Bagian 11

Romance Series 3132

Seperti biasa, Valen berjalan dengan begitu ceria. Sebenarnya dia selalu ceria hanya saja dia selalu menutuinya. Hanya kepada Indry dia menunjukan semua sisi dalam hidupnya. Tangis, tawa, senyum, marah dan bahkan kesabarannya selama ini. Tak ada sahabat lain selain Indry. Ya, sejak pertama melihatnya, Valen yakin Indry adalah sahabat yang baik karena hanya dia yang tidak menjauhinya. Bahkah gilanya lagi, semua pria yang sedang dekat dengannya dikenalkan kepadaValen. Alhasil, semua langsung kabur saat mereka ketahuan menyukai Valen ketimbang Indry. Dan hebatnya, Indry tidak marah dan malah bahagia. Dia seperti menemukan alat untuk mendapat cinta sejati yang sebenarnya.

Valen memandang jalanan yang sepi. Entah mengapa sejak tadi dia terus saja tersenyum. Hatinya merasakan getaran aneh yang terus-menerus membuatnya berfikir keras. Apa benar semua ini karena Arda? Tak adil rasanya jika ini benar. Dia tau Arda menyukai gea. Dan apa yang dapat dilakukanya sekarang?

Valen menghentikan langkahnya. Helaan nafas terdengar berat. Harusnya dia memang tidak larut dalam kebahagiaan. Bahkan untuk merasakan sekali saja dia seperti tidak diijinkan. Dia takut jika pada akhirnya dia tidak akan mendapatkan cinta. Tak semua nasib baik dapat menimpa seseorang. Seperti mamanya yang mendapat nasib baik dan sial secara bersamaan. Mamanya mendapatkan cinta dari seseorang yang sangat menyayanginya tetapi, dia juga mendapat kesialan karena tidak direstui keluarga papanya.

Mama? Bahkan sampai saat ini Valen masih ingat senyum manis mamanya. Pelukan terakhir dan bahkan lambaian tangannya. Rasanya rindunya semakin dalam mengingat tak ada lagi sosok orangtua penyayangnya. Sekarang dia hidup sebatang kara.

Valen menghembuskan nafasnya dan menghapus titik air matanya. Dia tidak ingin menangis tetapi dengan lancangnya air tersebut keluar sendiri. Tanpa ampun dan permisi. Rasanya dia sendiri tidak dapat menahannya. Dadanya sesak mengingat mamanya yang entah berada dimana sekarang. Masih hidup atau sudah meninggal? Jasadnya bahkan tak ditemukan.

Valen tak kuasa membendung air matanya. Dia langsung menitikannya tanpa suara. Jika bisa dikatakan, dia iri dengan Gea yang memiliki segalanya. Kekayaan, orangtua yang masih utuh dan menyayanginya, limpahan kasih sayang yang tak pernah berkurang dan pandangan ramah dari semuanya. Sedangkan dia, semua tak ada padanya. Tak ada sapaan ramah, pandangan ramah dan juga senyum yang tulus kepadanya. Menyadari dia yang terlalu kelam dari Gea membuatnya semakin sesak.

Valen memutuskan untuk pergi dan menghilangkan kesedihannya tetapi, baru saja dia berdiri, seseorang mengejutkannya. Membuat air mata yang berlinang terhenti dengan segera. Valen membersihkan dengan punggung tangannya. Tak ada yang boleh melihat sisi lemahnya.

“Kamu menangis, Valen?” tanya Arda yang memang sejak tadi memperhatikan Valen. Rasanya dia tidak ingin melepaskan gadis tersebut begitu saja.

Valen menggeleng. Suaranya tertelan begitu saja. Hanya helaan nafas yang terdengar saat Valen dengan sekuat tenaga menahan air matanya. Kenapa air matanya malah hendak jatuh semua? Rasanya dia ingin meluapkan semuanya.

Arda yang melihat merasa pilu. Kenapa Valen masih tak mempercayainya? Apa yang terjadi sebanrnya? Dia bahkan harus bersusah payah membuat mereka menjadi dekat meski tidak mudah. Valen seperti menutup diri dan kesedihannya untuk sendiri.

Arda menghela nafa perlahan. Tanpa sadar tangannya meraih tubuh lemah Valen, memeluknya erat. Dia tidak ingin melihat Valen yang rapuh. Dia jauh lebih menyukai Valen yang galak dan juga jutek.

“Menangislah jika itu membuatmu lega. Jangan simpan sendiri penderitaanmu.” ucap Arda sembari memeluk Valen. Dia tidak peduli jika nanti pada akhirnya Valen akan membencinya.

Harusnya Valen marah saat Arda dengan lancang memeluknya tetapi, nyatanya berbeda. Valen hanya diam tak bereaksi. Meski awalnya dia kaget tetapi, setelahnya dia terbiasa. Perasaanya menghangat dan dengan tanpa malu dia menangis sejadi-jadinya. Rasanya dia ingin meluapkan semuanya. Apa karean selama ini tak ada yang memeluknya dengan tulus dan mengatakan bahwa dia boleh meluapkan semuanya?

Dan disisi lain tak jauh dari mereka, enam pasang mata dari tempat berbeda tengah terseyum. Hanya satu yang menatap dengan penuh kebencian. Gea. Dia yang tidak sengaja lewat melihat Arda mendekati Valen. Dia yang awalnya berniat menghampiri Arda langsung dihentikan. Alhasil, dia melihat pemandangan yang membuatnya merasakan kebencian yang luar baisa.
*****
“Sial !!”

Gea langsung membanting tasnya dengan kesal. Ingatannya masih berputar terus dan terus tentang kejadian yang baru saja dilihatnya. Rasanya dia ingin menghancurkan Valen saat ini juga tetapi, papanya pasti akan memarahinya. Dia tau papanya sangat menyayangi Valen meski dia selalu memarahinya seperti membenci. Gea sadar selama ini papanya membela Valen di belakang gadis tersebut. Ya, tanpa sepengetahuan siapapun.

Gea menatap bingkai foto dimana ada Valen didalamnya. Dengan cepat dia meraih dan membantingnya kesal. Semua tentang Valan harus lenyap dari hidupnya. Bahkan jika perlu dia akan melenyapkan orangnya. Dia tidak rela jika Arda bersama dengan Valen.

“Kamu itu harusnya mati sama orangtuamu!” Gea sudah tidak dapat menyembunyikan kekesalannya. Dia membuang apapun yang ada dari jangkauannya. Berteriak melampiasakan semuanya.

Pintu kamar terbuka, menampilkan wanita dengan dress berwarna peach yang sangat cocok ditubuhnya. Keningnya berkerut heran melihat penampilan anaknya yang sudah tidak berbentu. Rambut acak-acakan, pakaian yang sudah tidak rapi dan bahkan kamar yang sudah seperti tempat pembuangan barang bekas.

“Sayang, kamu kenapa?” tanya Farah sembari mendekati Gea yang saat itu diam.

“Mama.” Gea langsung mematung dan menatap mamanya. Dengan segera dia berlari dan langsung memeluk mamanya. Erat. Dia menangis sejadi-jadinya. Meluapkan air mata yang tak ditahannya sama sekali.

“Hey sayang, kenapa? Ada apa?” tanya Farah sembari melepaskan pelukan anaknya. Ditatapnya mata Gea yang sudah tak henti mengeluarkan air matanya. “cerita sama Mama.”
*****
“Terima kasih dan maaf merepotkan.” Ujar Valen tak enak hati. Dia hanya menundukan kepalanya. Malu. Ini pertama kali dia menangis dihadapan orang asing.

Arda yang melihat hanya tersenyum. “Gak masalah. Aku seneng akhirnya kamu gak menunjukan wajah sok kuat dan tak pernah sedih itu.”

Valen hanya terseyum tipis dan tak menanggapi. Selama ini dia memang hidup dengan wajah bertopeng. Sok gak peduli dan tak menanggapi semua celotehan orang tetapi, dia sebenarnya menanggung sendiri beban dalam dirinya. Menahan semua kepedihan dan bahkan semua yang diarsakan. Apa yang akan dijalani dan apa yang direncanakan. Semua tergabung di dalam otak kecilnya ini. Sendiri dan tak ada yang tau apa yang akan dilakukan dalam hidupnya. Semua seperti kejutan saat orang lain tau rencananya.

Arda yang melihat Valen langsung memegang dagu Valen. Membuat gadis tersebut menatap matanya bingung. “Jangan pernah sembunyikan lagi apa yang kamu rasakan. Aku akan menjadi sandaran saat kamu butuh tempat untuk bersandar. Aku akan menjadi tempatm mencurahkan semuanya. Jadi, kamu bisa ubungi aku saat membutuhkan. Kapan saja.”

Bagai disihir, Valen hanya mengangguk patuh. Membuat Arda senang karena Valen menurut. Sedangkan di jendela, Farah mengamati mereka berdua. Dia sudah mendengar semua ceritanya dari Gea. Dia tau anaknya mencintai pria yang saat ini tengah dimabuk cinta oleh keturunan Azura.

“Kali ini aku tidak akan membiarkan anakku terluka. Dia harus mendapatkan apapun yang diinginkannya. Termasuk Arda. Apapun caranya.” Ujar Farah dengan wajah penuh dendam.
*****

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience