Bagian 14

Romance Series 3132

Valen melangkah menuruni tangga rumah dengan perasaan senang. Hari ini dia akan pergi bersama dengan Arda. Entah mengapa hatinya juga berdegup begitu kencang. Bahkan semalam saat menerima pesan dia tidak bisa tidur dengan nyenyak. Pertama kali dia merasakan hal aneh yang menurutnya tidak lazim. Rasanya benar-benar susah dijelaskan.

Apa ini cinta? Pikirnya dalam hati dan membuatnya tersenyum riang.

Sembari bersiul, Valen menuruni anak tangga terakhir. Dia melangkah pasti dan tanpa disadari, seseorang mengawasinya di ruang makan dengan tubuh bersandar di kulkas.

“Bahagianya ini anak wanita murahan.” celetuknya membuat Valen menghentikan langkahnya.

Valen berbalik dan menatap Gea tajam. Barusan dia mendengar apa? Anak wanita murahan? Bahkan saat mamanya tidak bernyawa lagi pun masih mendapat cemoohan.

“Lebih baik jangan urusi urusan orang lain dan berhenti mencampuri masalah orang lain.” Valen masih berusaha sabar dan tidak menanggapi ucapan Gea. Tidak mau terpancing dan mendapat omelan lagi.

Gea yang melihat Valen sinis langsung tertawa kecil dan melemparkan pandangan tidak sukanya. “Kamu tau, Ibu kamu itu wanita gak bener. Dan sekarang anaknya malah ikutan jadi gak bener.”

“Yah, mau bagaimana lagi, kamukan keturunannya. Seberapa besar menghindar juga tetep bakal menurun.” Lanjut Gea dengan ucapan sinis.

Valen mengerutkan kening bingung. Apa maksudnya? Dia bahkan tidak mencampuri urusan Gea sedikitpun. Mengenal teman Gea saja tidak.

“Apa maksudmu?” Valen menatapnya tidak kalah tajam.

Gea tersenyum kecil dan kembali menatap Valen. “Kamu mau pergi sama Arda, kan?”

“Bukan urusanmu.” Valen tetap terlihat angkuh. Dia tidak mau menjadi lemah dan memperlihatkan rasa penasarannya.

“Jalan-jalanlah. Untuk sekarang kamu bisa mengajaknya bermain.”Gea lebih menyondongkan wajahnya dan menarik bibir sebelah kanannya. “karena saat dia menjadi milikku, kamu bahkan tidak boleh menatapnya.

Deg.

Mendengar hal tersebut Valen langsung diam membeku. Dia tidak tau kenapa tetapi, rasanya hatinya pilu. Ada secercah kepedihan yang muncul dengan sendirinya. Rasanya dia tidak rela mendengar hal tersebut.

“Jangan kaget. Gea Cetta bisa mendapatkan apapun hanya dengan menyentilkan jari saja.” ujar Gea bangga dan langsung meninggalkannya begitu saja.

Sepeninggal Gea,Valen langsung diam. Apa yang dikatakan Gea benar? Atau hanya karangan agar Valen menjadi lemah dan menyerah. Menyerah? Bahkan dia tidak tau apa yang harus diperjuangkannya. Apakah Arda? Valen sendiri bingung apa yang dirasakannya cinta. Ini pertama kalinya dia gagal melindungi hati. Arda terlalu baik untuknya dan juga terlalu indah untuk dimiliki. Ada perasaan menyesal telah membiarkan hatinya dengan lancang mulai jatuh cinta.

Valen berniat kembali ke kamar dan menggani dress-nya dengan kaos biasa dan siap berangkat ke café. Sebelum hal tersebut terjadi, suara ponsel membuatnya berhenti. Saat dilihat, nama Arda yang tertera.

Arda calling.

Ingin rasanya panggilan tersebut diangkat tetapi langsung diurungkan. Valen hanya diam dan duduk di meja makan dengan wajah muram. Dia takut jatuh cinta. Bahkan saat dia belum yakin itu semua cinta. Tidak dapat dipungkiri, Valen hanya takut jika pada akhirnya dia tidak mendapakatkan seorang kekasih yang sebaik papanya.

“Itu telfon kenapa gak diangkat? Bunyi terus, sayang.”

Mendengar suara tersebut membuat Valen langsung mendongak dan melihat siapa yang menyapanya. Tampak Abyan masih menyeka keringat tersenyum kepadanya. Sayang? Sudah lama dia tidak mendapat panggilan yang sangat menenangkan. Dia merindukan sosok papanya yang benar-benar mirip dengan Abyan.

“Kenapa malah melamun?” tanya Abyan yang melihat Valen menatapnya lekat. Ini memang pertama kalinya dia memanggil ‘sayang’ setelah sekian lama Ade menghilang. Sebenarnya dia sudah tau dengan siapa Ade pergi. Hanya saja, dia tidak tau ditempatkan dimana adiknya itu. Bahkan menurutnya ini sudah terlalu lama.

“Bisa panggil sekali lagi?” pinta Valen dengan mata berkaca. Dia ingin mendengar panggilan yang menurutnya menghangatkan. Sudah lama dia tidak mendengar panggilan dari Abyan. Dia bahkan lupa bagaimana rasa sayang yang diberikan oleh Kakak kandung dari papanya.

Abyan yang awalnya tidak mengerti hanya mengerutkan kening heran. Setelahnya dia tersenyum karena tau apa yang dimaksud Valen. “Sayang.” Panggil Abyan lagi dengan suara yang meneduhkan.

Valen yang mendengar langsung tersenyu sekilas dan menitikan air mata. Tanpa sadar, Valen langsung memeluk Abyan dengan erat. Bedanya, kali ini tidak ditangkis. Dulu, saat dia masih kecil, Abyan tidak mau memeluknya. Bahkan tidak jarang dia merasa diabaikan. Hingga Valen terbiasa dengan kehidupan sendiri. Sampai Indry datang dan menjadi sahabat terbaik selama hidupnya.

“Papi.”

Mendengar panggilan tersebut membuat Abyan luluh. Sudah lama dia mengabaikan Valen hanya untuk membongkar kejahatan Farah. Berpura-pura agar keponakannya tidak disakiti siapapun. Bahkan dia mengirimkan body guard terbaiknya untuk menjaga Valen. Dan tanpa diketahui, Indry merupakan salah satu penjaga yang dipilih Abyan untuk Valen. Menjadi pelindung sekaligus teman karena Valen selalu sendirian.

Abyan melepaskan pelukannya dan tersenyum kecil. “Jangan menangis. Nanti make up nya hilang.”

Valen yang mendengar hanya tertawa kecil, diikuti Abyan yang juga tertawa. Sejak kapan papinya suka bergurau? Ya, Valen memang memanggil Abyan dengan sebutan Papi. Hanya setela dia sadar bahwa dia tidak diharapkan, Valen mengganti panggilannya dengan sebutan ‘Tuan Abyan Cetta’.

“Udah ada yang nunggu di luar. Temuin gih. Keburu pergi.” ucap Abyan dan menghapus air mata Valen.

“Siapa?”

“Arda. Arda Alvaro.”
Valen diam. Arda sudah datang? Bagaimana dia akan kabur? Bahkan dia mulai ragu untuk pergi.

“Pergi saja. jangan pikirkan hal lain yang belum tentu. Pikirkan saja kebahagiaan kamu.” saran Abyan membuat Valen menatapnya bingung.

“Tetapi..”

“Sudah cepat pergi. Papi tidak mau ada tamu yang menunggu kamu sampai jamuran.”

Valen yang mendengar hanya tersenyum dan mengangguk. Dia bangkit dan langsung berjalan pergi. Baru beberapa langkah dia berhenti dan berbalik menatap Abyan. Abyan yang ditatap langsung meyakinkan sampai Valen akhirnya pergi. Valen hanya takut jika nanti dia pulang Abyan berubah lagi. Sekejap. Dulu harapannya hanya sekejap tetapi, pada nyatanya dia ingin merasakan kebahagiaan yang sempurna.

“Untuk kali ini. Kali ini saja aku egois dan mendapatkan apa yang bisa didapatkan. Aku ingin melebihi kamu dan mendapatkan Arda, Gea. Sampai Arda yang memutuskanku untuk pergi.” Entah keberanian darimana. Mungkin karena kelembutan Abyan yang membuatnya yakin dan bertindak kurang ajar.

*****
Valen melangkah bersama dengan Arda yang sudah berdandan rapi. Banyak mata yang tertuju padanya karena kali ini, Valen memilih untuk membuka maskernya. Arda yang menyuruhnya. Awalnya dia sudah memakai masker tetapi pria yang tengah menggandeng tangannya kali ini melarang.

“Ngapain pakai masker terus? Lepas aja. Biarin aja mereka mau bilang apa.”

Itu yang dikatakan Arda tetapi, anehnya Valen menutupi. Padahal saat Indry yang menyuruh tidak pernah dianggap sama sekali. Rasanya aneh tetapi Valen ingin mendapatkan Arda untuk kali ini. Setidaknya agar Gea tau dia tidak harus selalu mendapatkan apa yang diinginkannya. Kadang dia membutuhkan waktu untuk terluka dahulu baru mendapatkan apa yang harusnya dibanggakan olehnya.

“Kamu gak malu jalan sama aku?” bisik Valen saat dilihatnya banyak mata yang mengawasi.

Arda hanya tersenyum saat duduk di pinggir danau. Dia mengabaikan pandangan yang seakan mengatakan dia mendekati Valen hanya karena kecantikannya saja. Meremehkan keturuna Azura dan pasti membicarakan hal yang tidak benar. Tidak penting.

“Aku pakai masker lagi aja, ya?” pinta Valen yang sudah siap membuka tas dan mengambil masker. Tetapi, Arda langsung mencegahnya.

“Gak perlu. Ngapain dengerin orang-orang yang bahkan tidak kamu kenal?”

Valen hanya diam. Dia memang tidak kenal tetapi, mereka kenal dengan dirinya. Salah satu keturunan Cetta yang lahir dari rahim seorang Azura. Dia tidak malu. Hanya saja, dia tidak tau letak salahnya sampai semua seperti memusuhinya.

Arda yang melihat Valen diam langsung menggenggam tangannya. Menarik tangannya sampai di pinggir danau. Arda berfikir untuk mengajak Valen naik ke perahu kecil yang sudah disediakan. Bermaksud untuk menghilangkan kesedihan Valen. Namun, bedanya Valen langsung terpaku dan membeku. Sudah lama dia menghindari kapal dan juga laut.

Ini danau, Valen. Danau. Valen berusaha menyakinkan dirinya sendiri. Tetapi, belum juga dia menyentuh pinggiran danau, tangannya sudah bergetar hebat dan dingin. Seketika membuat Arda diam dan menatap ke belakang dengan kening berkerut.

“Ada apa, Valen?” tanya Arda yang melihat Valen langsung diam membeku. Wajahnya juga semakin pucat.

Valen hanya diam dengan nafas memburu. Rasanya dia seperti ingin mati rasa. Sejak kejadian sepuluh tahun lalu, menyaksikan kedua orantuanya meninggal ditengah laut, tepat dihadapannya. Sedangkan dia masih berusia sebelas tahun. Itu membuatnya semakin dalam mengalami trauma. Kejadian tidak menyenangkan yang masih ada dibenak pikirannya.

“Valen.” Arda yang melihat Valen hanya diam langsung menyentuh pundak gadis tersebut pelan.

Valen diam dan melemas. Kakinya tidak bisa digerakan dan nafasnya semakin sesak. Sampai akhirnya, semua pandangannya gelap dan langsung terjatuh. Arda yang melihat langsung menopang Valen. Berusaha membangunkannya. Semua pengunjung langsung berlarian dan berkumpul melihat Arda yang masih berusaha.

“Valen,bangun Valen.” Arda yang tampak panik langsung membopong Valen keluar dari area tersebut. Membawanya menuju ke rumah sakit dimana sahabatnya bekerja disana.

Sedangkan dilain sisi, seseorang tengah mengawasi Valen dan Arda dengan wajah cemas. Beberapa kali dia ingin keluar tetapi, salah satu wanita yang bersamanya tidak membiarkannya untuk keluar. Memberikan peringatan dengan menggelengkan kepala.

“Arda akan menjaganya. Jangan khawatir.”

*****

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience