LIMA BELAS

Romance Completed 65599

Matahari telah hampir pulang keperaduannya, sinarnya sudah mulai menguning. Melukiskan keindahan alam diatas langit senja. Burung-burung kecil telah kembali kepucuk-pucuk pohon, bersiap menyongsong mimpi mereka. Sekelompok anak muda masih asyik bermain bola dilapangan rumput yang sedikit berdebu. Han dan teman-teman memilih untuk menikmati berita sore ditelevisi. “Nina mana Han?” tanya Jack memecah kesunyian.

“Tadi aku antar ketempat kostnya.”

“Kenapa?”

“Katanya ada urusan dengan adiknya.”

“Tapi benar, diantara kalian tidak ada masalah?”

“Kapan sih Jack, aku pernah bohong sama kamu.”

“Nih…”

Jack menyodorkan secarik kertas pada Han. Pemuda itu Membacanya sebentar lalu tersenyum sebagai ucapan terimakasih.

“Tanks ya Jack,” memberikan sebuah pelukan terimakasih pada sahabatnya. Jack memandang Han dengan tatapan berbinar. Mereka berhasil menemukan alamat email dan nomer telephone gadis impian itu. “Kapan kamu mendapatkannya?” Han tersenyum senang.

“Lima menit yang lalu, itu nomer hp dan alamat email kantornya.”

Arif dan Pay tidak menghiraukan mereka berdua, masing-masing hanya diam menyaksikan berita sore itu. Tidak juga menoleh kebelakang, kearah Jack dan Han disofa yang sangat dekat dengan mereka. Mungkin terlalu sayang berita itu untuk ditinggalkan. “Kuharap kamu bisa menemukannya Han,’’ Ucap Jack lirih.

“Mudah-mudahan.”

Senyum diwajah Han itu berbinar-binar. Dia akan menemukan gadis impiannya. Sesaat kemudian matanya telah menerawang jauh, melintasi batas-batas wajar langkah lesu yang selama ini mengikutinya. Sebuah titik terang telah ditemukan walau itu

sangatlah jauh. Ada keyakinan dihatinya bahwa titik itu adalah cahaya yang menyilaukan bila dia menemukannya nanti. Cahaya dari sebuah impian atas nama cinta, walau itu bukanlah cinta pertama yang memantulkan cahanya mentari pagi.

Dengan mendekap selembar kertas itu, Han melangkah menuju kedalam kamar. Dia tau ini masih jam delapan malam, namun dia ingin cepat-cepat tidur agar besok bisa bangun pagi dan menghubungi nomor telepon yang baru saja didapatkan dari sahabatnya tadi.

Han mengambil sebuah buku catatan. Sesaat kemudian tangannya menari dengan cepat, menari untuk menyusun sebait kalimat yang akan di kirimkannya nanti, nanti ketika dirinya benar-benar mampu menemukan gadis itu.

Dear...

Dari sudut kota yang hingar ini kucoba temukan mimpiku tadi padi. Dini hari ketika ayam jantan berkokok nyaring. Aku tau, cinta itu mistis. Tapi manusia terkadang salah mengartikannya. Cinta selamanya akan menjadi cinta, cinta bukan hanya cinta pertama. Kedua, ketiga bahkan keseratuspun namanya juga akan tetap cinta. Aku, engkau maupun malaikat malam setidaknya akan menyadari bahwasanya semua adalah benar. Bahwa cinta sejati, bahwa cinta suci bukanlah yang pertama kali kita rasakan, tapi yang terakhirlah yang akan kita kenang.

Jam dinding itu berdetak sangat lambat, lambat sekali. Berkali-kali Han menatapnya, namun tetap saja tidak beranjak dari angka delapan dan sembilan.

Lamunannya telah terbang bebas, menemukan sebuah rumah yang indah dengan pagar bunga-bunga mawar. Sebuah rumah yang luas walau hanya sebagian yang berdinding. Udara bebas masuk kedalamnya, ah…sungguh indahnya.

“Han….’’

Lamunannya yang hampir saja klimaks langsung buyar. Nina telah berdiri didepan pintu dengan senyumnya yang mengembang. Melangkah kearah Han dan merebahkan tubuhnya begitu saja.

“Sama siapa Nin?”

“Sendiri, tumben jam segini sudah mau tidur?’’

“Cuma iseng kok, bosen lihat berita terus.”

Han menyembunyikan buku itu dibawah bantal. Kini dia memandang Nina yang terlentang bebas disampingnya. Aneh memang bila diantara mereka tidak tumbuh rasa cinta. Sudah sangat sering Han bermimpi dalam dekapannya, sudah sangat sering pemuda itu melihat Nina telanjang, bahkan tidak cuma sekali dia melumat bibirnya yang merekah itu.

“Kenapa Han?”

“Ah…tidak,” sepertinya Han sedikit gugup.

“Kamu dari tadi tersenyum terus kenapa?”

“Ya…bahagia karena kamu datang.’’

Han menjawab sekenanya saja. Kemudian dia melingkarkan tangannya dipinggang gadis itu. Membelai rambutnya yang tergerai bebas. Entah angin mana yang membuatnya ingin sekali melumat bibir itu. Namun Han dapat menahannya dan hanya mengecup keningnya saja.

“Kamu tadi kuliah Nin?’’ dengan suara lembutnya.

“Iya, tapi Cuma satu mata pelajaran.”

“Adikmu dimana?” tanya Han lagi berbasa-basi.

“Ada dikost, lagi ngumpul sama teman-temannya.”

“Kalo ada waktu mbok diajak main kesini!”

“Sebenarnya dia ingin main kesini, tapi aku melarangnya.” “Kenapa?” tanya Han singkat.

“Dia itu tidak bisa menjaga rahasia,” Nina tersenyum simpul sambil melirik kearah Han.

“Ha…ha…takut ketahuan ya?’

“Apanya?’’ guman Nina manja.

“Rahasianya!’’ jelas Han lagi.

“Ih…enggak kok, lagian kamu kan sudah tau semua.”

Han terdiam seakan kehabisan kata-kata. Tidak tau apa lagi yang harus dibicarakan dengannya. Pikiran Han telah terbawa jauh, jauh disana saat dia berbicara dengan gadis dalam koran itu, atau sekedar membaca sms darinya sebagai salam perkenalan esok pagi.

“Nin…tidur dulu ya!”

“Iya…mau dipeluk nggak?’’

Ah…senyum itu sepertinya sangat manis, apalagi aroma parfum yang dikenakannya, sungguh menusuk hingga kedalam jantung. Han tidak menjawab pertanyaan itu, hanya saja dia memeluknya terlebih dahulu. Membenamkan kepalanya diantara belahan dadanya yang begitu indah, mendengarkan dendang pelan dari detak jantung lirih itu. Menemukan mimpinya disana seperempat menit kemudian.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience