BAB 7

Romance Completed 9101

Aku teringat ucapan Putri tadi siang. Sekarang aku malah disini lagi, merasa hangat dalam pelukan pria yang sedang lelap dalam tidurnya. Aku tentu masih merasa bersalah pada adikku itu. Tangan ini harusnya memeluk tubuh mungil Putri bukannya memeluk pinggang berototnya. Hidung ini, seharusnya mencium kepala Putri, bukannya mencium aroma maskulin dari tubuh pria ini. Tapi beginilah yang kulakukan tiap malam dan aku menemukan diriku mulai terbiasa dengan situasi ini. Dia benar-benar pria pertama yang kubiarkan seintim ini denganku.Bukannya aku sama sekali ngga pernah berhubungan dengan pria. Ada beberapa pria yang pernah dekat denganku dan mereka pergi hanya sesaat sesudah sedikit mengenalku. Rata-rata dari mereka meninggalkanku karena aku terlalu diam dan juga cuek saat bersama dengan mereka. Aku lebih mementingkan adik-adik dan pekerjaanku daripada mereka. Berbeda dengan hubunganku dan pria ini. Kami memang nggak mengenal satu sama lain. Aku ngga tau siapa dirinya bahkan namanya. Begitupun dia padaku. Kurasa kami cukup merasa nyaman tanpa mengetahui jati diri masing-masing. Karena hubungan ini akan berakhir sewaktu-waktu, disaat dia memutuskan untuk mengakhirinya. Aku cukup menjalani saja yang terjadi saat ini diantara kami.

Termasuk keintimanku dengannya. Ini adalah bagian dari tugasku saat bersamanya.

Tapi kenapa tubuhku merasakan sesuatu yang lain saat dekat dengannya begini? Apa yang salah dengan tubuhku?

Pelan-pelan kulepaskan lengan kuat yang mengikat tubuhku. Aku harus bernafas karena detak jantung yang berdetak dengan kencang ini terasa menyesakkan bagiku. Kenapa aku justru merasakannya saat bersama pria ini? Hei!? sejak kapan aku merasakannya?

"Mau kemana?" gumamnya dengan mata masih tertutup saat merasakan tangannya kulepas dariku.

"Aku haus," jawabku beralasan. Kusapu peluh yang tanpa kusadari keluar dari keningku. Dia bangun dari tidurnya dan malah melepas kaos yang dia pakai. Aku masih belum bisa mengendalikan detak jantungku. Kuremas rok yang kukenakan tanpa sadar.

"Malam ini udaranya panas, tolong ambilkan untukku juga." dengan cepat aku keluar dari balik selimut dan mengambil air dari dalam kulkas dipojok kamar. Cuma ada satu botol air mineral yang tersisa disana, sisanya kaleng-kaleng bir yang tersusun hampir memenuhi isi kulkas.

"Aku akan keluar untuk mengambil air putih untukku sendiri. Kamu minum yang ini aja dulu," dia menahan tanganku waktu aku mau berbalik.

"Kita bisa berbagi?" dia membuka botol air mineral itu dan meneguk isinya hingga sisa setengah dan menyerahkannya untukku. Kuambil dan dengan ragu meminum sisanya. Dia mengambil lagi sesudah aku selesai meneguknya dan menghabiskan isinya yang tersisa sampai habis.

"Jam berapa sekarang?" tanyanya. Kupicingkan mataku mencoba melihat angka yang ditunjuk oleh jarum jam didinding.

"Jam 3. Tidurlah, nanti subuh kubangunkan" kuraih buku yang sengaja kutaruh di nakas. Mungkin membaca akan membuatku merasa lebih baik.

"Aku mesti berangkat jam setengah enam, kalo tidur sekarang takut pas bangun malah pusing." kuambilkan remote tv yang ada ngga jauh dariku.

"Nonton TV?" tawarku padanya. Dia mengambilnya dariku dan menekan tombol power. Aku sangat jarang menonton TV selama ini. Apalagi ditengah malam begini, hampir ngga pernah sama sekali.

"Taruh buku itu, dan kemarilah" pintanya, menepuk kasur disampingnya. Kutelusupkan kakiku dibalik selimut dan bergabung bersamanya.

"Sepertinya hanya acara ini yang menarik," dia benar. Hanya ada acara reality show yang menampilkan keusilan beberapa orang yang menjahili orang-orang dipinggir jalan. Dia terbahak disebelahku, sedangkan aku sibuk dengan pikiranku sendiri. Aku sama sekali ngga mengerti kenapa pria sesempurna dia lebih memilih membayar wanita untuk menemaninya ketimbang mengencani wanita manapun yang dia mau. Aku yakin banyak wanita diluar sana yang menunggu untuk bisa bersamanya. Dan mereka pasti bersedia melakukan apapun untuk mendapatkan kesempatan itu. Apa yang dia cari sebenarnya? Aku yakin dia bukan jenis pria berhidung belang yang akan menerkam wanita manapun yang berada didekatnya. Apalagi perawan sepertiku. Dia sudah membayarku dan seharusnya diawal pertemuan kami dia sudah mengambilnya dariku.

"Apa yang kamu pikirkan? Acara ini kurang menarik untukmu?" tanyanya padaku.

"Lumayan." sahutku. Dia memandangiku lama, membuat aku merasa risih.

"Apa kamu merasa cukup nyaman dengan tugas kamu ini?" kali ini mata hitamnya menelusuri setiap inci wajahku. "Cukup nyaman dan aku mulai terbiasa." kali ini jari panjangnya yang menggatikan mata hitam itu. Wajahnya masih tetap tanpa ekspresi saat dia memandangiku. Hanya jarinya yang membelai wajahku dengan lembut, membuatku merasa yakin bahwa dia ngga akan menyakitiku.

"Apa kamu pernah berfikir untuk menyudahi ini? Dan mengharapkan aku mengambil apa yang sudah kubayar darimu?" kugelengkan kepalaku ragu.

"Kenapa? kamu mulai menyukainya?" sekali lagi kugelengkan kepalaku, sekaligus berusaha mengalihkan jemarinya yang berhenti di bibirku.

"Aku hanya menyukai jumlah bayaran yang kamu berikan padaku." ada kilat kemarahan sekilas yang bisa kulihat dimatanya, namun langsung hilang bersamaan dengan senyum sinis yang muncul dari bibirnya. Setelah beberapa saat memandangku dengan tajam, dia menarikku dan melumat bibirku dengan panas. Aku sama sekali ngga membalas ciumannya, dan dia juga ngga peduli. Dia tetap menyapu bibirku dengan bibir hangatnya. Lidahnya memaksa bibirku untuk membuka. Aku hampir menemukan diriku hanyut dengan permainan bibirnya ini, membuat nafasku memburu dengan detak jantung yang kian berdetak semakin kencang. Dia jelas adalah pemain cinta yang berpengalaman dengan keahlian menciumnya ini. Bibirnya terus membujuk hingga aku akhirnya menyerah dan membuka bibirku. Tapi dia langsung melepaskan bibirnya dariku begitu aku mulai mengikuti irama bibirnya.

"Aku akan membayar lebih untuk apa yang kulakukan diluar dari tugasmu. Termasuk ciuman barusan,"

Aku harus bertahan untuk melindungi muka maluku karena kejadian beberapa detik yang lalu.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience