BAB 22

Romance Completed 9101

"Kamu kenapa sih Dev? Kamu ngga sayang sama badan kamu ini?" kuremas kotak rokok yang kupegang dengan gemas. Aku tahu adikku yang satu ini memang tomboy dan agak sedikit bebas, tapi aku sama sekali ngga nyangka dia mulai merokok. "Kakak ngga suka kamu begini!!" kulempar kotak itu hingga jatuh tepat dibawah kakinya. Kenapa sih dia berubah begini?

"Devi juga ngga suka Kak Nessa begini!!" balasnya dengan suara lebih nyaring dariku.

"Kak Nessa salah apa sama Devi?" tanyaku melunak. Kutarik tangannya supaya dia duduk bersamaku dan kami bisa bicara secara baik-baik. Dia tetap ditempatnya, tak bergerak sedikitpun.

"Jadi Kak Nessa ngga nyadar kesalahan kakak? Kakak ngga malu?" aku masih belum mengerti arah pembicaraan ini. Bukannya seharusnya aku marah karena menemukan rokok dalam tasnya? Kenapa sekarang malah dia yang marah padaku?

"Kakak ngga punya telinga? Kakak ngga denger omongan orang soal kerjaan kakak itu? Kakak udah ngga malu lagi?" seperti tersambar disiang bolong. Itulah yang aku rasakan sekarang. Aku mungkin masih bisa menerima bila mendengar mereka membicarakanku, tapi aku sama sekali ngga siap kalo pembicaraan itu sampai ditelinga adikku.

"Jadi karena itu kamu berubah gini? Sejak kapan kamu denger omongar orang lain Devi? Kamu sudah ngga nganggap Kak Nessa lagi?" aku hampir terlonjak dari tempatku duduk waktu dia menghempaskan hapenya kesamping tempatku duduk.

"Kakak ngga perlu nyari sebab perubahan Devi. Devi ngga bakal percaya omongan orang kalo Devi ngga liat sendiri. Siapa pria yang nganterin kakak pagi itu? Apartemen siapa yang Kakak datengin tiap malam?" dengan tangan gemetar kugeser layar hape Devi yang menampilkan fotoku bersama pria itu yang sedang berada didalam mobil dan beberapa foto yang menunjukkan diriku yang sedang masuk kedalam kawasan apartemennya.

"Jadi selama ini Kak Nessa menjual tubuh kakak buat kami? Lebih baik Devi berhenti sekolah dan bantu Kakak kerja. Putri juga pasti kecewa kalo dia tau Kakak begini. Mungkin dia bakal lebih milih menyerah sama penyakitnya dari awal daripada tau Kak Nessa menjual tubuh buat kesembuhan dia." sama sekali ngga bisa kutahan waktu tanganku mendarat ditangannya. Dia ngga pernah tahu apa yang kurasakan saat aku harus kebingungan mencari jalan keluar bagi kami. Dia ngga pernah tahu betapa aku hampir putus asanya waktu itu.

"Apa pernah Kak Nessa mikirin sekali aja untuk diri Kakak sendiri? Apa pernah Kak Nessa sayang sama diri kakak? Kenapa Kak Nessa rela ngelakuin itu?" kali ini tangisnya pecah. Dia terduduk tepat dibawah kakiku, memegangnya dengan erat. "Apa Kak Nessa ngga akan menyesali apa yang kakak lakuin itu?"

"Bagaimana mungkin Devi duduk manis disini sementara Kak Nessa siang malam kerja diluar sana...." dia ngga bisa melanjutkan kata-kata selanjutnya. "Devi mohon, berhentilah. Devi ngga bisa memaafkan diri Devi sendiri kalo Kak Nessa masih melakukan pekerjaan itu."

"Kenapa Kakak diam?" aku memang terdiam tanpa mampu mengeluarkan kata-kata dari mulutku. Lidahku terasa kelu. Semua yang dia katakan memang benar. Aku ngga tau harus menjelaskan apa lagi padanya. Ngga mungkin aku mengatakan padanya bahwa aku ngga bisa meninggalkan pekerjaan ini. Bukan karena aku menyukai jenis pekerjaannya, melainkan karena aku telah terjerat pada pria yang membayarku.

"Putri udah ngga ada. Kita ngga memerlukan pekerjaan itu lagi."

"Jangan lupain janji Kakak sama Putri dan Devi harus bisa mastiin Kak Nessa berhenti. Devi serius Kak!!" kali ini giliran aku yang harus mengurung diriku dikamar karena rasanya serba salah melihat tatapan memohon dari Devi.

Aku harus memikirkan apa yang akan kulakukan setelah ini. Apa aku harus berhenti sampai disini dan melupakan semuanya?

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience