Bagian 10

Romance Series 3132

“Kamu gak mau makan?” tanya Arda yang melihat Valen hanya mengaduk makananya.

Valen menatap Arda acuh. Kenapa juga dia harus mengikuti kemauan temannya dan juga pria lagak didepannya? Padahal dia bisa saja berontak dan menolak. Dia sendiri bingung. Arda sering hadir dihidupnya akhir-akhir ini. Benar-benar mengganggu.

“Kamu gak suka makanannya?” Arda mencoba berbaik hati menanyakan meski masih mendapat cuekan.

Valen malah membuang wajah tak suka. Dia menatap air mancur yang berada ditengah ruanga dna tersenyum. Dia teringat saat dulu kecil begitu menyukainya. Berlarian dan menatap takjub. Mengatakan kepada orangtuanya bahwa dia benar-benar menyukainya. Tetapi sekarang, dia hanya menatap dan mengingat kenangan yang membuatnya pilu.

Arda yang menaap Valen hanya diam mulai kesal. Dia tak pernah disambut baik oleh wanita tersebut. Selalu saja dia yang memulai dan dia tak mendapat tanggapan. Dia sendiri tidak tau kenapa Valen tak bersikap baik seperti dia dengan karyawannya. Padahal dia tidak pernah membuat kesalahan terhadapnya. Tepatnya sesuai versi Arda.

“Indah.”kata-kata itu yang mengalihkan Arda dari piring beserta sarapannya pagi ini.

“Iya, indah.” Arda menyahut tetapi dengan hal yang berbeda. Dia menatap Valen yang tersenyum senang. Ini pertama kalinya dia melihat senyum tersebut. Senyum yang selalu disembunyikannya dengan apik.

Valen yang merasa Arda malah memperhatiaknnya langsung menatap Arda dan mendapati mata bulat tersebut menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Entah mengapa, Valen malah mengalihkan matanya dan pipinya bersemu merah. Arda yang melihat juga langsung tersenyum senang.

Apa dia malu karena aku, pikir Arda girang. Melihat sisi polos eorang Valentine Azura ternyata menjadi sensasi tersendiri baginya.

“Kamu sudah? Kalau sudah aku ingin kembali ke café.” Akhirnya Valen membuka percakapan.

Arda mengangguk. Masih dengan menatap Valen tanpa berkedip. Valen yang ditatap sedemikian intim langsung salah tingkah. Biasanya tatapan yang diberikan adalah kebencian tetapi Arda berbeda. Dia merasa tatapannya tidak menunjukan kebencian dan penuh dengan kehormatan.

Valen mengambil kunciran di tasnya dan berusaha mengucip rambutnya. Tetapi Arda dengan cekatakan menghentikan tangannya. Valen sendiri bingung. Mengerutkan kening dalam. Kenapa? Itu yang terpikir dalam otaknya dan bukan malah menyingkirkan tangan Arda.

“Kamu cantik kalau diurai.” Puji Arda tulus.

Seketika, Valen langsung bersemu merah. Dia yakin Arda dapat melihat wajahnya yang sudah mirip kepiting rebus. Dia hanya tersenyum canggung dan melepaskan tangannya yang hendak mengucir dan Arda melepaskan tangannya. Hatinya berdebar mendapat pujian dari pria tersebut. Padahal dia sering mendengar pujian meski ada cacian. Tetapi Arda terasa berbeda. Dia mampu menyentuh hatinya yang terasa mati.

“Permisi. Sepertinya aku harus pulang.” Dia memilih menghindar sebelum jantungnya meledak di tempat tersebut.

Arda yang melihat hanya menatap sembari mengulum senyum. Kenapa begitu menyenangkan melihat Valen yang salah tingkah. Dia tetap menatap gadis tersebut sampai bayangannya menghilang. Pikirannya kacau.

“Aku benar-benar gila. Sepertinya aku tertarik padamu, Valen.” Arda membanting serbetnya dan tersenyum. “gila. Gimana kalau aku benar-benar mencintaimu?”

*****
Sejak tadi pagi, Valen hanya di ruangannya dan tersenyum tidak jelas. Indy yang melihat saja sampai takut jika Valen memiliki gangguan jiwa. Tetapi, jika diingat hal itu terjadi, dia langsung melonjak senang. Dia tau ini semua karena Arda.

“Apa aku perlu ikut campur?” sorak Indry senang. Dikepalanya sudah tersusun rencana indah untuk menyatukan mereka berdua.

Sedangkan disisi lain, Valen malah takut. Perasaan asing yang dirasakan benar-benar membuatnya frutasi. Hanya dengan kalimat yang bahkan sudah didengarnya beberapa kali, dia menjadi bersemu malu. Rasanya sulit dijelaskan. Jantungnya juga tak berhenti untuk berdetak begitu cepat. Rasanya benar-benar malu.

Valen mengacak wajahnya. Dia tidak tau apa yang dipikirkan Arda saat melihatnya nanti. Valen yang berwajah kepiting saat di puji? Atau malah dia menganggap Valen terlalu mudah dirayu? Ah, rasanya benar-benar frustasi. Valen berhenti. Sejak kapan dia peduli dengan pikiran oang lain? Sejak kapan pendapat orang lain begitu penting baginya? Dan memang kenapa jika Arda memandangnya rendah seperti yang lain? menyadari hal tersebut membuat Valen meletakan kepalanya di atas meja.

“Ah, menyebalkan.” keluhnya karena masih tidak mengerti dengan dirinya yang sekarang. Baru beberapa kali dia bertemu dan Arda sudah mengubah perasaannya secara perlahan. membuat perasaannya bercampur aduk tidak jelas.

*****

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience