Bab 25: Langkah Ke Neraka, Cinta di Antara Peluru

Drama Completed 63

Suara dentuman bom menggoncang langit Kota Cahaya. Helikopter tempur menyilang di atas kepala, dan pasukan elit dari berbagai penjuru dunia kini telah menyatu di satu titik — Zona Merah, lokasi terakhir para Pemburu Gelap menjalankan operasi eksperimen manusia dan penyeludupan senjata pemusnah.

Di tengah kawah besar bekas ledakan, tubuh Ariey Siika berdiri tegak, dengan jaket taktikal penuh debu dan darah kering. Wajahnya dingin, tapi matanya menyala seperti bara api neraka yang menuntut keadilan.

Sabrina, di sisinya, sudah bukan gadis polos lima belas tahun lalu. Tubuhnya ramping dan tegap dalam pakaian pertempuran—seragam khas Divisi Penyerbu Global. Di pinggangnya tergantung dua katana titanium dan pistol plasma canggih buatan Ariey sendiri.

Mereka bukan lagi pelarian. Mereka adalah legenda hidup.

---

“Ariey… kita sudah tidak bisa mundur,” bisik Sabrina seraya menatap barisan pasukan elit internasional yang menunggu perintah.

“Dan kita tak pernah berniat mundur.” Jawaban Ariey penuh kepastian, tangannya meremas kuat lolipop manis yang masih ia simpan — satu dari sedikit yang masih tersisa sejak pertama kali diberikan Sabrina.

Tiba-tiba, suara dari komunikasi terdengar:

> “Pemimpin Siika, drone pengintai mendeteksi gerakan besar-besaran dari arah barat. Mereka membawa bio-tank eksperimen.”

> “Jumlah mereka?” tanya Ariey cepat.

> “Dua batalion. Dan... ada sinyal dari kode ‘W-01’. Itu... itu Wendigo.”

Sabrina menggigit bibirnya. Nama Wendigo adalah kabus mimpi buruk dari masa lalu. Manusia yang berubah menjadi makhluk pemusnah akibat eksperimen gagal. Sekali lolos, satu kota bisa musnah.

---

Langkah ke Neraka Dimulai

Pasukan maju. Ledakan demi ledakan menyambut mereka.

Sabrina melesat di antara reruntuhan, memotong serangan dengan bilah katana bercahaya. Gerakannya sempurna, halus seperti tarian kematian. Setiap musuh yang mendekat roboh tanpa sempat menjerit.

Ariey, dengan senapan plasma dan sarung tangan taktik berteknologi tinggi, menyerbu jantung pertahanan musuh.

Namun dari balik bayang, sosok besar mulai muncul. Bertubuh dua kali ganda manusia biasa, dengan kulit seperti arang dan mata menyala merah—Wendigo telah tiba.

---

“Berhenti!” teriak Sabrina saat Wendigo menyerbu salah satu skuad.

Terlambat. Tiga orang terlempar ke dinding dan tubuh mereka hangus. Wendigo mengaum, udara jadi pekat, dan tanah bergetar seperti kiamat kecil.

“Sab, tetap di belakangku!” teriak Ariey.

Namun Sabrina tidak lagi si gadis lemah lembut. Dia melompat ke depan, kedua pedangnya beradu dengan cakar monster.

Tubrukan keras mengguncang tanah.

Wendigo menjerit.

Dan... Sabrina berdiri di atas kepalanya.

“Aku sudah belajar darimu, Ariey. Dan ini... untuk semua yang mereka ambil dariku!”

Dengan kekuatan penuh, Sabrina menebas kepala Wendigo hingga terputus.

Darah hitam menyembur.

Tubuh besar itu runtuh.

---

Ciuman di Tengah Neraka

Pasukan mereka bersorak. Tapi di tengah medan berdarah itu, hanya dua orang yang saling menatap.

Sabrina berlari ke arah Ariey. Dia memeluknya erat, tubuhnya gemetar.

“Jangan pernah lagi hadapi semuanya sendirian…” ucapnya perlahan.

Ariey hanya mengangguk. Tangannya yang kasar mengusap pipi Sabrina, lalu bibir mereka bertemu dalam ciuman panas—di tengah medan perang, di antara darah dan peluru.

Itu bukan sekadar ciuman. Itu sumpah.

Sumpah bahawa mereka akan terus melangkah bersama, meskipun ke dalam neraka sekalipun.

---

> Di kejauhan, satu sosok berdiri di balik bayang. Ia menyaksikan semuanya, senyum licik menghias wajah tuanya.

“Akhirnya kau kembali, Ariey Siika. Tapi ingat, kau masih anakku... meskipun kau benci mendengarnya.”

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience