukankah dia Valentine Azura?"

"Iya. Dia satu-satunya keluarga Azura sekarang."

"Kenapa dia tidak lenyap juga bersama dengan ibunya? Dia benar-benar merusak pemandangan."

"Ya begitulah. Malah sekarang dia diasuh keluarga Cetta yang lain."

"Enaknya. Meski anak seorang bitch dia tetap diakui keluarga Cetta."

Enak? Tak taukah mereka hidup dalam keluarga Cetta membuatnya sesak. Tak bisa bernafas dan selalu merasa terbebani. Jika dia tak ada dilingkungan keluarga itu, akan jauh berbeda. Mungkin dia akan menikmati kehidupan yang sesungguhnya dan tak perlu merasakam tekanan menjaga nama keluarga. Toh dia sudah tak menyandang nama Cetta dan malah Azura. Jadi tak masalah jika Valen tak harua hidup dikeluarga konglomerat itu.

"Tapi tetap saja dia tak dianggap. Dia saja tak menyandang nama Cetta."

Ya, itu yang benar. Apapun yang dilakukan, menjaga nama baik dan menyembunyikan wajah agar tak terjadi hal yang akan mempermalukan keluarga Cetta, dia tetaplah bukan Cetta. Tak ada garia keturunan Cetta yang lahir dari seorang tak terhormat. Tapi Valen bersyukur, setidaknya dia tak hidup dalam kebohongan.

Indry mengusap tangan Valen lembut. Dia tau temannya hanya menahan amarahnya saat ini. Dia selalu menyimpan lukanya sendiri.

"Are you okey?"

Valen mengangguk dan tersenyum. Selalu. Selalu senyum itu yang menunjukkan dia tidaklah lemah. Senyum yang ditunjukkan untuk memanipulasi kepedihannya.

"Sudahlah. Itu omongan orang. Gak usah didengar." Indry berusaha santai, tak menunjukkan belas kasihannya kepada Valen. Valen benci dikasihani.

"Tapi kita hidup di dunia bukan dengan seenak hati, bukan? Pendapat masyarakat harus didengarkan." Valen menatap dan tersenyum manis.

"Tapi kalau kamu dengerin omongan orang kamu bisa gila.  Be your self. Itu akan jauh lebih baik, bukan? Setidaknya kamu gak munafik." Valen memang harus diberikan semangat.

Valen mengangguk dan tersenyum. Seorang wanita berjalan beriringan dengan seorang pria dan menatap Valen lekat. Gadis itu masih tersenyum dan perlahan hilang dengan tatapan tak suka. Pria itu memandangnya tak berkedip. Sedangkan yang wanita menariknya dengan kesal.

"Jangan menggoda kekasihku."ucap wanita itu sembari menyeret kekasihnya.

Valen mengerutkan kening heran. Padahal dia tak menggoda siapapun. Tatapannya beralih memandang Indry yang sibuk dengan minumannya. Apakah temannya juga akan begitu saat memiliki pacar?

"Ah, iya Indry. Jika kau menyukai seseorang atau memiliki kekasig, jangan pernah kenalkan kepadaku. Setidaknya saat jasad ini memiliki kehidupan."celetuk Valen. Dia harus mengingatkan temannya. Dia tak memiliki siapapun selain Indry.

"Kenapa?" Indry mendongak tak setuju dan menunduk. "Aku malah akan memperkenalkannya kepadamu. Mungkin orang pertama yang akan aku kenalkan sebelum keluarga.

Apa?! Gila ! Valen membelalak tak terima. "Aku tak mau menemuinya. Aku tak mau hubungan persahabatan kita putus."

"Kenapa harus putus? Aku hanya mengenalkannya kepadamh dan bukan memberikannya." Indry mengerti maksud perkataan sahabatnya ini.

"Memperkenalkannya sama saja menyrerahkannya."

Indry tersenyum. "Tenanglah. Aku akan memperkenalkannya kepadamu. Jika dia mencintaiku dan menerima apa adanya,dia tak akan tergoda dengan kecantikan luar biasamu itu. Tapi jika dia tertarik padamu, maka aku akan melepaskannya dan meninggalkannya."tutur Indry santai.

"Kenapa?" Kali ini Valen yang tak mengerti. Apa sahabatnya ini gila?

"Karena jika dia tergoda denganmu, maka dia tak setia. Hatinya goyah hanya dengan kecantikan dewi mu, Val." Benar. Jika pria mencintai seaeorang maka dia tak akan goyah meski beribu bidadari menghampiri. "Aku tak akan menyalahkanmu."

"Gila." Hanya itu yang dapat diucapkannya. Sepertinya temannya memang gila.

Indry hanya tetawa kecil. Dia memang gila. Semua wanita menjauhi Valen karena takut someone spesial-nya direbut Valen. Sedangkan dia, dia malah mendekat dan tak mempermasalahakan ini. Ini bukan beban.

"Baiklah. Jadi itu tujuanmu ngajak ketemu?" Indry menyesap kembali minumannya.

Tadi pagi Valen menelpon dan mengatakan ada hal penting yang akan dikatakan. Indry yakin ada hal lain yang akan dikatakan sahabatnya ini. Tak biasanya dia menelpon dan berbisik-bisik.

Ah iya. Valen menepuk jidatnya pelan. Membuka tas dan mengeluarkan amplop coklat. Ini tujuannya mengajak Indry bertemu hari ini. Langkah awal untuk bebas dari keluarga Cetta. Dia tak akan mengusik keluarga konglomerat itu. Tak mengusik warisan yang ditinggalkan orangtuanya. Harusnya Deddy memberikan warisan berupa kebebasan dari keluarga Cetta, pikir Valen kesal.

"Apa ini?"tanya Indry saat Valen mengulurkan amplop coklat itu.

"Itu surat toko."

Indry mengerutkan kening. Apa? Toko? Untuk apa? Banyak sekali yang ingin ditanyakan kepada gadis dihadapannya ini. Tapi sebelum dia bertanya, Valen langsung menjawab pertanyaan yang tak terlontar itu.

"Aku membeli supermarket dan berniat membuka cafe di sana. Supermarket itu terlalu besar. Jadi selain menjadi supermarket aku ingin membuat cafe di sebelahnya."jelas Valen gamblang.

"Untuk apa?" Indry semakin bingung. Untuk apa sahabatnya ini membuka usaha? Bukankah uang dari keluarganya lebih dari cukup?

Ya, meski keluarga Cetta tak menerima Valen tetap saja ada darah Cetta mengalir. Mereka tak akan mempermalukan diri sendiri dengan tak membiayai Valen dengan layak dan memberikan uang yang banyak. Dan uang itu lebih dari cukup. Tapi sayang, Valen selalu menggunakan pakaian sederhana dan tak mau menunjukkan apa yang keluarga Cetta berikan. Bukankah mereka telah memberikan luka? Untuk apa dia harus memberikan kehormatan jika pada akhirnya juga akan mendapat hinaan?

"Langkah awal melepaskan diri dari keluarga Cetta." Valen sudah merencanakan ini lama. Memisahkan diri dari Cetta memang impiannya. Dia mampu hidup sendiri. Tapi kehidupan membutuhkan uang. Itu sebabnya dia mengumpulkan uang yang diberikan rutin tiap bulan dan membeli supermarket. Dan saat dirasa cukup dan usahanya maju, saat iti dia akan benar-benar pergi.

"Kamu yakin?" Indry tak yakin. Meski Valen selalu tampil sederhana, dia tak yakin jika Valen pergi semua akan baik-bail saja. Bukan hanya keuangan yang berbeda tapi juga hidupnya. Abyan Cetta-pamannya-tak akan membiarkannya begiti saja. Terlebih Adelio Cetta-kakenya-tak akan mengijinkannya. Pria itu menyayangi Valen meski tak pernah ditunjukkan secara gamblang.

Valen mengangguk mantap. Ya, inilah saatnya.

"Baiklah," Indry menyerah. Dia hanya berharap ini yang terbaik. "Lalu apa yang harus aku lakukan?" Dia tau Valen tak akan bisa menjalankan sendiri karena keluarga Cetta yang akan menghalangi jika mengetahui semua usahanya.

"Aku ingin kamu yang menjadi owner-nya. Kamu taukan bagaimana jika keluarga Cetta mengetahuinya. Dan jangan sampai ada yang tau tentang ini."

"Kenapa aku?" Indry bingung. Tidak punyakah dia orang kepercayaan seperti kebanyakan orang kaya raya?

"Karena kamu temanku. Hanya kamu yang bisa dipercaya." Valen menyunggingkan senyum dewi-nya.

"Baiklah. Aku akan berusaha sebaik mungkin." Indry mengangguk setuju. Benar. Siapa lagi yang akan dipercaya selain dirinya. Mengingat semua menjauhi Valen. Pasti di rumah juga tak ada yang mau berteman dengannya. Itu sebabnya dia ingin keluar secepat mungkin.

Kecantikan bukanlah kesalahan. Kelebihan bukanlah hal yang harus menjadikan kita menjadi munafik karena iri. Semua kesalahan bukan pada Valen, tapi paradigma mereka yang tak berubah. Valen manusia biasa dan dia tak menghendaki takdir. Dia hanya menjalani garis takdirnya, batin Indry dan dia tulus berteman dengannya

Share this novel

Ummul Anisah
2020-01-28 15:34:15 

kenapa belum up....

Ummul Anisah
2020-01-28 15:34:15 

kenapa belum up....

Ummul Anisah
2020-01-28 15:34:08 

kenapa belum up....


NovelPlus Premium

The best ads free experience