Adel terus terisak, tak memperdulikan hp yang ada disakunya berbunyi. Bahkan dia tak peduli istirahat sudah selesai, yang dia inginkan adalah sesak yang dia rasakan menghilang. Dia tak menyangka Manda akan berbicara seperti itu, sekarang hati Adel sangat sakit. Sangat sakit.
"Apa yang salah dari diri gue? Apa gue salah udah nerima Fahri jadi pacar gue?" ucap gue disela-sela sedang menangis.
Meskipun belum mendengarkan penjelasan dari Fahri, tapi Adel yakin kalau ucapan Manda hanya akal -akalan nya saja. Katakan dia kekanakan, tapi mendengar Manda bicara kalau Adel lebih cocok sama cowok bejat dibandingkan sama Fahri itu sudah membuat perasaannya sangat sakit.
Adel memeluk lututnya lebih erat, berusaha untuk meredam tangisannya yang semakin kencang. Hingga dia merasakan tepukan pelan dikepalanya.
"Dek" panggil bang Arya, gue mendongak dan langsung memeluknya sangat erat.
Terdengar helaan nafas Arya, inilah kenapa dia sangat sulit menerima cowok yang akan mendekati adik kesayangannya.
"Hei, udah dong nangisnya. Entar tambah jelek loh" ucapnya sambil mengelus-ngelus rambut gue pelan.
Bukannya tenang seperti apa, tapi malah tangisan Adel semakin kencang dipelukannya "Abang cuma bercanda kali, udah ya nangisnya."
Adel menggeleng terus menangis lagi, hatinya yang sudah sakit karena Manda berbicara seperti itu. Semakin sakit karena omongan abangnya, meski dia tahu bahwa itu cuma bercanda.
Arya mendesah, lalu melepaskan paksa pelukan adiknya itu "Lo tahu kenapa gue selalu gak kasih lo pacaran? Karena ini. Abang gak mau lo disakitin" jelasnya panjang lebar.
"Maaf bang, kalau gue udah bikin lo sedih." ucap gue lirih saat melihat kedua mata bang Arya itu sedih.
"Lo gak perlu minta maaf, udah ya jangan nangis." dihapusnya bekas air mata gue, lalu bangkit dari sana. Yang sebelumnya sudah menggengam tangan gue untuk berjalan meninggalkan taman belakang itu.
"Bang lepasin ya genggamannya, gue takut sama fans lo." bisik gue sambil melirik kearah cewek-cewek yang tengah menatapnya, lebih tepatnya kedirinya dengan tatapan yang ingin memakannya hidup-hidup.
Tapi emang abang gue rada-rada, bukannya ngelepasin malah semakin erat dan itu bikin fans-fansnya bang Arya melotot.
Gue hanya pasrah, karena kalau gue ngomong sampai berbusa pun gak bakal di dengarin.
"Dasar cewek gatel, udah pacaran sama kak Fahri masih aja deketin kak Arya." celetuk salah satu murid yang gue lihat kayaknya dia adek kelas.
Ingin sekali gue berteriak pada adek kelas itu kalau kita itu saudara kandung. Tapi karena tenaga gue sudah habis gara-gara nangis tadi, jadi gue hanya berdiam diri.
Tiba-tiba genggaman abang gue terlepas, saat gue menoleh kesamping rahang bang Arya sudah mengeras dan tatapan dingin sudah terbentuk dalam matanya. Gue meneguk saliva susah, meski bukan gue yang ditatap seperti itu. Tapi tubuh gue merasa takut dan gugup bersamaan, takut yang dia tak diinginkan akan terjadi.
Bang Arya maju kearah cewek yang kini menunduk takut "Lo bilang apa barusan?" tanyanya halus tapi tidak bisa menutupi kemarahan bang Arya.
Cewe itu menunduk takut, dia tidak menyangka bahwa ucapannya di dengar oleh kakak kelasnya itu. Tubuhnya mengeluarkan keringat dingin, karena tatapan Arya yang sangat sedang emosi.
Arya mengeluarkan seringaiannya, dengan sengaja dia mengurung cewek itu diantara kedua tangannya yang dia sengaja ditaruh disisi kanan dari kiri cewek itu.
"Gue tanya sekali lagi, lo bilang apa?" masih dengan nada halus Arya menanyakan itu, tapi cewek itu belum mengatakan apa-apa. Tanganya meraih dagu cewek itu, agar cewek itu menatapnya.
"Gue maafin lo kali ini, tapi kalau gue dengar kata-kata itu keluar dari mulut lo buat Adel--" Arya sengaja menggantungkan kalimatnya, "Lo bakal ngerasain apa itu neraka. Ngerti?"
Cewek itu langsung mengangguk patuh, tak berani membantah ucapan kakak kelasnya itu yang kini tengah menatapnya dingin.
Arya tersenyum lalu menepuk kepala cewek itu pelan "Bagus" lalu meninggalkannya dan menggandeng tangan gue lagi, yang masih terkejut dengan apa yang tadi dia lakukan.
Setelah itu tak ada lagi yang berani membuka mulut untuk menghina Adel, karena mereka takut dengan ancaman Arya.
"Dek, lebih baik selesaiin masalahnya. Abang yakin kalau Fahri gak kayak mungkin kayak gitu, itu cuma akal -akalan Manda aja supaya hubungan kalian hancur." ucap dia saat sudah sampai di depan kelas gue, dan gue hanya mengangguk.
"Makasih bang" kata gue sambil menatap sayang kearah abangnya.
Arya terseyum tulus "Gak perlu makasih, apapun abang bakal lakuin untuk lo. Kalau gitu abang pulang dulu ya, selesaiin masalah lo. Kalau ada apa-apa telpon abang aja"
"Kok pulang? Bukannya sekarang masih jam pelajaran bang?" tanya gue bingung.
"Makanya jangan nangis mulu, guru pada rapat jadinya kita dipulangin." balas dia sambil menahan tawanya "Abang pulang dulu ya" ucapnya lalu pergi tanpa menunggu jawaban dari gue.
***
Setelah menyadari apa yang terjadi, gue masuk ke kelas hendak mengambil tas.
"Woy kemana aja lo? Kenapa gak angkat telpon dari gue? Bikin khawatir aja" tanya Maya yang ada dikelas karena ingin pulang bareng dengan Andre.
"Gue lagi males angkat telpon, lo tahu sendirilah kalau gue nangis gak mau di ganggu." jawab gue sambil memandang Andre dan Maya, dan sahabat gue yang lainnya pasti sudah pulang. Tapi saat gue mengalihkan pandangannya ke belakang Andre, tubuh gue menegang kalau ternyata Fahri masih disini dan belum pulang.
"Selesain masalah lo Del, gue sama Maya balik dulu. Kalau dia nyakitin lo lagi, hubungin gue langsung. Gue gak segan-segan bikin perhitungan sama dia." tunjuk Andre kearah Fahri lalu menepuk kepala gue beberapa kali, dan langsung meninggalkan kelas bersama Maya.
Gue gak tahu harus apa sekarang selain berdiri ditempat sekarang. Fahri yang melihat itu berdiri dan menghapiri gadis yang ia sangat cintai.
"Sayang, aku mau jelasin semuanya, Dengerin ya." ucapnya halus, sambil mengenggam tangan gue yang sangat pas dengan genggamannya itu. Saat dia merasa Adel tak menolak, dia menggiring gadis yang ia cintai itu untuk duduk disalah satu bangku yang berada dideretan depan, lalu dia duduk bersimpuh di depan gadis itu.
Adel terus menunduk dibangku yang ia tempati sekarang, sekuat tenaga dia menahan tangis yang hendak keluar lagi dari matanya.
Fahri menatap pacarnya itu dalam, lalu dia menghela nafas sebelum dia menjelaskan semuanya "Sayang, kamu gak usah dengerin omongannya Manda ya. Kamu harus percaya sama aku kalau aku hanya untuk kamu. Dihati aku cuma ada kamu, gak ada yang lain."
Adel yang mendengar itu sontak mengadahkan kepalanya menatap cowok yang ada di depannya itu dengan pandangan senang. Awalnya dia fikir yang buruk tentang Fahri, ternyata fikirannya salah.
"Kamu serius? Aku takut kamu ninggalin aku lagi." ucap gue dengan nada bergetar karena tangisan yang sejak tadi gue tahan, kini keluar begitu saja. Dengan gerakan cepat, Fahri memeluk tubuh gue erat.
"Maaf say, maaf aku udah bikin kamu nangis. Omongan Manda yang tadi semuanya itu salah, dan kamu harus percaya sama aku kalau cuma kamu yang ada dihati aku." ucapnya masih dengan memeluk gue.
"Aku percaya sama kamu, tapi kenapa Manda tega ngomong kayak gitu sama aku? Apa benar kalau aku itu gak pantes buat kamu?" tanya gue lirih masih dengan memeluk tubuh kekar Fahri.
Fahri yang mendengar ucapan Adel kalau dia gak pantes buat dirinya langsung mengeratkan pelukannya.
"Itu semua gak benar. Aku sayang sama kamu, aku cinta sama kamu. Semua tulus, alasan aku tetap hidup hanya untuk kamu Del."
Memang benar, alasan Fahri bertahan di dunia ini karena dia belum bisa ngelepasin Adel dihidupnya. Apalagi harus melihat Adel dengan cowok lain selain dia, maka dari itu dia pergi untuk penyembuhan penyakitnya. Dia gak memperdulikan biaya yang hampir diluar batas karena pengobatannya. Yang dia inginkan hanya sembuh dari penyakit itu dan kembali lagi bersama Adel, gadis yang sangat ia cintai.
"Kamu janji gak akan ninggalin aku lagi?"
"Aku janji. Dan aku juga janji kalau aku akan memiliki mu untuk selamanya. Aku gak bisa hidup tanpa kamu, hanya kamu yang bisa membuat hidupku terus berwarna. Aku gak mau ninggalin kamu lagi, kalau perlu aku akan ngajak kamu selama aku pergi." Fahri menempelkan pipinya dipuncak kepala Adel.
"Aku beneran sayang sama kamu" ucapnya dengan nada yang bersungguh sungguh yang membuat tangisan Adel semakin kencang.
Dilepaskan pelukannya dan menangkup wajah pacarnya itu untuk menatap kearahnya "Hei, please dont cry." diusapnya wajah Adel yang basah karena air mata "Sayang, lihat aku. Aku minta maaf, please give me one more change say."
Adel menatap kedua bola mata Fahri mencari kebohongan disana. Tapi nihil, dia hanya mendapatkan kesungguhan disana.
Senyum Fahri mengembang saat dia melihat pacarnya itu mengangguk meski samar, tapi itu sudah cukup bagi dia. Dengan cepat dia merengkuh kembali tubuh gadis itu kedalam pelukannya.
"Makasih kamu mau percaya sama aku, dan aku janji kalau aku akan secepatnya milikin kamu. I love you so much." ucapnya sambil mencium kepala gue berkali-kali.
Gue mengangguk, karena emang gue percaya sama Fahri kalau dia gak mungkin kayak gitu.
"Fahri?" panggil gue didalam pelukannya.
"Kenapa?"
"Ternyata kamu cerewet juga ya" gue tersenyum geli dipelukan Fahri, setelah perasaannya sudah lumayan baik. Meski hatinya belum terima dengan perlakuan Manda ke gue, tapi gue senang saat melihat kesungguhan dimata Fahri saat dia mengatakan bahwa dia mencintainya.
Fahri tertawa mendengar ucapan pacarnya itu "Soalnya aku takut kamu ninggalin aku gara-gara omongannya si Manda itu, jangan pernah berniat untuk jauhin aku." ucapnya sambil mengeratkan pelukannya. Dan pada saat dia merasakan Adel mengangguk, dia merasa lega.
Dia akan benar-benar menjaga gadis yang ia cintai dipelukannya itu, apapun yang terjadi. Karena gadis itu hanya miliknya.
Share this novel