ENAM BELAS

Romance Completed 65599

Han terbangun dengan posisi yang sama seperti dia tertidur tadi. Membuka mata berlahan-lahan dan menemukan gadis itu masih mendekapnya dengan erat. Suasana masih sangat sepi karena jam dinding itu masih menunjuk angka lima. Han tersenyum sendiri, bila biasanya jam-jam begini dia berangkat tidur, tapi sekarang pemuda itu malah sudah terbangun. Untuk memejam mata lagi rasanya tidak mungkin, sudah cukup lama memejam mata.

Kini Han hanya mengamati wajah ayu Nina yang masih terbawa mimpinya yang jauh. Mengamati matanya yang masih terpejam rapat, mengamati bibirnya yang merah merekah. Seperti tanpa sadar Han mendekatkan bibirnya pada gadis itu, dadanya sedikit berdebar. Tidak lama kemudian Han dapat merasakan desah nafasanya yang hangat, melumatnya pelan dan membiarkan bibirnya menempel disana cukup lama. Berjuta pertanyaan menggelayut dihati Han saat itu, kenapa dia lebih memikirkan wanita dalam koran itu daripada Nina yang sekarang ini berada didekapnya. Hati kecilnya berkata;

‘Kenapa semua ini terjadi padaku, kenapa bila Nina jauh aku tidak merasa rindu

dan kenapa bila dia didekatku aku merasa sangat bahagia. Cinta…datanglah padaku, datanglah sebelum semua terjadi. Tapi tetap saja wajah wanita dalam koran itu yag selalu hadir dan selalu saja datang diantara mata dan hatiku, apakah cinta memang seperti ini!? Ataukah aku yang terlalu serakah?’

Han menjauhkan kepalanya dari gadis itu, memandang lagi dari jarak satu jengkal. Han lalu membuka selimut yang menutupi tubuhnya perlahan-lahan. Tangannya seakan menjadi sangat kaku. Han seakan menjadi sebongkah batu yang tidak bisa bergerak. Gadis itu ternyata tidak menggunakan pakain, dia membiarkan dadanya terbuka dan hanya menutupinya dengan selimut. Setelah cukup lama melihat, Han kembali tersadar namun kali ini dia membuka selimut itu lebih lebar. Han tersenyum, ternyata dia masih mengenakan celana pendek. Han mengembalikan selimut itu seperti semula walau sebenarnya dia ingin memandangnya lebih lama.

Pagi telah benar-benar tiba, jam dinding itu sudah menunjukkan angka enam. Pelan-pelan Han bangun, menuju kamar mandi. Setelah selesai dia lalu pergi kedapur membuat secangkir kopi, membawanya kembali kedalam kamar dan duduk didekat jendela sambil menikmati matahari pagi. Membiarkan sinar pagi itu menghangatkan sebagian tubuhnya yang sengaja tidak kutupi. Memutar lagu merdu dari komputer dan mendengarkannya sambil sesekali mengamati Nina yang masih terlelap tidur. Saat Han memandangnya untuk yang kesekian kalinya, gadis itu terbangun dengan senyumnya. Dia melihat kearah Han, terlihat wajahnya sedikit merah.

“Kamu sudah bangun ya?”

“Sudah dua jam yang lalu.”

Gadis itu terdiam, sepertinya dia malu pada Han. Mengamati sekelilingnya, mungkin mencari bajunya yang tadi sudah dimasukkan pemuda itu kedalam lemari setelah dia mengambilnya dari sandaran kursi.

“Ada yang hilang ya?” sambil tersenyum padanya.

Gadis itu diam, dia hanya menatap Han dengan senyum diantara wajahnya yang semakin memerah.

“Han…kok kamu sudah bangun?” tanya Nina heran bercampur malu.

“Emang kenapa?” tanya Han pelan sambil tersenyum.

“Hmm…biasanya kamu kan bangunnya siang.”

“Ha…ha…kata siapa, aku selalu bangun jam lima pagi, cuma aku terus tidur lagi.” “Kenapa?” tanya Nina penasaran dengan jawaban itu.

“Terlalu sayang meninggalkanmu sendiri diranjang.”

Han tertawa, lalu mengambilkan baju gadis di almari pakaiannya. Han mendekat padanya, membuka selimut yang menutupinya dan memakaikan baju itu. Sungguh romantis, Han seperti seorang kakak yang mendandani adiknya yang mau berangkat sekolah. Kelihatannya Nina sangat malu, namun Han berusaha untuk tetap tenang dan dengan sabar pula pemuda itu memberinya handuk. Memintanya untuk segera mandi.

“Ha…ha…kamu malu ya Nin?” tanya Han tiba-tiba.

Nina terdiam, mukanya memerah lalu tiba-tiba gadis itu memeluknya.

“Han…terimakasih ya, kamu begitu menyayangiku,’’ bisik Nina pelan.

“Ah…biasa saja, sudah mandi sana!”

Nina tetap tersenyum malu-malu. Sementara Han hanya bisa memandangi

langkahnya yang gemulai itu. Setelah dia hilang dibalik pintu, Han melangkah keluar, menuju wartel di gang sebelah. Menekan beberapa tombol dan berbicara dengan seseorang yang jauh disebrang sana.

“Halo…selamat pagi, maaf mbak…saya mau tanya, email atau nomer hanponenya mbak

Ira yang baru!?”

“Iya, ini dari siapa mas?” sahut wanita di seberang sana.

“Dari, Han di Yogya.”

“Maaf ya mas, mbak Ira sedang keluar kota, mungkin mas Han bisa telpon beberapa hari lagi,’’ jawab wanita itu memberikan penjelasan.

“Kira-kira pulangya kapan mbak?” tanya Han agak kecewa.

“Mungkin dua hari lagi.”

“Mbak…nanti kalau Ira pulang, tolong suruh menghubungi saya secepatnya ya!” “Iya mas, nomornya?” tanya wanita itu.

Han lalu memberikan nomor handphonenya pada wanita. Setelah mengucapkan terima kasih dia meletakkan gagang telepon. Obrolan singkat itu membuatnya sedikit tersenyum, walau dia tidak tau wanita tadi itu siapa. Tapi setidaknya jawaban itu membuatnya bahagia. Titik terang itu sudah semakin terang. Tinggal bagaimana Han membuatnya nyata.

Sepulang dari wartel Han langsung menuju kamar. Melihat Nina yang sedang berdandan didepan cermin.

“Dari mana Han?” tanya Nina.

“Dari wartel disebelah,” jawab Han.

Nina tersenyum melihat Han yang juga tersenyum.

“Nin kamu jatuh cinta pertama kapan?” lanjut Han sesaat kemudian.

“Hmm....kapan ya? Umur 15 tahun dech kayaknya!” jawab Nina sambil mengingatingat hal itu.

“Cinta pertama?” tanya Han lagi ingin tau.

“Nggak tau ya? Kayaknya cinta monyet!” Nina tersenyum.

“Cinta pertamamu kapan?” tanya Han lagi.

“Hmm...kapan ya? Aku juga bingung Han! Tapi yang paling berkesan kayaknya yang terakhir ini dech! Walaupun kesannya menyakitkan!” Nina menunduk pelan mengingat semunya.

Han merasa bersalah dengan pertanyaannya. Kemudian dia mendekati Nina, memeluknya dari belakang dan menempelkan dagunya di kepala Nina.

“Nin! Cinta pertama itu belum tentu menjadi yang terindah dalam hidup! Tapi cinta terakhirlah yang akan menjadi kenangan indah!” Han tersenyum.

Keduanya saling menatap di cermin dan tersenyum kecil. Nina memegang kedua lengan Han yang memeluknya. Han tersenyum sekali lagi lalu mengajak Nina untuk berdiri dan berangkat ke kampus.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience