Part 14

Romance Series 12467

"Siapa lagi yang mau jadi istrinya? ge-er aja!" Juwi berjalan dengan menghentak-hentakkan kakinya. Kesal iya, malu iya. Dengan kasar Juwi mengusap bibirnya, bibir yang sudah setahun lebih berpuasa.

"Ish, sekalinya buka puasa, kenapa harus sama suami orang sih? duh bibir, nasibmu!" Juwi masih saja menggerutu, menepuk-nepuk bibirnya sendiri.

Devit terkekeh geli, menyaksikan ekspresi Juwi yang menggerutu dari balik jendela. Juwi kembali ke warung dan melayani pembeli seperti biasanya hingga waktu menjelang magrib. Juwi bergegas menutup warung.

"Saya bantu ya?" ucap Devit sambil tersenyum manis, pakaiannya sudah rapi mau ke masjid untuk sholat magrib. Sarung  batik tenun dan koko berwarna biru muda, tak lupa kupluk kopiah, menambah teduh wajahnya.

"Saya bisa kok, Pak." Juwi menolak halus.

"Yang tadi siang jangan diinget terus ya."

"Yang mana ya?" Juwi pura-pura lupa.

"Mmm, yang cium bibir kamu!"

Pukk..puk..puk..

Juwi memukul lengan Devit dengan cukup keras hingga Devit meringis.

"Au, sakit Juwi!" rengek Devit.

"Dasar aneh!" Juwi meninggalkan Devit yang masih mengusap lengannya, sambil mengulum senyum. Bercakap-cakap dengan Juwi adalah obat bagi kegundahan hatinya saat ini. Yah besok ia akan memutuskan bicara pada kedua orangtua dan juga mertuanya.

"Bukannya Pak Devit sudah menikah? kenapa tidak ajak istrinya menginap disini juga?" tanya Bu Nur ingin tahu.

"Iya, Bu. Tapi kata Pak Devit ada sedikit masalah, maka dari itu pak Devit sekarang menginap lagi di sini." sahut Juwi menutupi.

"Mmm..sebaiknya kamu jangan terlalu dekat dengan Pak Devit, Wi. Apalagi dia sudah menikah." ucap Bu Nur memperingatkan.

"Iya, Bu. Lagian saya tadi hanya membantu mengobati lukanya saja."

"Pak Devit dirampok?apa dibegal?" Juwi terkekeh mendengar pertanyaan ibunya, ibunya dan dia sama saja pemikirannya.

Juwi kemudian menggeleng. "Ga tahu,Bu. Kalau itu, Juwi tidak tanya lagi, Pak Devit juga tidak mau cerita, sepertinya rahasia." terang Juwi."

"Apa pak Devit digebukin istrinya ya, Bu?"

Plaakk..

"Sembarangan!" ibu menepuk lengan Juwi.

"Kalau pak Devit nikahnya sama kamu, ibu yakin itu bisa terjadi padanya." Bu Nur mencebik.

"Hahahaha.." Juwi ga segarang itu kali, Bu. Paling Wi mutilasi!"  ibu dan anak itu sama-sama tertawa.

"Kan jaman sekarang, banyak yang begitu, Bu. kemaren Wi, baca. Ada istri motong anu suaminya, Bu." jelas Juwi dengan antusias.

"Anu apa?"tanya ibu heran, maklum jarang nonton televisi.

" Yah, Bu. Ituloh, Bu." Juwi memutar bola mata malasnya.

"Sudah-sudah. Sholat magrib sana. Malah ngaco ngomongnya." Ibu mengibaskan tangannya, menyuruh Juwi masuk ke kamar mandi untuk berwudhu.

Karena Devit berada di rumah, maka malam ini anak-anak warga sekitar, kembali mengaji. Termasuk si kecil imut nan menggemaskan Salsa. Datang paling pertama, dengan baju muslim anak motif kupu-kupu berwarna merah muda. Lengkap dengan jilbab dengan warna yang sama. Setelah mengucapkan salam, Salsa masuk. Lalu mencium punggung tangan Devit.

"Om gulu wangi." puji Salsa sambil membaui tangan Devit.

Devit tersenyum senang dengan pujian Salsa.

"Wangi balsem, sama kayak nenek." lanjutnya lagi. Kali ini Devit tertawa keras, yah memang Devit baru saja, mengoleskan balsam pada pundaknya, karena habis berkelahi dengan Jono tadi pagi.

"Salsa lucu deh." Devit mengusap puncak kepala Salsa.

"Kayak bunda ya!" ucap Salsa sambil mesem-mesem.

"Iya." Devit menjawab cepat, yah memang Juwi orangnya lucu.

"Om gulu, tante gulunya mana?" tanya Salsa sambil melihat ke arah dalam rumah Devit.

"Tante guru sedang sakit, doakan cepat sembuh ya Salsa." terang Devit, masih menyunggingkan senyum pada Salsa.

Tak lama setelah Devit dan Salsa berbincang, datanglah anak-anak yang lain, memenuhi ruang depan kontrakan Devit. Acara mengaji sampai pukul tujuh tiga puluh, dilanjutkan dengan anak-anak sholat isya berjama'ah.

Seperti biasa Salsa pasti tertidur di rumah Devit, saat asik mendengarkan Devit mengaji Alqur'an. Juwi menjemput Salsa.

"Masuk sini, Wi."

"Ga, ah. Nanti saya disosor."

Devit menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Maafkan saya, De Juwi. Saya khilaf, saya janji tidak akan mengulanginya lagi." Devit memohon, memang merasa sangat berdosa melakukan itu pada wanita yang bukan muhrimnya. Pada Sarah saja dia tidak seperti  itu mencium bibir. Kenapa pada Juwi dia bisa senekat itu?

"Iya sudah, saya maafkan." ucap Juwi akhirnya.

Juwi memaafkan Devit dan berdamai dengannya, kemudian Juwi masuk ke dalam rumah Devit, mencoba menggendong Salsa.

"Berat ga?"

"Sini biar saya yang gendong." kata Devit sambil mencoba mengambil alih Salsa dari gendongan Juwi yang belum sempurna.

"Ga papa, Pak. Biar saya saja!" Juwi kekeh.

"Sini, Salsa berat, biar saya yang gendong." Devit menariknya paksa. Hingga...

Buugg..

Salsa jatuh di atas tubuh Devit, kemudian Juwi ikut jatuh juga, bibir mereka tanpa sengaja kembali bertemu. Saling pandang masih dengan bibir menempel. Keduanya terlalu kaget.

"Astaghfirulloh." pekik suara bu RT dan Bu Husna. Menyaksikan Juwi, Devit, dan Salsa dalam pose yang sangat tidak pantas. Bu RT dan Bu Husna datang ke kontrakan Devit, bermaksud membayarkan infaq ngaji anaknya. Namun sangat dikejutkan dengan hal yang barusan. Cepat Juwi berdiri dari Devit, Salsa juga merengek terbangun.

"Bu, saya bisa jelaskan ini!" ucap Devit, sedikit khawatir.

"Kita bertemu di rumah saya ya pak Devit, Juwi." bu RT melihat tidak suka ke arah Juwi, pikiran buruk bersarang di kepalanya.

Disinilah Devit dan Salsa berada, di rumah pak RT, bersama Juwi, ibunya, Salsa serta bu Husna. Bu RT dan pak RT sangat menyayangkan yang terjadi, padahal Devit sangat disegani warga sekitar. Devit sudah menjelaskan duduk persoalan. Namun tetap saja bu RT dan pak RT tidak bisa menerima. Mereka menganggap Juwi dan Devit melakukan perbuatan mesum, diluar pernikahan.

"Nak Devit harus bertanggung jawab atas hal ini." ucap pak RT memutuskan.

"Demi kenyamanan kampung saya, dan nama baik Juwi beserta keluarga, saya minta Nak Devit untuk menikahi Juwi."

Jeeeddddeerrr....

Devit dan Juwi saling pandang, wajah mereka pucat pasi bagai kapas, ibu Juwi tidak bisa berkomentar, menatap kasian dan kesal pada putrinya.

"Sebentar lagi, Pak Yasin. Imam masjid kita akan datang dan menikahkan Nak Devit dan Juwi, saya sudah menghubunginya."

"Nak Devit ada uang berapa di dompet?"

"Satu juta, Pak." jawabnya lemah.

"Oke, itu bisa kita jadikan mahar. Menikah siri terlebih dahulu, nanti saya bantu buat surat pengantar nikah untuk meresmikannya." Pak RT memutuskan tanpa mendengar penjelasan dari keduanya.

"Tapi, Pak....Mmm...Pak Devit sudah punya istri. Saya tidak mau!" suara Juwi akhirnya terdengar.

"Ga papa, Juwi bisa jadi istri kedua toh, dari pada zina dan diarak keliling kampung, mau?" ancam pak RT. Malu, kesal, marah semua bercampur jadi satu.

Juwi menatap sengit ke arah Devit, ini semua gara-gara Devit yang memaksa menggendong Salsa, kalau tidak, mereka tidak akan berada disini sekarang.

"Ikhlas ya Bu Nurmala?" tanya bu RT pada ibu Juwi. Ibu Juwi hanya mengangguk pasrah. Rasanya ingin bersembunyi saja, sangat malu dengan kejadian ini.

Juwi pun sudah tak bisa berkata-kata lagi. Saat dengan mantap Devit mengucapkan lafadz akad dengan tegas.

"Saya terima nikahnya dan kawinnya, Juwita Meilani binti Hasan Maulana dengan mas kawin uang senilai satu juta rupiah, dibayar tunai." SAH..SAH..

Juwi dengan enggan mencium punggung tangan Devit. Dalam hati Devit merasa sangat bersyukur pada Allah, memberikan jalan seperti ini bagi dirinya dan juga Juwi. Meskipun berawal dari tidak baik, Devit berdoa agar Allah mengampuni semua kesalahan dan dosanya.

Tepat pukul sepuluh malam,mereka semua keluar dari rumah Pak RT. Juwi kembali ke rumahnya bersama ibu dan Salsa. Devit mengekori dari belakang. Menuju rumah Juwi. Merasa aneh dengan pergerakan di belakangnya Juwi menoleh dan melihat Devit senyum pada Juwi. Sedangkan ibu menoleh sebentar, lalu melanjutkan langkahnya menuju rumah.

"Mau ngapain ikut-ikut?" tanya Juwi ketus.

"Iyakan kita udah jadi suami istri." sahut Devit  tanpa beban.

"Trus!" Juwi mendongak masih dengan wajah ketus.

"Ya, kita sudah boleh tidur sama-sama, bikin adik buat Salsa." bisik Devit sambil menyeringai.

Juwi seketika melotot. "Apaa?!" Juwi bersiap mengambil sendalnya, Devit menjadi ragu dan sedikit mundur.

"Siapa yang mau tidur sama-sama?" teriak Juwi histeris. Devit sampai merasa ngeri.

"Tidur sana, sama buaya!" sentak Juwi sambil melotot

"Pulang  ga?" gertaknya. Sendal Juwi sudah di tangannya, sebentar lagi akan melayang ke arah Devit. Devit mundur lalu berlari kencang menghindari lemparan sendal Juwi.

Seeeppp...

Untung tidak kena.

"Ya Allah, galaknya istriku. Hahahaha..." Devit terbahak masuk ke dalam rumah.

*****

??????Adakah tanda- tanda Devit suami takut istri??
Cuzlah ga pake lama, langsung vote dan komen.????

Share this novel

si tahi lalat
2020-10-16 04:55:41 

semgt ya mbak... bgus dehh


NovelPlus Premium

The best ads free experience