BAB 20

Romance Completed 9101

Rasanya sulit dipercaya. Secepat ini keadaan berubah. Baru beberapa 2 minggu yang lalu kami tertawa bersama, kini kami harus kembali menghadapinya lagi. Untuk kesekian kalinya aku dan Devi harus menyaksikan adik kecil kami terbaring lemah di ruang ICU. Devi menelponku tadi subuh dan mengatakan bahwa Putri muntah darah dan dengan pertolongan tetangga dia membawanya ke rumah sakit. Tanpa sempat bilang apa-apa kecuali kata maaf pada pria yang masih mengantuk dan terdiam menyaksikanku meninggalkannya.

Dokter bilang kami harus menyiapkan mental kami karena kondisi Putri benar-benar memburuk tiba-tiba. Kami hanya bisa berdoa untuk memohon pertolongan dari Tuhan bagi keselamatan Putri. Dadaku sesak memikirkan kemungkinan terburuk yang akan kami terima. Tapi aku juga ngga tega melihat tubuh lemah Putri menanggungnya sendirian, dia pasti tersiksa dengan sakitnya ini.

"Sudah, jangan menangis lagi. Kamu harus kuat didepan Putri," dari tadi Devi terus menangis dan ngga mau masuk kedalam untuk menemani Putri.

"Devi ngga mau Putri pergi ka,"

"Kamu tega ngeliat dia begini terus? Kita harus nerima apapun takdir yang terbaik buat dia Dev,"

"Kak Nessa ngga ngerti ya? Dia adik Devi. Mana ada kakak yang tega ngeliat adiknya pergi?"

"Dia juga adik Kakak. Kita sudah berbuat yang terbaik buat kesembuhan dia. Kamu harus kuat Devi," kutarik tangannya dan memaksanya untuk ikut masuk.

"Lihat dia, kamu tega ngeliat dia begini? Kakak lebih sakit ngeliat dia begini dariada harus ngerelain dia pergi." Putri masih mengenakan topi yang dia buat. Wajah mungilnya pucat dan masih bisa kulihat senyum tipis disana. Apa dia sudah merasa tenang sekarang? Apa dia tahu ini sudah saatnya dia pergi? Kuambil tangannya dan mencium keningnya sambil berucap, "Putri, kamu dengar Kak Nessa?" aku tau dia mendengarku. Kondisinya benar-benar ngga memungkinkan bahkan untuknya membuka mata.

"Kak Nessa sama Kak Devi sayang banget sama Putri. Kami ikhlas kalo Putri memang harus pergi." bisikku ditelinganya. Devi ngga bisa berkata apa-apa, hanya memeluk tubuh Putri tanpa bisa menahan air matanya.

"Kakak bahagia karena punya Putri dalam hidup Kakak," aku bisa merasakan ada anggukan lemah dan bisa kulihat senyum Putri mengembang. Suara pada alat pendeteksi detak jantung yang menempel pada tubuh Putri seakan mengingatkan kami bahwa hampir tiba saatnya dia pergi. Hanya suara itu yang mengisi keheningan ruangan karena aku sendiri sudah ngga sanggup berkata apa-apa. Dadaku semakin terasa sesak melihat tarikan nafas Putri perlahan mulai pendek dan melemah.

Saat itu akhirnya tiba waktu kami menyaksikan nafas terakhir Putri dalam diam. Senyumnya masih membekas diwajah damainya ketika dia tertidur untuk selamanya. Ada penyesalan dalam hatiku waktu mengingat permintaannya yang masih belum bisa kupenuhi yaitu memeluknya ketika dia tidur. Kali ini aku mencoba mengabulkannya. Kupeluk tubuhnya yang mulai kehilangan kehangatannya.

"Maaf karena Kak Nessa baru bisa memeluk kamu saat tidur terakhir kamu,"

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience