Entah sejak kapan aku mulai terbiasa menjadikan pria ini sebagai tempat pelarianku. Aku baru menyadarinya saat ini ketika aku sangat merasa tenang berada disampingnya walaupun hanya sekedar duduk diam menemaninya. Sejak kematian Putri tanpa sadar aku menjadikan tempat ini rumah kedua bagiku. Kurasa sekarangpun aku lebih sering bertindak egois karena mulai mementingkan kepentinganku sendiri daripada adik yang masih harus kujaga yaitu Devi. Hal ini mungkin disebabkan karena kami yang masih terbiasa dengan kehadiran Putri bersama kami dan Devi menjadi lebih sensitif karenanya. Beberapa kali aku menegurnya yang masih sering mengurung diri dikamar sambil menangis memeluk baju Putri dan dia balas marah padaku. Ngga jarang dia mengungkit statusku yang memang bukan kakak kandung mereka. Kadang aku merasa ini ngga adil bagiku dan memutuskan menjadikan tempat ini sebagai tempat berlindungku dan pria ini sebagai sandaranku.
"Aku harus pergi malam ini. Mungkin akan menginap beberapa hari." apa maksudnya dia akan pergi sekarang saat aku memerlukannya disini?
Kuakui, aku memang mulai merasakan hal yang seharusnya kuhentikan dari awal sebelum berkembang dan pada akhirnya hanya akan menghancurkanku. Tapi aku sama sekali ngga mampu untuk mencegahnya terjadi. Aku sadar ngga mungkin perasaan ini akan sejalan. Sebuah kesalahan terbesar dalam hidupku. Aku hanya menanti kehancuran diriku sendiri sampai tiba saatnya nanti.
"Boleh aku tetap disini?" rasanya aku ngga mungkin pulang. Aku ngga mau berbohong pada Devi karena dia pasti bertanya begitu melihatku pulang lebih awal dari biasanya.
"Kamu ngga mau pulang?" dia masih keliatan belum mau pergi sekarang. Berarti setidaknya aku masih punya sedikit waktu bersamanya malam ini.
"Kamu ngga ngusir kan?" mengikuti isyarat tangannya, aku mendekat padanya. Tubuhku tertarik semakin menempel padanya waktu dia memeluk pinggangku sambil mendaratkan kecupan ringan dipuncak kepalaku. Aku selalu menyukai setiap dia melakukan ini padaku. Aku merasa seperti dia memang menyayangiku. Hubungan pelanggan dan wanita bayaran kami seperti hilang bila dia memperlakukanku selembut ini.
"Kamu bisa tidur dikamar kalo kamu mau. Aku harus siap-siap. Kamu bisa bantu?" dia membawa laptopnya dan aku membawakan sisa bukunya yang masih ada diatas meja kedalam kamar untuk menyiapkan apa saja yang akan dia bawa nanti.
"Aku ngga mau kamu kembali menghilang selama aku pergi nanti." ternyata dia memang mengharapkanku tetap menunggunya waktu itu. Kalo aja waktu itu bukan karena Putri, aku juga pasti akan menunggunya.
"Iya." dia mengambil beberapa kemeja dari dalam lemari juga celana dan jasnya. Aku bertugas melipat dan memasukkannya ke dalam koper.
"Tolong ambilkan beberapa novel disana, siapa tau aku bakalan mati bosan disana" tunjuknya pada rak buku dipojok kamar.
Ada beberapa judul yang kukenal, dan merupakan favoritku. Semua novel ini hampir semua belum pernah dia baca karena masih rapi dengan plastik bening pembungkusnya. Kupilihkan beberapa yang sudah pernah kubaca untuk sekali lagi kupilih yang menurutku paling bagus untuk dia baca.
"Ambil yang mana aja yang menurut kamu bagus," serunya, mungkin merasa aku terlalu lama memilih. Akhirnya pilihanku jatuh pada novel karya terbaru penulis favoritku yang baru minggu lalu selesai kubaca.
"Kamu pasti menyukainya," kuletakkan kedua novel itu dalam koper yang hampir penuh terisi pakaian dan perlengkapan yang sudah dia siapkan.
"Kalo kamu bosan, kamu bisa membaca novel manapun yang kamu mau."
"Terima kasih. Aku pasti memerlukannya selama nunggu kamu disini,"
Setelah mengganti bajunya, dia mengambil koper yang sudah siap didepan kamar dan berjalan menuju pintu. Kuikuti langkahnya dari belakang.
"Aku tetap akan membayar waktu kamu walaupun itu hanya sekedar untuk menungguku." dia menyerahkan sebuah amplop coklat padaku. Tanganku sedikir bergetar waktu menerimanya. Cuma sesaat aku melupakan statusku disini dan itu terasa agak menyakitkan sekarang. Aku ngga membutuhkan banyak uang lagi sekarang. Tapi aku masih tetap disini mengharapkan sesuatu yang ngga akan mungkin kudapatkan. Bahkan janji pada adikku saja belum mampu kutepati demi mengharapkannya.
Share this novel