Completed
                        
63
                    Malam itu turun dengan gelap yang dalam. Hujan gerimis menyapu jendela markas operasi rahsia Ariey, di mana pasukan elitnya sedang menyiapkan langkah berikut dalam peperangan senyap melawan jaringan Pemburu Gelap. Di sudut ruangan, Sabrina duduk diam di hadapan cermin, rambutnya yang basah dibiarkan terurai, wajahnya masih menyimpan sisa luka dari pertempuran terakhir.
"Kau pasti sudah tahu ke mana arah langkah kita selepas ini," kata Ariey perlahan sambil menyerahkan sekeping fail merah kepadanya.
Sabrina membuka fail itu. Di dalamnya ada gambar-gambar wajah lelaki yang bertanggung jawab atas kematian ayahnya dan juga jaringan perdagangan manusia yang baru mereka bongkar.
"Erick Damrov..." bisik Sabrina. Suara itu dingin, penuh kebencian. "Dia pernah tersenyum di atas tubuh-tubuh yang sudah tak bernyawa."
Ariey mengangguk perlahan. "Kini, waktunya membalas. Tapi ini akan berlumur darah. Jangan lakukan ini kalau kau belum siap."
Sabrina memandang Ariey. Mata mereka bertemu. Di balik kelembutan wajahnya, kini tersembunyi kekuatan yang baru. Dia bukan lagi gadis manis yang memberinya lolipop lima belas tahun lalu. Dia sudah menjadi bayangan kematian bagi musuh-musuh mereka.
---
Operasi dimulai di kota pelabuhan kecil di selatan. Target pertama: Gudang logistik milik Damrov Group yang dijadikan pusat cuci uang dan pengurungan korban penculikan.
Sabrina, yang kini memakai sut pertempuran ringan buatan khusus, menyusup bersama unit intel. Langkahnya senyap, nafasnya teratur. Di tangannya, belati kecil yang ditinggalkan ibunya. Senjata itu tak hanya memotong daging, tapi juga kenangan.
Di dalam gudang, penjaga terkejut. Namun mereka tak sempat mengangkat senjata. Tangan Sabrina bergerak cepat—satu tusukan, dua tikaman, dan mereka rebah tanpa suara. Belati itu mencium darah.
Seorang lelaki mencoba melarikan diri lewat pintu belakang. Sabrina mengejarnya. Tubuhnya seolah melayang di antara tiang dan peti. Dia melompat, berputar di udara dan menendang dada lelaki itu hingga terbanting ke tanah.
"Tolong... jangan..." lelaki itu merayu, menggigil.
"Kau bantu jual tubuh manusia, dan sekarang kau ingin simpati?" suara Sabrina nyaris berbisik. Belatinya menari sekali lagi, dan dunia lelaki itu gelap selamanya.
---
Setelah operasi selesai, unit kembali ke markas. Ariey memeriksa mereka satu per satu. Ketika melihat Sabrina duduk diam di pojok, bajunya berlumuran darah, dia mendekat dengan tenang.
"Pertama kali membunuh?" tanyanya perlahan.
Sabrina menggeleng. "Bukan itu. Tapi pertama kali... aku menikmatinya."
Ariey menatapnya lama. Bukan karena takut, tapi karena sedar—Sabrina telah berubah. Ia telah menjadi senjata.
"Kau tahu ini belum selesai," katanya akhirnya.
"Aku tahu. Dan aku mahu mereka semua jatuh. Satu per satu."
---
Hari-hari berikutnya dipenuhi dengan perburuan. Dengan informasi yang didapat dari operasi pertama, Ariey dan pasukannya mengincar lima lokasi lagi. Mereka menyerang seperti bayangan, menyelinap dan menghancurkan. Dalam setiap misi, Sabrina turun tangan, tak sekadar sebagai pelindung, tapi sebagai algojo.
Nama "Sabrina Sang Taring" mulai beredar di kalangan bawah tanah. Para penjahat mulai ketakutan. Beberapa dari mereka bahkan menyerahkan diri, hanya kerana bisikan tentang senyuman gadis pembunuh yang berdarah dingin.
Namun di balik wajah tegas dan aksi mautnya, Sabrina tetap menyimpan sisi lembut. Di saat sepi, dia masih menyimpan lolipop dalam poket jaketnya. Bukan untuk dimakan, tapi sebagai peringatan. Bahawa dia pernah memilih jalan manis dalam hidup.
Dan kini, dia memilih untuk menghancurkan kebusukan dunia agar anak-anak lain tak perlu mengalami nasib seperti dirinya dulu.
---
Suatu malam, di balkon markas, Ariey dan Sabrina berdiri berdampingan. Kota di bawah mereka seolah damai, meski mereka tahu api masih membara di banyak sudut dunia.
"Kalau semua ini selesai... kau akan kembali jadi polis?" tanya Ariey.
Sabrina tersenyum. "Mungkin. Atau mungkin jadi guru bela diri. Tapi... entah kenapa, aku rasa aku masih ingin berdiri di sisimu, Ariey."
Ariey tak menjawab, hanya menatapnya dengan mata yang penuh rasa. Dalam dunia yang kelam, senyuman Sabrina adalah cahaya yang paling dia percaya.
Dan meskipun tangannya kini berlumuran darah, hatinya tetap menyimpan manisnya lolipop yang dulu dia berikan.
Share this novel