Lah, kenapa seorang gadis, buka pak Handoko, dengan sekejap aku melihat badanku, dan, ASTAGA, “dengan cepat-cepat aku menutupi badanku yang terlihat memaluan ini, tidak hanya aku, dua kawan ku lainnya juga ikutan menutupi badan mereka. Bener-bener tidak masuk di akal, pak Handoko sampai detik ini tidak pernah terlambat dan tidak pernah guru lain yang masuk, tapi ini kok, astaga, gadis pulak, dan aku memakai pakaian yang begini pulak, malunya, dimana martabat ku sebagai lelaki. Pada saat itu, suasana hatikupun berubah menjadi sangat kesal dan tidak nyaman. Aku melihat gadis yangberlumuran tepung kue itu sebagai penghancur rencana kami yang sudah kami siap-siapkan untuk pak Handoko. Dia seharusnya ketuk pintu dulu sampai orang dalam mengatakan masuk, tapi denagn seenaknya saja masuk tanpa mengetuk, dikiranya dia guru, padahal hanya seorang junior.
Tidak hanya aku, ditemani dengan teman kelas lainnya, kami banyak yang tidak senang karena kehadiran gadis itu. Tapi anehnya, yang lebih membuat ku kesal adalah sahabtku senditi, si Natahanniel, kenapa sih dia malah mendukung gadis itu, mau jadi sok pahlawan? Padahal mukak gadis itu juga belum kelihatan, ah, aku jadi malas lihat si Nathan. Sifat kami emang beda, aku orangnya tidak seramah Nathan, tapi tidak tau kenapa, kami terasa cocok saja sebagai kawan. Saking kesalnya dan tidak bisa di pertahankan lagi, aku pun acuh tak acuh dengan si Nathan. Emang bukan salah dia sih, semua gara-gara cewek itu. Yang lebih lucunya, dia mengaku kalau dia bakal ngajarin kami, yang bener saja, tampang adek kelas begitu mengajari kami, kecuali kalau dia emang bener-bener guru muda atau guru yang awet muda.
Yang membuat aku lebih tak habis piker adalah Nathan kepengen mengejar cewek itu, yang bener saja, padahal dia tidak kenal sama sekali dengan cewek itu, atau jangan-jangan di sebenarnya kenal dengan cewek itu, atau mereka pacaran, ah tidak mungkin, Nathan tidak pernah cerita apapun tentang cewek yang diasukai. Astaga, kejadian ini membuat ku tidak habis mikir, dah capek otak ku, mau tidur pun tidak bisa.
“Tuh lihat tuh teman loe, pacarnya kali” tiba-tiba tanya Budi, teman sebangku ku.
“Ga tau, dah mau tidur gue” jawabku malas, dan melipat kudua tangan ku di atas meja dan membaringkan kepalaku diatas tanganku.
“alah, lemah amat sih lu bro” balas si Budi.
Ah, mimpi apa sih aku sebelum naik ke kelas ini, harus duduk sama anak ini, cerewet nya macam mulut wanita. Tapi yang bisa di andalkan dari dia adalah kepintarannya, ya, denger-denger selalu menduduki 3 besar di kelas dari SD. Untung saja ada yang bisa di harapakan dari dirinya, kalau tidak, ughhh, bisa mati duduk disebelahnya. Sebenanrnya aku kepengen duduk sama Nathan, sayangnya walaupun sekolah ini sudah mengadopsi program seperti selayaknya universitas, ya tapi tidak seluruhnya, bangku pun masih diatur sama walikelas.
“Oi oi ton, bangun ton” bisik Budi sambil memecahkan pikiranku yang sedang berusaha tidur
“Ah apasih” kataku yang tidak mau tau
“Serius, bangun ton” suara budi sedikit menguat, dan mulai menggoyang badanku
“Ah apasih loh” kataku sambil mengngkat kepalaku dan melihatnya dengan muka marah
“Apasih, ganggu aja loh, buta? Orang mau tidur” tambahku
BAAAAMMMM…suara pintu kelas yang sangat kuat mengagetkan kami semua, seperti ada yang memukulnya
“OI THAN, bia….” Kukira Nathan yang kesal karena omelan kami tentang gadis itu, rupaya....pak Handoko.
======================================================To be continued.
Share this novel