5. Superhero

Romance Series 3852

"Kita hanya teman, tapi aku ingin lebih. Aku ingin memberikan hatiku kepadamu dan aku ingin kamu jadi milikku. Aku hanya ingin menjadi diriku sendiri ketika kamu berada di dekatku. Aku ingin bersandar padamu.. Aku ingin kamu... Aku mencintaimu."

********

Happy reading! ^^

SOFIE POV

Hari berganti hari sampai tak terasa dua minggu sudah ku lalui menjadi sekretaris Nino. Dan saat ini aku sedang makan malam bersama Nino di salah satu tempat makan di Kemang.

"Sof, aku ingin bicara sesuatu denganmu," ucap Nino menarik tanganku.

Aku terkejut dengan tindakannya kepadaku. "Mau bicara apa No, sampai pegang tanganku segala? Kamu membuatku jadi gugup."

Nino menatapku. "Sof, sebenarnya sudah lama aku ingin mengatakannya sejak kita sekelas dulu, tapi kuurungkan niatku. Dan sekarang, aku tidak akan melepaskanmu lagi. Aku menginginkanmu karena aku mencintaimu. Will you be my lady?" ungkap Nino kepadaku.

Aku tertegun sesaat. Dari dulu aku mengenal Nino, dia adalah orang yang suka bercanda. Jadi ini seakan hanya lelucon yang sedang dibicarakannya. Tapi sepertinya Nino tidak bercanda kali ini, karena aku tidak melihat itu dalam dirinya. Aku bisa melihat keseriusan di mata Nino.

"Tapi, No, aku..," jawabku ragu karena tidak tahu harus menjawab apa kepadanya. Degup jantungku semakin kencang.

"Please, jangan menolakku." Nino semakin menggenggam erat tanganku. "Sebenarnya aku sudah menyukaimu waktu di sekolah. Hanya saja waktu itu kamu sedang menjalin hubungan dengan kakak kelas yang sok kecakepan itu."

"Ha-ha-ha." Aku refleks tertawa mendengarnya. Rasa gugupku jadi hilang seketika karena guyonan Nino. "Evan maksudmu? Tapi saat itu kan dia memang dicap sebagai lelaki populer di sekolah, masa kamu lupa?" sahutku membenarkan.

"Ya, terserah. Dari dulu kan kamu selalu membelanya."

Aku kembali tertawa. "Bukan begitu. Aku bicara apa adanya," tepisku.

"Jadi sekarang, kamu maukan menerimaku?" tanya Nino kembali mengeluarkan mimik serius kepadaku sambil menatapku.

"Kita baru ketemu belum lama, apa tidak bisa kita saling mengenal dulu, No?" tanyaku.

Nino menggeleng. "Kita bisa saling mengenal seiringnya waktu berjalan. Intinya kamu tidak boleh menolakku," jawabnya dengan tegas.

"Terus kalau begitu, ngapain kamu tanya aku lagi?" Aku pun terkikik. "Dari dulu kamu memang tidak berubah. Harus selalu ikut semua keinginan kamu."

"Tuh tahu!" Nino tersenyum kepadaku. "Jadi kamu mau kan jadi pacar aku?" tanya Nino memastikan.

"Apa perlu ku jawab tidak?"

"Tidak berarti iya! Oke, mulai hari ini kamu adalah wanitaku," ucapnya sambil mencium punggung tanganku.

Aku hanya geleng-geleng kepala. Mengenai masalah perasaan ku kepadanya sih, aku tidak membencinya, tapi tidak juga mencintainya. Aku hanya menyukainya sebagai teman. Tapi, aku akan mencoba membuka hati untuknya dan belajar mencintainya. Mungkin berjalannya waktu aku bisa mencintai Nino.

*******

Seminggu kemudian...

Aku dan Nino sudah membicarakan dan memutuskan kalau selama di kantor dan jam kerja, kami akan bersikap profesional layaknya atasan dan sekretaris. Tapi, setelah jam kantor selesai ataupun di luar kantor, kami adalah sepasang kekasih. Ku lakukan itu karena aku tidak mau karyawan di sini menggosipkanku yang tidak-tidak. Alhasilnya, seminggu ini tidak ada yang tahu aku dan pemilik perusahaan besar ini menjalin hubungan.

Dan sekarang jam kantor sudah selesai. Itu berarti kami adalah sepasang kekasih, walaupun aku masih berada di ruangannya.

"Beb, hari ini temani aku ke ulang tahun temanku ya? Sekalian aku mau kenalin kamu kepada sahabatku. Dia adalah Kakak Kelas kita dulu namanya Alan," ucap Nino yang sedang menandatangi dokumen yang sedang diceknya di atas mejanya.

"Baiklah, tapi aku tidak membawa baju. Apa aku pakai ini saja?" tanyaku sambil menunggu dokumen selesai ditandatangani.

"Jangan dong!" Nino menatapku sekilas. "Kamu lupa kalau kamu lagi pacaran dengan siapa? Mana mungkin aku membiarkan wanitaku berpakaian seperti ini," ujarnya.

Aku memutar bola mataku. "Jangan suka pamer kekayaanmu kepadaku. Aku tidak mau dicap sebagai cewek matre yang hanya mengincar hartamu, No," sahutku.

"Baik, Sayang." Nino beranjak dari kursinya, memberikan dokumen yang sudah selesai ditandatanganinya kepadaku, lalu berjalan merangkul pinggangku. "Yuk, jalan sekarang!"

Aku pun meletakkan dokumen di atas mejaku dan mengambil tasku. Kami keluar ruangan dan berjalan menuju parkiran.

Sebelum ke acara, Nino membawaku ke sebuah butik milik temannya. Dia menyuruhku memilih gaun yang aku suka. Tapi karena aku tidak pandai memilih serta bingung dengan puluhan gaun dijejerkan kepadaku, akhirnya temannya yang bernama Lila membantuku memilihkannya. Dan aku hanya mencoba apa yang dipilihkannya untukku.

"Gimana?" tanyaku kepada Nino yang sedang duduk sambil menungguku.

Nino memperhatikan diriku dari atas kepala sampai kaki, setelah itu jarinya membentuk tanda O. "Sempurna!"

Aku bernafas lega dan tersenyum mendengarnya. Itu berarti aku tidak perlu ganti baju lagi karena ini sudah ke lima kalinya aku bolak balik dan tidak ada yang disukai Nino.

Selesai Nino membayar semua, kami langsung berangkat menuju tempat acaranya.

Sesampainya di salah satu hotel berbintang di Kawasan Selatan, aku dan Nino berjalan menuju ruangan tempat acara berlangsung. Melihat begitu banyak orang-orang yang sudah hadir dan mengenakan pakaian yang bagus-bagus, aku pun bernafas lega. Untung saja aku ganti baju, kalau tidak, aku akan sangat malu dengan para wanita di sini. Mereka terlihat cantik dan penampilan mereka berkelas semua.

Saat aku sedang melihat orang-orang, Nino pun sedang mencari sahabatnya sambil mencoba menghubunginya. Namun, sepertinya tidak diangkat oleh sahabatnya itu.

"Bentar ya, Beb, aku coba telepon di luar. Di sini tidak dapat signal," ijin Nino.

"Baiklah. Aku tunggu di sini."

Nino berjalan keluar ruangan untuk menelepon. Dan 15 menit kemudian, dia masuk dengan seorang lelaki di sampingnya. Aku yakin lelaki itu adalah sahabatnya yang ditunggu itu.

"Sof...," panggil Nino. "Kenalkan, Al, dia pacarku namanya Sofie. Dan, Beb, ini sahabat terbaikku, Alan Morgan," sebutnya memperkenalkanku kepada sahabatnya.

"Hai!" sapaku sambil menjulurkan tanganku kepadanya. "Nino sudah menceritakan sedikit tentangmu kepadaku," sambungku sambil mengeluarkan senyuman. Saat aku bersalaman dengannya, aku merasakan getaran aneh dalam diriku. Ku tatap wajahnya yang tidak asing bagiku. Aku seperti telah mengenalnya sejak lama, tapi itu tidak mungkin juga karena kami baru ketemu saat ini.

Ku lihat, dia menatapku sangat lama. Aku melihat diriku sendiri sambil berkata dalam hati, apa ada yang salah dengan penampilanku?

"Hai.." Lelaki yang dikenalkannya kepadaku akhirnya mengeluarkan suaranya. "Alan Morgan," sebut lelaki itu memberitahukan namanya.

Selesai berkenalan, kami sama-sama menghampiri teman Nino yang berulang tahun.

"Selamat ulang tahun ya, Bro!" Nino menyalami temannya dan berpelukan ala lelaki, begitupun dengan Alan. Nino juga mengenalkan aku kepada temannya yang punya acara itu. Lalu selang berapa menit, teman-teman si punya acara pun ikut menghampiri Nino dan Alan. Ku tebak mereka semua adalah teman satu ekskul dalam bidang olahraga.

Dan benar saja, akhirnya terjadi perbincangan antar lelaki mengenai olahraga basket dan aku berada di tengah-tengah mereka semua. Aku yang sama sekali tidak mengerti hanya bisa mengeluarkan senyum pepsodent dan pura-pura mengerti tentang basket yang bahkan aku saja belum pernah sekalipun memasukkan bola ke ring.

Perlahan ku langkahkan kakiku mundur dari obrolan mereka yang semakin lama semakin tidak ku mengerti arahnya. Dari basket bisa lari ke wanita, dan yang membuatku sensitif adalah mereka membicarakan wanita-wanita di dalam ruangan ini dengan segala kecantikan yang disebut sampai bentuk tubuh mereka. Apa mereka tidar sadar ada wanita di samping Nino?

Lebih baik aku cari minum dan makanan, ucapku dalam hati. Saat aku hendak mengambil gelas minuman. Seorang wanita menyenggol tanganku dengan kasar sambil berseru, "Kau siapanya Nino?"

Hampir saja gelasku terjatuh. Aku menoleh ke wanita dengan gaun sexy merahnya menampilkan belahan dada yang ku yakin lelaki yang melihatnya akan terangsang. "Kau siapa?" tanyaku balik.

"Aku adalah calon pacarnya," jawab si wanita itu.

"Oh. Hanya calonkan..? Hem.., " jedaku. "Aku pikir kau adalah pacarnya," sindirku. Kalau tadi dia mengatakan dia adalah pacarnya, sudah pasti Nino yang akan kupertanyakan. Benarkan?

Aku kembali memandang ke arah meja yang berisi kue-kue kecil. Sepertinya enak! Segeralah aku ambil piring kecil untuk menaruh beberapa kue-kue itu.

"Ya, tapi aku akan segera menjadi pacarnya kalau kau tidak menggangguku dengan datang bersamanya," sahut si wanita itu kembali.

Aku langsung menoleh ke wanita itu sambil mengernyitkan keningku. Hah? Maksudnya aku adalah pengganggu hubungannya untuk mendekati Nino gitu? Dasar wanita rubah! gerutuku dalam hati sambil mengumpat.

Aku mencoba untuk tenang dan tidak terpancing emosi dengan ucapannya. "Kalau Nino memang menginginkanmu, aku dengan senang hati kok memberikannya padamu," sahutku balik, lalu mulai mencicipi kue-kue kecil yang dari tadi memanggilku minta disantap.

Wanita itu berdecak sebal kepadaku dan sepertinya tidak mau kalah untuk menyahuti lagi. "Jadi kau akan memberikannya padaku?" tanyanya dengan nada sok yakin kalau Nino akan mau dengannya.

Eh, tapi tidak tahu juga sih Nino bakal mau atau tidak. Aku jadi ingin menertawakan diriku sendiri yang mengeluarkan pikiran tidak jelas di mana aku sendiri tidak yakin dengan jawabannya.

Aku hanya mengangguk. "Itu kalau Nino yang bicara sendiri kepadaku bukan kau." Aku yakin wanita itu makin gondok dengan jawabanku.

"Tapi, apa kau tidak tahu kalau ternyata Nino malah menduakanmu di belakangmu?"

Maksudnya apa sih? Nino menduakanku di belakang? Nih wanita seperti mengibarkan bendera perang kepadaku! Hayo deh ku lawan sekarang! Dari tadi aku sudah menahannya dengan batas kesabaran kuadrat, tapi nih Nenek Lampir masih saja bergelut tidak mau kalah dariku. "Kau ini maunya apa sih? Kau bisa memberikanku bukti kalau Nino menduakanku? Atau ini hanya siasat otak udangmu agar aku dan Nino bertengkar, lalu putus. Itu yang kau mau?" hardikku yang mulai merasa kesal.

Wanita itu tersenyum miring, lalu dia mengeluarkan sesuatu dari tasnya yaitu sebuah ponsel. Dia menunjukkan padaku sebuah foto Nino sedang berjalan berdua dengan dirinya dengan mesra.

"Aku tidak percaya Nino menduakanku!" seruku setelah melihat foto tersebut.

Wanita itu tertawa senang mendengar jawabanku. "Bangunlah dari mimpimu yang ingin menjadi Cinderella! Kau tidak cocok bersanding dengan seorang Nino Fernandez!" ejeknya kepadaku.

Lalu, kau cocok gitu?

"Aku tahu kau hanya seorang pegawai di perusahaan Nino. Aku jadi ingin tertawa. Kok bisa-bisanya Nino menjadikanmu pacar padahal dia sedang mendekatiku?" sambungnya menghina diriku sampai air mataku tiba-tiba keluar membasahi pelupuk mataku.

Dan belum selesai wanita itu menghina diriku, dia juga menyiramku dari atas kepalaku dengan air yang diambilnya di meja. Aku sampai terkejut dengan kelakuan si Nenek Lampir ini.

"Puas kau?!" seruku sambil menatap tajam wanita itu. Kalau bisa mengeluarkan laser, sudah ku keluarkan untuk membuatnya diam.

Ku kira tidak ada orang yang menyadari perdebatan kami ini karena mereka sibuk dengan acaranya masing-masing, ditambah penerangan lampu yang sedikit remang, tapi dugaanku salah.

"Ada apa ini?" Tiba-tiba terdengar suara dari seorang lelaki, membuatku menoleh ke asal suara tersebut.

Alan?

"Apa yang kau perbuat, Shintia?!" tegur Alan kepadanya. Dan saat dia melihat wajahku yang basah, dia langsung mengeluarkan sapu tangannya dan memberikannya kepadaku. "Kau tidak apa-apa?" tanyanya dengan nada khawatir.

Aku menerima sapu tangan dari Alan. "Thanks." Aku pun mengelap wajahku yang terkena air.

Lho? Seharusnyakan Nino yang di sini, bukan malah Alan. Ke mana dia? tanyaku dalam hati sambil melihat sekeliling ruangan. Dan aku tidak menemukannya di gerombolan tempat tadi dia berkumpul.

Alan kembali menegur si wanita rubah betina yang ternyata punya nama yang bagus, Shintia, tapi tidak sebagus sikapnya. "Kenapa kau menyiramnya?" tanya Alan kepada Shintia.

"Alan, alan! Aku hanya membantu menyingkirkan debu dalam guci mahal," jawab Shintia.

"Kau itu sudah ditolak oleh Nino! Bukanya ngaca, malah cari masalah saja!" tegur Alan. Dan ucapan Alan barusan membuatku tertegun sesaat.

Jadi wanita ini ditolak Nino? Karena itu dia jadi sakit hati. Aku mendengus kasar. Rasakan kau!

"Nino tidak akan menolakku kalau bukan karena nih cewek tiba-tiba datang ke kehidupannya!" sahut Shintia sambil melirikku sinis.

"Ku kasih tahu ya, Shin, Nino dan dia itu sudah berteman sejak SMA. Dan kau, kau baru bertemu Nino sebulan yang lalu. Jadi wajar kalau Nino lebih memilih dia daripada kau yang kerjanya hanya memoroti uangnya," sahut Alan.

Hore! Aku yakin kali ini sahutan Alan membuat si Nenek Lampir kebakaran jenggot!

Shintia menghentakkan kakinya. "Awas kalian berdua!! Akan ku balas semua..." Ucapan Shintia terhenti dan berganti menjadi sebuah pekikkan, "Auw, dingin!!"

Aku dan Alan sama-sama menoleh ke lelaki yang tiba-tiba mengguyur kepala Shintia dengan air, sama sepertiku tadi. Tapi, kulihat air yang disiramnya berwarna hitam membuat gaun merahnya meninggalkan bekas noda dari minumannya. Apa itu coca-cola?

"Nino?!" panggilku bersamaan dengan Alan.

Nino adalah pelaku dari kejadian pengguyuran minuman ke kepala Shintia. Ia seperti superheroes bagiku yang tiba-tiba datang membantuku melawan musuh. Ya musuhnya kalian tahu sendirikan?

"Beraninya kau membuat pacarku basah begini?!" Kali ini pacarku yang mengomeli si rubah betina. Yeay..! Hatiku berjingkrak kesenangan karena sudah dibela oleh kedua lelaki tampan.

"Bukan gitu maksudku, No. Aku bisa menjelaskan." Wanita itu memegang tangan Nino, tapi ditepis kasar oleh Nino.

"Aku tidak butuh penjelasanmu! Sekali lagi kau berulah pada pacarku ini, kau akan tahu akibatnya sekalipun kau adalah seorang wanita!" gertak Nino.

Akhirnya Shintia pergi dengan malu yang dirasakannya.

Itulah akibatnya melawanku. Sekarang aku jadi punya dua orang superheroes dalam hidupku. Ya itu adalah Nino dan Alan.

Dan sejak kejadian ini, aku dan Alan menjadi dekat. Kehidupanku sedikit demi sedikit berubah menjadi menyenangkan karena aku mulai dikelilingi orang-orang yang baik. Pertama, aku mendapatkan seorang pacar yang baik, kedua, aku mendapatkan seorang teman dekat yang selama ini belum pernah aku miliki.

.....

TBC

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience