Series
28
Setelah altar hancur dan kegelapan yang mencengkeram desa menghilang, Anya berdiri di tengah reruntuhan, kelelahan namun lega. Penduduk desa mulai sadar kembali, tatapan kosong di mata mereka perlahan digantikan oleh kebingungan dan rasa terima kasih. Mereka berkerumun di sekitar Anya, memandangnya sebagai penyelamat.
Namun, di tengah kelegaan itu, Anya merasakan kehampaan yang mendalam. Kemenangan ini terasa pahit karena ia tahu, kemenangan ini diraih dengan harga yang sangat mahal. Rio telah mengorbankan dirinya untuk melindunginya, dan bayangan pengorbanan itu terus menghantuinya.
Malam itu, Anya tidak bisa tidur. Ia terus memandangi langit-langit rumah yang dipinjamkannya oleh salah satu penduduk desa. Pikirannya dipenuhi dengan kenangan tentang Rio: senyumnya, keberaniannya, dan tatapan terakhirnya sebelum ia mengorbankan diri.
Anya bangkit dari tempat tidur dan berjalan keluar rumah. Ia duduk di beranda, menatap desa yang kini mulai bersinar kembali. Lampu-lampu obor menyala di setiap rumah, menciptakan suasana yang hangat dan damai.
Namun, Anya tidak bisa merasakan kedamaian itu. Ia merasa bersalah karena ia masih hidup sementara Rio tidak. Ia merasa bertanggung jawab atas kematiannya.
Tiba-tiba, Anya mendengar suara bisikan.
"Anya…"
Anya terkejut. Ia melihat sekeliling, tetapi tidak ada siapa pun.
"Anya…" bisikan itu terdengar lagi, kali ini lebih jelas.
Anya berdiri dan berjalan menuju sumber suara itu. Ia mengikuti bisikan itu hingga ke tepi desa, ke arah hutan yang gelap dan sunyi.
"Siapa di sana?" tanya Anya dengan suara gemetar.
"Aku adalah Rio," jawab bisikan itu.
Anya terkejut. Ia tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.
"Rio? Apa itu benar kau?" tanya Anya.
"Ya, Anya, ini aku," jawab bisikan itu. "Aku ada di sini bersamamu."
Anya tidak tahu apa yang harus ia katakan. Ia merasa bingung dan takut. Apakah ia sedang berhalusinasi?
"Bagaimana bisa? Kau sudah meninggal," kata Anya.
"Itu benar," jawab bisikan itu. "Tetapi jiwaku masih terikat di pulau ini. Aku tidak bisa pergi ke alam baka."
"Kenapa?" tanya Anya.
"Karena ada sesuatu yang belum selesai," jawab bisikan itu. "Ada kekuatan jahat yang masih bersemayam di pulau ini. Kekuatan itu yang menyebabkan kecelakaan pesawat kita. Kekuatan itu yang merenggut nyawaku."
Anya merasa merinding mendengar kata-kata Rio. Ia mulai menyadari bahwa ada sesuatu yang lebih besar dan lebih mengerikan yang sedang terjadi di pulau ini.
"Apa yang harus aku lakukan?" tanya Anya.
"Kau harus menghentikan kekuatan itu," jawab bisikan itu. "Kau harus menemukan sumbernya dan menghancurkannya."
"Di mana aku bisa menemukan sumber itu?" tanya Anya.
"Sumber itu berada di tempat yang disebut Sumur Jiwa," jawab bisikan itu. "Tempat itu sangat terpencil dan dijaga oleh makhluk-makhluk gaib yang kuat. Kau harus berhati-hati."
"Aku akan pergi ke sana," kata Anya. "Aku akan menghentikan kekuatan itu. Demi kau, Rio."
"Aku tahu kau bisa melakukannya, Anya," jawab bisikan itu. "Aku akan selalu bersamamu, membimbingmu dan melindungimu."
Bisikan itu menghilang. Anya ditinggalkan sendirian di tepi hutan, dengan tekad yang baru. Ia tahu apa yang harus ia lakukan. Ia harus pergi ke Sumur Jiwa dan menghentikan kekuatan jahat yang mengancam pulau ini.
Anya berbalik dan berjalan kembali ke desa. Ia akan mempersiapkan diri untuk perjalanan yang berbahaya. Ia akan mencari tahu lebih banyak tentang Sumur Jiwa dan makhluk-makhluk gaib yang menjaganya. Ia akan meminta bantuan dari penduduk desa yang memiliki pengetahuan tentang hutan.
Anya tahu, perjalanannya tidak akan mudah. Tetapi ia tidak takut. Ia memiliki Rio di sisinya, membimbingnya dan melindunginya. Dan ia memiliki tujuan yang jelas: menghentikan kekuatan jahat dan membalaskan dendam Rio.
Share this novel