Completed
                        
63
                    Langit malam di Kuala Merah gelap dan penuh asap. Kota pesisir itu kini menjadi pusat strategi pertempuran besar antara pasukan pemberontak dan unit elit di bawah komando langsung Panglima Ariey Siika. Tak ada lagi ruang untuk diplomasi; musuh yang dulu bermain di balik bayang kini muncul ke permukaan, bersenjata penuh dan haus darah.
Ariey berdiri di atas atap Menara Kawalan Tua, memandang ke arah selatan di mana deretan kapal musuh memasuki teluk. Di sisinya, Sabrina berdiri tegap, berbalut sut pelindung tempur hasil gabungan teknologi dan seni pertahanan diri kuno yang ia pelajari sendiri dari Ariey. Wajahnya serius, tetapi sorot matanya tajam dan tenang—ia bukan lagi gadis pemalu yang pernah memberinya lolipop, melainkan seorang wanita yang bersedia bertempur demi cinta dan kebenaran.
"Kita sudah siap?" tanya Sabrina dengan nada mantap.
"Lebih dari siap," balas Ariey. "Hari ini, kita tamatkan mereka. Untuk yang telah mereka lakukan padamu, dan pada rakyat negara ini."
Dari kejauhan, terdengar bunyi dentuman pertama. Serangan sudah dimulai.
Pasukan Ordax, kini dikenal sebagai Kumpulan Gelap Utara, menyerbu dari arah laut dan darat. Mereka dibantu oleh korporat hitam yang memiliki teknologi peperangan gelombang psikis dan senjata biokimia yang pernah diharamkan PBB. Mereka tidak lagi sekadar kumpulan teroris, tapi tentera bayaran global yang ingin menjadikan Malaysia sebagai pangkalan utama.
Sementara itu, Ariey memimpin unit kecil elit bernama Titan-K, pasukan khusus yang hanya beranggotakan mereka yang telah dilatih langsung olehnya—kombinasi tentera, pakar IT, doktor medan, dan ahli silat.
Sabrina kini menjadi tangan kanannya dalam misi ini. Ia bertugas sebagai Komander Medan dan Ketua Strategi Taktikal.
"Tim Sektor Barat, aktifkan penghadang tenaga plasma. Sektor Utara, siapkan meriam gelombang suara!" jerit Sabrina melalui komunikasi digital mereka.
Tembakan mula bergema. Darah, percikan api, dan ledakan menyatu dalam kekacauan yang teratur. Ariey menerobos barisan musuh seperti dewa perang dari mitos lama. Tubuhnya seolah tak tersentuh, gerakannya presisi dan mematikan. Tangannya tidak hanya menumpahkan darah, tapi juga memberikan harapan kepada mereka yang menyaksikan.
"Dewa Perang hidup!" pekik salah seorang prajurit saat melihat Ariey menjatuhkan tiga mech-unit Ordax dalam sekali hentakan.
Namun, kemenangan selalu memerlukan pengorbanan.
Di tengah serangan, pengkhianat menyelinap dari dalam. Salah seorang anggota Titan-K rupanya telah dibayar oleh musuh. Dia meledakkan pusat komando cadangan. Tiga orang gugur, dan sistem pertahanan kota lumpuh selama sepuluh minit yang krusial.
"Tuan! Kita kehilangan Pusat 3!" jerit Sabrina, terkejut, tetapi pantas bertindak. "Ariey, kita perlu aktifkan protokol tangan kedua. Aku akan pergi sendiri!"
"Tunggu! Itu terlalu berbahaya!" Ariey cuba menghalang, namun Sabrina sudah melompat ke dalam lubang pelarian bawah tanah.
Dia berlari dalam kegelapan penuh perangkap dan kabel putus, melawan serangan otomatis. Dengan kelincahan yang dipelajarinya dari Ariey dan semangat seorang wanita yang tak rela melihat tanah air dijajah, Sabrina berhasil sampai ke ruang sistem kedua. Di sana, dia memasukkan chip yang diberikan Ariey dulu saat latihan:
"Kalau suatu hari aku tak sempat, kau yang harus tamatkan misi ini."
Sistem dihidupkan kembali. Gelombang kejutan menghentam kapal musuh. Garis pertahanan terbentuk semula. Ariey mengambil alih momentum.
Dinihari.
Pertempuran itu memakan lebih 600 korban di pihak musuh. Sementara pasukan Ariey kehilangan 39 orang terbaik mereka. Tapi Kuala Merah selamat. Dan seluruh dunia tahu bahawa Malaysia bukan tempat yang mudah untuk dijajah.
Di bukit kecil menghadap kota, Ariey duduk diam sambil membersihkan pedangnya yang kini penuh darah.
Sabrina datang menghampiri. Tanpa berkata apa-apa, dia duduk di sebelah Ariey, menyerahkan sebungkus kecil yang ia simpan sejak dulu—sebatang lolipop.
"Kau ingat kata-kataku lima belas tahun lalu?" tanya Sabrina sambil tersenyum walau tubuhnya penuh luka.
"Selama aku makan lolipop ini, hidupku akan selalu manis dan bertambah manis..." Ariey mengulang dengan senyuman pahit.
Mereka berdua tertawa kecil. Di belakang tawa itu ada luka, kehilangan, dan tekad baja. Namun, juga ada cinta yang perlahan-lahan tumbuh kembali dari reruntuhan perang dan pengkhianatan.
Share this novel