BAB 6 Bisikan Di Kegelapan Rimba

Mystery Series 28

Getaran tanah semakin kuat, membuat Anya dan Rio kesulitan untuk berdiri. Suara gemuruh yang memekakkan telinga itu seolah merobek kesunyian hutan, mengirimkan gelombang ketakutan yang menjalar ke seluruh tubuh mereka.

"Apa itu?" bisik Anya, suaranya bergetar. Ia memeluk Rio erat-erat, mencari perlindungan di balik tubuh pria itu.

Rio menajamkan pendengarannya, mencoba mengidentifikasi sumber suara itu. Wajahnya tegang, matanya memancarkan kekhawatiran yang mendalam.

"Aku tidak tahu," jawabnya, "tapi kita harus pergi dari sini. Sekarang!"

Mereka bangkit dengan susah payah dan berlari secepat yang mereka bisa. Rio tertatih-tatih karena kakinya yang patah, namun ia tidak menyerah. Ia tahu bahwa mereka harus selamat, demi diri mereka sendiri dan demi orang-orang yang mungkin masih membutuhkan pertolongan mereka.

Saat mereka berlari, Anya melihat sekilas sesuatu yang besar dan gelap bergerak di antara pepohonan. Ia tidak bisa melihat dengan jelas apa itu, namun ia tahu bahwa itu bukanlah sesuatu yang baik.

"Itu mengejar kita!" seru Anya, menarik tangan Rio. "Kita harus bersembunyi!"

Mereka menemukan sebuah gua kecil di balik semak belukar yang lebat. Mereka masuk ke dalam gua itu dan bersembunyi di balik bebatuan besar. Mereka mengatur napas dan mendengarkan dengan seksama.

Suara gemuruh itu semakin dekat. Anya bisa merasakan getaran tanah di bawah kakinya. Ia menutup mulutnya dengan tangan, mencoba menahan napas agar tidak bersuara.

Tiba-tiba, suara itu berhenti. Hening. Anya dan Rio saling bertatapan dengan cemas. Mereka tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Beberapa saat kemudian, mereka mendengar suara langkah kaki yang berat di luar gua. Langkah kaki itu mendekat, semakin dekat, hingga berhenti tepat di depan pintu masuk gua.

Anya bisa merasakan jantungnya berdebar kencang. Ia memejamkan matanya dan berdoa dalam hati. Ia tidak tahu apakah ini adalah akhir dari segalanya.

Tiba-tiba, ia merasakan tangan Rio menggenggam tangannya dengan erat. Ia membuka matanya dan menatap Rio. Pria itu menatapnya dengan tatapan yang lembut dan penuh kasih sayang.

"Apapun yang terjadi," bisik Rio, "aku ingin kau tahu bahwa aku senang bertemu denganmu. Kau telah memberikan harapan dan kebahagiaan dalam hidupku yang gelap ini."

Anya meneteskan air mata. Ia tidak menyangka bahwa Rio akan mengatakan hal itu padanya. Ia juga merasakan hal yang sama. Di tengah semua kekacauan dan ketakutan ini, ia telah menemukan cinta yang sejati.

"Aku juga senang bertemu denganmu, Rio," bisik Anya. "Kau adalah orang yang paling berani dan baik yang pernah aku temui."

Mereka saling berpelukan erat, seolah-olah tidak ingin melepaskan satu sama lain. Mereka tahu bahwa ini mungkin adalah saat-saat terakhir mereka bersama.

Tiba-tiba, mereka mendengar suara bisikan yang aneh di luar gua. Suara itu terdengar seperti bahasa kuno yang tidak mereka mengerti. Suara itu semakin lama semakin keras, hingga memenuhi seluruh gua.

Anya merasa seperti ada sesuatu yang memasuki pikirannya. Ia melihat gambaran-gambaran aneh dan menakutkan di benaknya. Ia melihat hutan yang gelap dan berdarah, makhluk-makhluk mengerikan yang berkeliaran di antara pepohonan, dan ritual-ritual kuno yang mengerikan.

Ia berteriak histeris dan memeluk Rio semakin erat. Ia tidak ingin melihat semua itu. Ia ingin melarikan diri dari mimpi buruk ini.

"Anya! Anya! Sadarlah!" Rio mengguncang tubuh Anya dengan keras. "Jangan biarkan suara itu mengendalikanmu!"

Anya mencoba untuk melawan suara itu, namun sia-sia. Suara itu terlalu kuat. Ia merasa seperti kehilangan kendali atas dirinya sendiri.

Tiba-tiba, ia merasakan sesuatu yang dingin menyentuh kulitnya. Ia membuka matanya dan melihat Rio memegang sebilah pisau di tangannya.

"Rio, apa yang kau lakukan?" tanya Anya dengan bingung.

"Aku harus menghentikan suara ini," jawab Rio dengan nada serius. "Aku harus melindungimu,Anya."

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience