BAB 14 Memanggil Arwah, Harga Sebuah Kehidupan

Mystery Series 28

Anya berdiri di tepi Sumur Jiwa, jantungnya berdebar kencang. Aura kegelapan di tempat itu begitu kuat hingga ia merasa sulit bernapas. Ia menatap air hitam pekat itu, mencoba merasakan kehadiran Rio.

"Rio, apa kau di sana?" bisik Anya.

Tiba-tiba, air di Sumur Jiwa mulai bergejolak. Gelembung-gelembung udara naik ke permukaan, dan aroma busuk semakin menyengat. Anya melihat bayangan-bayangan aneh berputar-putar di dalam air.

"Anya…" sebuah suara lirih terdengar dari dalam Sumur Jiwa.

Anya terkejut. Ia mengenali suara itu. Itu adalah suara Rio.

"Rio! Apa itu kau?" tanya Anya.

"Anya… tolong aku…" jawab suara itu. "Aku terperangkap di sini… aku menderita…"

Anya merasa hatinya hancur mendengar suara Rio yang penuh kesakitan. Ia ingin segera menyelamatkannya, tetapi ia tidak tahu bagaimana caranya.

"Apa yang harus aku lakukan?" tanya Anya.

"Kau harus memanggil arwahku…" jawab suara itu. "Kau harus mengucapkan mantra yang ada di buku harian Dr. Ardi…"

Anya teringat akan mantra yang ia baca di buku harian Dr. Ardi. Mantra itu adalah mantra kuno yang digunakan untuk memanggil arwah dari alam baka. Tetapi mantra itu juga sangat berbahaya. Jika diucapkan dengan tidak benar, mantra itu bisa membangkitkan kekuatan jahat yang lebih besar.

"Aku takut, Rio," kata Anya. "Aku takut aku akan melakukan kesalahan."

"Kau harus percaya pada dirimu sendiri, Anya," jawab suara itu. "Aku tahu kau bisa melakukannya. Aku akan membimbingmu."

Anya menarik napas dalam-dalam dan membuka buku harian Dr. Ardi. Ia mencari mantra yang dimaksud. Ia membaca mantra itu dengan seksama, menghafal setiap kata dan setiap intonasinya.

Setelah merasa siap, Anya menutup buku harian itu dan berdiri tegak. Ia memejamkan mata dan memfokuskan pikirannya. Ia membayangkan wajah Rio, senyumnya, dan tatapan matanya.

Anya membuka matanya dan mengangkat tangannya ke atas. Ia mulai mengucapkan mantra itu dengan suara lantang dan jelas.

"Dengan kekuatan alam, dengan kekuatan arwah, aku memanggilmu, Rio…"

Saat Anya mengucapkan mantra itu, air di Sumur Jiwa semakin bergejolak. Bayangan-bayangan aneh semakin jelas, dan aroma busuk semakin kuat. Anya merasakan hawa dingin yang menusuk tulang.

Tiba-tiba, dari dalam Sumur Jiwa, muncul sebuah sosok yang bercahaya. Sosok itu memiliki bentuk seperti manusia, tetapi tubuhnya terbuat dari cahaya. Sosok itu melayang di atas air, menatap Anya dengan tatapan yang penuh cinta.

"Anya…" kata sosok itu. "Terima kasih sudah datang untuk menyelamatkanku."

Anya terkejut. Ia mengenali sosok itu. Itu adalah Rio.

"Rio! Kau berhasil!" seru Anya.

"Ya, Anya, aku berhasil," jawab Rio. "Tetapi ini belum selesai. Aku masih terikat di Sumur Jiwa. Kau harus membebaskanku."

"Bagaimana caranya?" tanya Anya.

"Kau harus menghancurkan sumber kekuatan yang mengikatku di sini," jawab Rio. "Sumber itu adalah patung batu yang ada di tengah danau."

Anya melihat ke arah yang ditunjuk oleh Rio. Ia melihat sebuah patung batu yang besar dan mengerikan. Patung itu menggambarkan seorang dewa kuno yang haus darah.

"Patung itu?" tanya Anya. "Bagaimana aku bisa menghancurkannya? Aku tidak punya kekuatan untuk melakukan itu."

"Kau punya kekuatan yang kau butuhkan, Anya," jawab Rio. "Kau memiliki cinta di hatimu. Cinta itu lebih kuat dari kekuatan apa pun."

Anya terdiam. Ia memikirkan kata-kata Rio. Ia tahu, ia benar. Ia memiliki cinta untuk Rio, dan cinta itu akan memberinya kekuatan untuk melakukan apa pun.

Anya menarik napas dalam-dalam dan berjalan menuju tepi danau. Ia melompat ke atas air dan mulai berjalan menuju patung batu itu.

Saat Anya berjalan, air di sekelilingnya mulai bergejolak. Makhluk-makhluk gaib muncul dari dalam air dan mencoba menyerangnya.

Anya menghindar dengan cepat dan melawan makhluk-makhluk itu dengan pisaunya. Ia menusuk, menendang, dan memukul. Ia tidak membiarkan satu pun makhluk pun menghalanginya.

Akhirnya, Anya sampai di depan patung batu itu. Ia menatap patung itu dengan tatapan yang penuh tekad.

"Aku akan menghancurkanmu," kata Anya. "Aku akan membebaskan Rio."

Anya mengangkat pisaunya dan menusuk patung itu dengan sekuat tenaga.

Tidak terjadi apa-apa.

Anya mencoba lagi, menusuk patung itu berulang kali. Tetapi patung itu tetap utuh.

Anya merasa putus asa. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan.

Tiba-tiba, Anya teringat akan kata-kata Rio tentang cinta. Ia memejamkan mata dan memfokuskan pikirannya. Ia membayangkan wajah Rio, senyumnya, dan tatapan matanya. Ia membayangkan semua momen indah yang mereka lalui bersama.

Anya membuka matanya dan menatap patung itu dengan tatapan yang penuh cinta. Ia mengangkat tangannya dan menyentuh patung itu dengan lembut.

"Aku mencintaimu, Rio," bisik Anya. "Aku akan melakukan apa pun untukmu."

Saat Anya mengucapkan kata-kata itu, patung itu mulai bergetar. Retakan-retakan mulai muncul di permukaannya.

Anya terus menyentuh patung itu, menyalurkan cintanya ke dalam patung itu. Retakan-retakan itu semakin besar dan semakin banyak.

Tiba-tiba, patung itu hancur berkeping-keping.

Saat patung itu hancur, cahaya terang menyinari seluruh Sumur Jiwa. Aura kegelapan menghilang, dan air di danau menjadi jernih kembali.

Sosok Rio tersenyum pada Anya.

"Terima kasih, Anya," kata Rio. "Kau telah membebaskanku."

Sosok Rio mulai memudar.

"Tunggu! Jangan pergi!" seru Anya. "Aku mencintaimu!"

"Aku juga mencintaimu, Anya," jawab Rio. "Tetapi ini adalah akhir dari perjalananku. Aku harus pergi ke alam baka."

"Tidak! Aku tidak bisa membiarkanmu pergi!" seru Anya.

"Kau harus melepaskanku, Anya," kata Rio. "Aku tidak bisa tinggal di sini selamanya. Aku harus melanjutkan perjalananku."

"Tapi bagaimana dengan kita?" tanya Anya. "Bagaimana dengan cinta kita?"

"Cinta kita akan selalu ada di hatimu, Anya," jawab Rio. "Jangan pernah lupakan aku. Dan jangan pernah berhenti mencintai."

Sosok Rio memudar sepenuhnya dan menghilang.

Anya menangis tersedu-sedu. Ia merasa hancur dan kehilangan. Pria yang ia cintai telah pergi meninggalkannya, sekali lagi.

Tetapi kali ini, Anya tahu bahwa Rio telah pergi dengan tenang. Ia telah membebaskan jiwanya dan membiarkannya melanjutkan perjalanannya.

Anya berbalik dan berjalan kembali ke tepi danau. Ia melompat ke darat dan berjalan keluar dari Sumur Jiwa.

Saat Anya berjalan, ia merasakan beban berat terangkat dari pundaknya. Ia merasa bebas dan damai. Ia tahu, ia telah melakukan hal yang benar.

Anya berjalan kembali ke desa, dengan hati yang penuh dengan kenangan dan cinta. Ia tahu, ia tidak akan pernah melupakan Rio. Dan ia tahu, ia akan terus mencintai, selamanya.

Namun, saat Anya berjalan keluar dari Sumur Jiwa, sebuah suara misterius bergema di telinganya:

"Kau telah membebaskan dia, Anya... tapi harga harus dibayar..."

Tiba-tiba, Anya mendengar suara gemerisik di semak-semak di dekatnya. Ia menoleh dan melihat seorang pria berdiri di sana.

Pria itu mengenakan pakaian hitam dan membawa sebuah pedang di punggungnya. Wajahnya tertutup oleh tudung, sehingga Anya tidak bisa melihatnya dengan jelas.

"Siapa kau?" tanya Anya.

Pria itu tidak menjawab. Ia hanya menatap Anya dengan tatapan yang tajam dan mengancam.

"Apa yang kau inginkan?" tanya Anya lagi.

Pria itu membuka mulutnya dan berkata dengan suara yang dingin dan menusuk tulang:

"Kau belum tahu apa yang akan datang."

[AKHIR SEASON 1]

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience