Bagian 4

Romance Series 3132

Pagi-pagi Valen langsung pergi. Sebelum Abyan dan Gea terbangun. Jauh sebelum ayam berkokok. Jalanan juga masih begitu sepi. Tak ada satu pun yang berlalu-lalang. Ah hari menyenangkan.

Valen melangkah girang. Inilah yang diharapkannya saat ini. Berasa bebas seperti burung. Mengangkasa tanpa ada gunjingan yang membuat telinganya bengkak.

"Hari ini hari yang begitu berarti."gumamnya sambila berjalan.

Terkdang dia memimpikan hidup seperti ini. Menari di jalan, tertawa riang seperti yang lain dan mendapat penghormatan yang sewajarnya. Hello.... siapa dia hingga mendapat pengahargaan. Dia bukan juara lari marathon, bulu tangkis atau sebagainya. Valen hanya gadis yang tak mampu memilih dari keluarga mana dia dilahirkan. Gadis yang selalu direndahkan dan dinilai seenaknya. Tentu, paradigma seseorang memang berbeda. Manusia lebih condong menilai apa yang dikatakan orang lain ketimbang percaya dengan pemilik masalah. Ya, itu hakikat yang hakiki.

Valen terus berjalan dan sampai di cafe-nya. Inilah awal hidupnya. Tanpa sadar, dia melonjak kegirangan. Hei, bahkan sudah lama dia enggan tertawa dan hanya murung. Bukan inginnya sih, tapi waktu yang mendesak.

"Bertahanlah, sebentar lagi juga kamu akan bebas." Valen menyemangati diri sendiri.

Bebas. Hanya itu yang diharapkan. Selama dikeluarga Cetta dia hanya merasa tertekan. Abyan-pamannya-tak terlalu mempermasalahkan kehadirannya tetapi Farah-tantenya, benar-benar tak suka dengannya.

"Yah, sudahlah." Valen enggan membahas mengenai wanita itu. Hidupnya terlalu berarti hanya untuk wanita seperti itu.

Valen membuka pintu dan melenggang masuk. Masih kosong. Baru kemarin dia dan Indry datang ke sini. Dan hari ini semua peralatan akan datang. Tak butuh waktu lama karena Indry memiliki begitu banyak koneksi dan itu memudahkannya.

"Kau pemilik atau pencuri?"tanya seseorang.

Valen langsung membalikkan tubuh, menatap pria yang kini berdiri diambang pintu dengan tangan dimasukkan ke dalam saku celana.

"Kau benar-benar seperti pencuri." Kembali pria itu bersuara.

Valen membelalak, menyadari langkah pria itu mendekat. Apa dia akan mengalami hal yang sama dengan semua keturunan Azura? Ah, jika benar dia akan gagal mempertahankan bahwa keluarga Azura tak semua buruk.

Valen menghentikan langkahnya yang akan kabur. Dia bisa berkelahi tetapi dia enggan memukul pria dihadapannya. Terlebih dia pernah bertemu dengan pria ini sekali.

Arda Alvaro. Valen ingat nama itu. Pria dihadapannya ini pernah menyebutkan namanya waktu tak sengaja ditabrak. Apa pria ini mengikutinya? Atau dia ingin berbuat jahat? Valen bersiap menghadapi semua kemungkinan yang terburuk.

"Sudahlah, hilangkan segala pikiran buruk diotak mungilmu itu." Arda tau apa yang dipikirkan gadis itu karena Valen sudah memasang kuda-kuda siap berkelahi.

Valen tetap waspada. Apa dia bilang, tenang? Hei, bahkan dia tak mengenalnya. Bagaimana bisa dia merasa tenang?

"Aku pemilik AL Group. Jadi berhentilah berpikir macam-macam dan duduk manis saja."celetuk Arda yang sudah duduk di kursi dekat jendela.

AL Group? Dia pernah mendengar tetapi lupa. Sekarang Valen sedikit tenang. Jika dia menipu?

"Bukannya di sini ada CCTV?" Arda menunjuk ke arah CCTV yang terpasang. "Kamu bisa melaporkan ke kantor polisi kalau aku macam-macam."

Valen tersenyum. Dia lupa kalau ada CCTV yang terpasang. Sekarang dia merasa aman.

"Maaf, aku terbiasa dengan orang yang bersikap buruk." Valen melangkah dan duduk di depan Arda.

__________

"Maaf, aku terbiasa dengan orang yang bersikap buruk." Valen melangkah dan duduk di depan Arda.

Arda memandang Valen. Yah jelas semua orang bersikap buruk, termasuk dirinya. Arda selalu menolak dan mengolok Valen. Sekarang pun dia tak sengaja bertemu dengan  Valen yang berjalan dengan girang seakan menang lotre.

"Terus kenapa kamu di sini?"tanya Valen curiga. Apa dia mengikutiku?

"Entah. Aku hanya penasaran karena kamu berjalan dengan begitu bahagia." Arda menjawab apa adanya. Tampangnya masih tetap ketus.

"Ah karena itu." Valen tersenyum malu. Dia sudah berfikir macam-macam.

"Kau seperti tahanan yang baru bebas." Arda menatap sinis. Wanita ini lebih tepat seperti orang gila.

Valen tersenyum. "Yah bagimana lagi. Aku tak akan menyangkal, aku memang tahanan yang baru merasakan kebebasan."

Arda mengernyit heran. Wanita ini selain terkenal karena keluarganya suka menggoda, dia juga ternyata gila. Mimpi buruk, gerutunya dalam hati.

"Setelah orangtuaku meninggal, aku hanya hidup dengan keluarga Cetta. Tak ada kebebasan yang kurasakan. Tak ada yang membela dan memelukku."jelas Valen yang membuat Arda langsung diam memperhatikan. Dia penasaran dengan kisah wanita ini. Mengoreksi apa yang dipikirkan papanya.

"Yah, bagiku tak masalah. Toh memang ini takdirku. Aku tak harus meratapinya, bukan?" Valen mengangkat bahu ringan dan menyandarkan tubuhnya agar rileks.

"Itu tak masalah?"tanya Arda memancing.

Valen tersenyum manis. Wajahnya benar-benar cantik seperti dewi. Apakah itu senyum bahagia karen mendapat keluarga terpandang atau malah sebaliknya. Entah. Arda tak mampu mengartikannya.

"Kehidupan itu terus berjalan. Jadi untuk apa mempermasalaahkan hal kecil?"

Arda diam. Wanita ini menyimpan begitu banyak misteri. Dari yang diceritakan, Arda menangkap bahwa Valen tak seutuhnya bahagia. Tapi wajahnya tak tampak menderita atau terluka. Pasti hanya pemikiranku saja, batin Arda mengenyahkan simpatinya.

Mana mungkin keluarga Azura merasa sedih. Mereka hanya membutuhkan uang dan uang. Selain itu tak ada cinta. Seakan hidup mereka memang tak tercipta dengan hati

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience