Series
28
Anya menghabiskan beberapa hari berikutnya untuk mempersiapkan perjalanannya menuju Sumur Jiwa. Ia berbicara dengan para tetua desa, mengumpulkan informasi sebanyak mungkin tentang tempat itu dan bahaya yang mungkin ia hadapi. Para tetua menceritakan kisah-kisah mengerikan tentang Sumur Jiwa: tentang arwah-arwah yang tersiksa, makhluk-makhluk penjaga yang haus darah, dan kutukan yang akan menimpa siapa pun yang berani mendekat.
Meskipun ketakutan mulai menyelimuti hatinya, Anya tidak menyerah. Ia tahu, ia harus melakukan ini demi Rio. Ia harus membebaskan jiwanya dari belenggu pulau ini dan menghentikan kekuatan jahat yang mengancam semua orang.
Salah seorang tetua, seorang wanita tua bernama Esih, memberikan Anya sebuah jimat pelindung yang terbuat dari akar pohon keramat. "Jimat ini akan melindungimu dari roh-roh jahat," kata Esih. "Tetapi ingat, Anya, jimat ini hanya akan berfungsi jika hatimu bersih dan niatmu tulus."
Anya menerima jimat itu dengan rasa terima kasih. Ia menggantungkannya di lehernya, merasakan energi hangat yang mengalir dari jimat itu.
Selain jimat, Esih juga memberikan Anya sebuah peta kuno yang menunjukkan jalan menuju Sumur Jiwa. "Peta ini sudah sangat tua," kata Esih. "Tetapi aku yakin peta ini masih akurat. Ikuti petunjuknya dengan seksama, dan kau akan sampai di tujuanmu."
Anya mempelajari peta itu dengan seksama. Peta itu menggambarkan jalan setapak yang berkelok-kelok melalui hutan yang lebat, melewati sungai-sungai yang deras, dan mendaki gunung-gunung yang terjal. Perjalanan itu tampak sangat sulit dan berbahaya.
Sebelum berangkat, Anya mengunjungi makam Rio. Ia membersihkan makam itu dari dedaunan dan bunga-bunga liar. Ia duduk di depan makam itu, berbicara kepada Rio.
"Aku akan pergi ke Sumur Jiwa, Rio," kata Anya. "Aku akan membebaskan jiwamu. Aku janji."
Anya berdiri dan mencium batu nisan Rio. Ia berbalik dan mulai berjalan menuju hutan.
Saat Anya berjalan, ia merasakan kehadiran Rio di sisinya. Ia bisa mendengar bisikannya, memberikan semangat dan petunjuk.
"Hati-hati, Anya," bisik Rio. "Jalan menuju Sumur Jiwa penuh dengan bahaya."
Anya mengikuti peta kuno itu dengan seksama. Ia berjalan melalui hutan yang lebat, menghindari jebakan-jebakan yang dipasang oleh makhluk-makhluk penjaga. Ia menyeberangi sungai-sungai yang deras, berpegangan erat pada akar-akar pohon yang menjulur dari tepi sungai. Ia mendaki gunung-gunung yang terjal, dengan napas tersengal-sengal.
Di sepanjang jalan, Anya menemukan jejak-jejak masa lalu. Ia menemukan reruntuhan bangunan kuno, artefak-artefak misterius, dan lukisan-lukisan dinding yang menggambarkan adegan-adegan ritual kuno. Anya merasa seperti sedang berjalan melalui lorong waktu, menyaksikan sejarah kelam pulau ini.
Semakin dekat Anya ke Sumur Jiwa, semakin kuat aura kegelapan yang ia rasakan. Pohon-pohon tampak lebih menyeramkan, suara-suara binatang terdengar lebih mengancam, dan bayangan-bayangan aneh mulai muncul di sekelilingnya.
Anya merasa seperti sedang diawasi oleh sesuatu yang jahat. Ia tahu, makhluk-makhluk penjaga Sumur Jiwa sudah mengetahui kedatangannya.
Anya mempercepat langkahnya. Ia ingin segera sampai di Sumur Jiwa dan menyelesaikan tugasnya.
Saat Anya melewati sebuah pohon besar yang tumbang, ia melihat sesuatu yang aneh di bawahnya. Ia melihat sebuah buku harian yang tergeletak di antara akar-akar pohon.
Anya mengambil buku harian itu. Ia membersihkannya dari debu dan kotoran. Ia membuka halaman pertama buku harian itu dan mulai membaca.
Buku harian itu ditulis oleh seorang ilmuwan bernama Dr. Ardi, yang datang ke pulau ini beberapa tahun yang lalu untuk meneliti kekuatan gaib. Dr. Ardi menulis tentang penemuannya tentang Sumur Jiwa, tentang kekuatan yang dimilikinya, dan tentang bahaya yang mengintai di sana.
Anya membaca buku harian itu dengan seksama, menyerap setiap informasi yang diberikan oleh Dr. Ardi. Ia merasa seperti sedang mendapatkan petunjuk dari masa lalu, membantunya untuk menghadapi masa depan.
Di halaman terakhir buku harian itu, Dr. Ardi menulis sebuah peringatan:
"Jangan pernah mencoba mengendalikan Sumur Jiwa. Kekuatan itu terlalu besar dan terlalu berbahaya. Jika kau melakukannya, kau akan menghancurkan dirimu sendiri dan seluruh pulau ini."
Anya menutup buku harian itu dengan perasaan campur aduk. Ia tahu, ia harus berhati-hati. Ia tidak boleh terpancing oleh godaan kekuatan. Ia hanya boleh membebaskan jiwa Rio dan menghentikan kekuatan jahat yang mengancam pulau ini.
Anya melanjutkan perjalanannya menuju Sumur Jiwa, dengan hati-hati dan waspada. Ia tahu, bahaya mengintai di setiap sudut. Tetapi ia tidak takut. Ia memiliki Rio di sisinya, dan ia memiliki tujuan yang jelas.
Share this novel