23. Sarah dan Jono

Romance Series 12467

?

Devit menatap wajah bertanya-tanya Juwi, sambil memeluk erat selimut bulu menutupi tubuhnya hingga dada.

"Abang mau ke tempat Teh Sarah?" tanya Juwi dengan nada lemah.

"Kalau De Juwi izinin, Abang berangkat." ucap Devit, kini sambil mendekati istrinya.

"Ga usah ya, Bang. Nanti Teh Sarah, malah baper, dia kira Abang masih perhatian." ucap Juwi sambil mengusap lengan suaminya. Devit nampak berpikir. Ia membenarkan ucapan Juwi. Devit membawa Juwi ke dalam pelukannya.

"Udah lho ya, udah dua kali, bisa setruk saya kalau sampe tiga kali." Juwi menatap sengit ke arah suaminya yang kini tengah terbahak.

****

Di rumah Sarah, geger dengan perbuatan Sarah yang menceburkan diri ke dalam kolam renang rumahnya. Untung saat itu Jono datang ke rumah Sarah, hendak melihat calon istrinya. Padahal sudah dilarang oleh orangtua Sarah, namun Jono tetap pergi ke rumah Sarah. Begitu sampai, Jono berlari ke arah belakang rumah Sarah, saat mendengar teriakan mama Sarah. Dengan sigap Jono ikut menceburkan diri ke dalam kolam renang, menyelamatkan calon istrinya.

Alhamdulillah nyawa Sarah dapat segera tertolong, dengan baju basah kuyup yang diikuti oleh mama Sarah, Jono mengendarai mobilnya, membawa Sarah ke rumah sakit terdekat.

"Semua gara-gara kamu!" pekik mama Sarah tertahan, menatap tajam ke arah Jono. Lelaki tampan berambut gondrong itu tak menjawab, hanya menunduk, sambil sesekali bersin-bersin, karena tubuhnya yang basah kuyup. Mama Sarah melirik Jono yang sepertinya sedikit menggigil. Kemudian mengambil ponselnya, mencoba menghubungi Devit, mantan menantunya. Saat bercakap-cakap sebentar dengan Devit, senyum mama Sarah terbit, Jono memperhatikan dengan seksama, bibirnya menyeringai.

Ia sangat paham, takkan mungkin Devit mau menjenguk Sarah disaat dia lagi asik berbulan madu dengan istrinya. Jono mengetahui Devit sudah menikah lagi dari berita yang beredar di kampus.

"Saya permisi pulang dulu, Ma. Mau ganti baju, setelah itu saya kembali lagi kemari." pamit Jono sambil berjalan meninggalkan mama Sarah yang belum sempat menyahut.

****
Mama Devit di rumah sangat gelisah, apalagi baru saja Mama Sarah menghubunginya, mengatakan kalau Sarah saat ini sedang dirawat, karena tenggelam di kolam renang. Beberapa kali Mama Devit mencoba menghubungi Devit, namun ponselnya tidak aktif. Pasti Devit sedang bersama janda gatal itu, pikir Mama Devit.

"Pah, anterin Mama ke rumah janda gatal itu!" rengek Bu Lani, pada suaminya yang saat ini tengah fokus menonton televisi.

"Mau ngapain sih, Ma?" Papa Devit menyahut dengan malas.

"Kita harus jemput Devit, Pa. Bawa Devit ke rumah sakit menjenguk Sarah."

"Devit sudah selesai dengan Sarah, Ma. Terimalah, kalau sekarang menantu mama itu cewe muda berwajah gadis korea itu, bukan Sarah!" Papa Devit tersenyum tipis.

"Sampai kapanpun Mama tidak akan menerima janda, sebagai menantu mama, Pa. Tidak akan!" Bu Lani berjalan ke kamarnya, dengan wajah kesal. Suaminya hanya memandang sekilas istrinya. Lalu melanjutkan lagi acara menontonnya.

Malam ini Devit berencana menginap lagi di kontrakan, tentu saja ia masih ingin berpacaran dengan istrinya. Betapa indah ia rasakan, menikmati masa pacaran setelah menikah, semua yang dilakukan tentu saja bernilai ibadah. Senyum Devit tak kunjung lenyap dari bibirnya.

"Papa...tata Bunda, ayo makan!" Salsa muncul dari balik pintu, memanggil Devit dengan wajah menggemaskan.

"Ayo!" Devit menutup pintu rumahnya.

"Papa boleh gendong Salsa, ga?" tanya Devit setengah berjongkok, agar sejajar dengan tubuh Salsa. Batita itu mengangguk dengan iringan senyum  secerah bulan malam ini.

Hop...

Dengan mudah Devit menggendong Salsa, membawanya menuju rumah Juwi. Salsa memegang jambang Devit yang mulai tumbuh subur.

"Ini apa namanya, Pa?" tanya Salsa sambil terus mengusap jambang Devit.

"Eh, ini namanya jambang, Ca!"

"Oh, tambang!" sahut Salsa paham.

"Bukan tambang,Ca. Tapi jambang!" Devit membetulkan ucapan Salsa.

"Iya, tambang!" ucap Salsa lagi.

Devit terkekeh, mengusap pucuk kepala Salsa. "Papa sayang Caca!" ucap Devit sambil mencium gemas pipi Salsa.

"Assalamualaikum." seru Devit dan Salsa saat masuk ke dalam rumah Juwi.

"Wa'alaykumussalam." jawab ibu dan Juwi berbarengan.

"Eh, kok digendong, Ca?" tanya neneknya.

"Ga papa, Bu." Devit menurunkan Salsa, lalu berjalan sambil menggamit jemari Salsa , ke ruang makan untuk makan bersama, Juwi berjalan dari arah dapur dengan membawa piring yang berisi buah semangka dan melon potongan. Devit memperhatikan jalan istrinya yang kepayahan. Juwi tersenyum kemudian meringis. Devit sampai menunduk malu, saat ibu Juwi menatapnya dengan tatapan aneh.

Juwi mengambil posisi duduk di sebelah Devit, sedangkan Salsa duduk di samping neneknya.

"Masih sakit, De?" bisik Devit, saat Juwi mulai menyendokkan nasi ke dalam piring suaminya.

"Bukan sakit lagi, Bang. Seperti ada kepala Tyrex  mengganjal di sini!" ekor mata Juwi mengarah ke bawah.

Devit menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Maaf ya, De." ucap Devit sendu sambil mengusap rambut lurus milik Juwi. Juwi tersenyum penuh arti, dalam hati Juwi, malam ini ia akan memelintir milik suaminya, jika masih terus saja mengajak membuat adik untuk Salsa.

Mereka makan malam dengan hangat, sesekali Devit menggoda Salsa. Ibu juga terlihat senang, memeliki menantu tampan serta sholeh seperti Devit. Ibu menatap Devit dan Juwi bergantian, besar harapan ibu agar Devit mampu membahagiakan anaknya.

Selesai makan, Juwi dan Devit menemani Salsa menonton televisi, hingga Salsa tertidur di pangkuan Devit.

"Terimakasih sudah menerima Salsa ya, Bang." ucap Juwi sambil menyandarkan kepalanya di lengan Devit. Devit menyentuh pipi hangat istrinya.

"Iya sayang, terimakasih juga, sudah memberikan Abang hadiah terindah." sahut  Devit sambil mengecup kening Juwi. Juwi paham apa yang dimaksud Devit dengan hadiah terindah, yaitu keperawanan milik Juwi. Hahahaha.

Devit menggendong Salsa ke kamar, meletakkan Salsa di pojok ranjang. Juwi menatap horor aktifitas yang baru saja Devit lakukan.

"Malam ini ga ada adegan ranjang lho, Bang. Masih sakit nih!" Juwi berjalan masuk ke kamar dengan sedikit mengangkang.

Devit terkekeh. "Biar cepat sembuh, De." ucap Devit kini sudah menarik Juwi ke dalam pelukannya. Juwi ogah-ogahan menurut. Suasana hening, Juwi melirik jam di dinding sudah pukul sepuluh malam. Suara dengkuran Devit terdengar manis di telinganya. Akhirnya malam ini dilalui dengan tidur nyaman. Di kamar Juwi, keduanya tidur sambil berpelukan.

Di rumah sakit Jono menunggui Sarah yang kondisinya kini sudah sadar namun masih lemah. Sarah melihat Jono tengah duduk serius menatap ponselnya.

"Kenapa kamu disini?" suara serak Sarah, membuat Jono menoleh.

"Karena sayang!" sahut Jono cuek, berjalan mendekati Sarah. Sarah membuang pandangan, matanya sudah berair.

Pelan Jono mengecup kening Sarah.

"Kamu cantik, kalau lagi ngambek gini!" bisik Jono di telinga Sarah. Sarah bergidik.

"Pergilah! Aku tidak mau kamu disini!" ucap Sarah dengan suara parau. Namanya Jono, bukannya pergi, malah kini memeluk tubub lemah Sarah.

"Kamu kira aku akan berhenti mengejarmu jika kamu mati, aku bahkan akan mengejarmu sampai ke neraka sekalipun, jadi menurutlah!" bisik Jono lagi, sambil mengeratkan pelukannya. Sarah hendak berontak percuma, karena tubuhnya sangat lemah.

"Aku membencimu!" ucap Sarah ketus di tengah pelukan Jono.

"Tapi aku sangat mencintaimu!" bisik Jono lagi tak mau kalah.

****

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience