DUA PULUH TUJUH

Romance Completed 65599

Pada suatu sore yang sedikit mendung, di rumah kontrakan itu Han sedang duduk menghadap komputernya. Di sampingnya seorang gadis cantik. Ya…gadis itu adalah Dwie. Dengan baju putih bersih dan rok sedikit ketat warna abu-abu.

“Wie…ini mau di buat berapa spasi?”

“Hm…biasanya berapa Mas?”

“Satu setengah untuk resensi normal. Tapi kalau untuk tugas aku tidak tau?” “Satu setengah saja deh.” Sahutnya lirih.

“Kalau satu setengah spasi, nanti jadinya tiga lembar. Satu lembar synopsis yang dua lembar resensinya.”

“Ya…saya rasa itu cukup banyak Mas.”

“Mau dikumpul kapan?”

“Senin besok.”

Gadis cantik itu tersenyum. Tingkahnya manja, suka makan ice cream lalu memasukkan sendok kayu bekas ice cream itu kedalam saku bajunya. Lucu dengan gayanya yang sedikit judes.

“Mas teman-temannya pada kemana?”

“Mendaki gunung Lawu.”

“Sejak kapan?”

“Hari Jumat kemarin.”

“Sendirian dong?”

“Iya.” Sahut Hanpelan sambil menggerakkan tangannya cepat di atas keyboard.

“Pacarnya?”

“Ha…ha…mana ada yang mau sama orang aneh seperti aku?” “He…he…” gadis itu tersenyum.

“Kamu mau?” pemuda itu nyengir lalu tertawa ngakak “Ha…ha… Dwie hanya diam untuk sesaat.

“Tergantung!” sambil menggeser kursinya agar lebih dekat ke layar monitor

komputer.

“Tergantung apanya?”

“Cara merayunya,” Sahut gadis itu manja.

“Ha…ha…pasti tidak bisa dong?”

“Kenapa?”

“Aku paling tidak besa merayu.”

“Kalau begitu tidak usah pacaran.”

“Emang orang pacaran harus merayu dulu?”

Dwie tidak menjawab. Dia hanya mengangkat bahunya sambil tersenyum. “Seandainya aku bisa merayu, kamu mau?” “Hm…mau,” sedikit malu-malu.

“Kalau tidak merayu dulu?”

“Hemmm….gimana ya?”

“Mau apa tidak?”

“Hm…mau.”

“Jadi kita jadian dong?”

“Eh…maunya!” Gadis itu memukul pelan bahu Han.

“Lalu?” Han menoleh kearah Dwie.

“Ada syaratnya dong!” Sahutnya cepat sembari tersenyum.

“Apa?’

“Kamu harus memberiku sepatu kaca,” Lagi-lagi gadis itu tersipu malu. Wajahnya memerah lalu menunduk pelan.

“Bisa diganti syarat lain?” Han sepertinya masih menganggap obrolan itu adalah gurauan belaka. Kali ini dia kembali mengamati layar monitor dan jari-jarinya masih teratur menekan tombol-tombol kecil yang menimbul nada seirama. “Hm…bisa,” sahut Dwie sambil memain-mainkan rambutnya yang tergerai.

“Apa?”

“Beliin ice cream tiap hari.”

“Serius?”

Han berbalik lalu menyodorkan jari kelingkingnya.

“Hm…ya deh,” seakan tanpa sadar tangan lembutnya terangkat. Cari kecil kelingkinnya mengayun cepat.

Kini kedua jari kecil itu telah terkait menjadi satu. Sebuah kejadian yang aneh, lucu dan romatis. Sepatu kaca yang diimpikan oleh pemuda itu kini telah menemukan pemiliknya. Seorang gadis cantik, manja, sedikit judes dengan suara merdu. Tanpa rayuan mereka menjadi sepasang kekasih…

Adakalanya semua impian hanya akan menjadi angin lalu yang sirna bersama debu. Ada kalanya mimpi akan menjadi sebuah kenyataan, ada kalanya pula mimpi hanya akan menjadi kembang tidur yang akan segera hilang ketika pagi tiba. Ada kalanya pula bahwasanya rasa itu akan berubah dengan sendirinya, lalu dari mana asal cinta yang sesungguhnya?

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience