"Saya datang bulan," ucap Juwi cepat sambil salah tingkah dengan sikap Devit yang kini berubah jadi agresif. Mendengar pernyataan Juwi membuat Devit tertawa. Ternyata Juwi takut juga pada dirinya, namun sedikit ada yang aneh, kenapa Devit seperti menikahi anak perawan saja? Rasa canggung dan kikukknya seperti gadis yang benar-benar belum pernah disentuh lelaki.
"Ya sudah ganti baju dulu sana, masa tidur pake kebaya." Devit menunjuk lipatan baju tidur berbahan satin, berwarna ungu.
"Mentang-mentang saya janda, dikasihnya ungu gitu," omel Juwi tanpa melihat Devit, langsung masuk ke dalam kamar mandi yang hanya ditutupi krei. Sebenarnya baju tidur dua stel di dalam lemari Devit adalah termasuk barang yang akan dia berikan pada Sarah. Namun, belum terlaksana pesta yang dimaksud, malah ia kini menikahi Juwi
"Jangan ngintip, lho Pak!" teriak Juwi dari dalam kamar mandi.
"Iya, paling saya ikutan ganti juga," ledek Devit dari ruang tengah. Devit merapikan tempat seprei yang sedikit berantakan. Senyum-senyum sendiri, sambil melirik ke arah kamar mandi, hening. Tiada suara Juwi sedang bersih-bersih. Dengan sedikit penasaran, Devit mengintip dari balik krei.
"Astaghfirulloh!" pekik Devit melihat Juwi tertidur di atas WC duduk. Devit menggeleng-gelengkan kepalanya merasa konyol dengan tingkah istrinya. Dengan hati-hati Devit menggendong Juwi yang sudah memakai baju tidur seksi tadi. Diletakkannya perlahan Juwi berbaring, tepat di sebelahnya. Merasa ada yang aneh dengan tubuhnya, Juwi membuka matanya perlahan, dengan rasa mengantuk yang masih merajai.
"Allahu Akbaarr!" pekik Juwi tidak kalah kaget. Masih dengan posisi rebahan, matanya berkedap-kedip melihat Devit yang tengah berada di atasnya sedang mematung.
"Liat suami kok kayak liat setan, Wi." Devit tertawa sambil mengusap pucuk kepala Juwi.
"Apa sih, Pak? ih...bikin kaget aja." Juwi memutar bola mata malasnya. Sedikit menaikkan selimut dengan malu-malu
Karena paha dan leher baju tidurnya terlalu rendah. Juwi merasa risih.
Devit bangun dari atas Juwi, memindahkan tubuhnya untuk rebahan di samping Juwi. Keduanya melihat langit-langit kamar.
"Masih berasa mimpi ya?" ujar Devit melihat ke arah Juwi. Juwi yang merasa diperhatikan wajahnya merona.
"Mmm... Ga juga tuh," jawab Juwi asal tanpa melihat ke arah Devit. Devit kini tidur menyamping, menumpukan tubuhnya pada lengannya.
"Hahahaha..." Juwi yang tak tahan akhirnya tertawa. " Apaan sih, Pak? jangan begini!" Juwi mendorong wajah Devit dengan cukup kuat, sehingga Devit terlentang kembali.
"Sama suami sendiri kok malu sih."
"Bukan malu, tapi sebel."
Devit kembali berbaring miring . Jemarinya menyentuh kulit lengan Juwi dengan lembut. Dada Juwi semakin berdebar. Ya ampun masa harus malam ini sih. Juwi bermonolog.
"Tidur, yuk!" Devit menarik selimut menutupi tubuh Juwi.
"Huuffttt..." Juwi menarik nafas lega.
Ssrrkkk..
Devit menarik Juwi dalam pelukannya. Nafas Juwi tepat berada di dada Devit. Membuat keduanya salah tingkah, terutama Juwi. Wajahnya sudah semerah tomat, menahan malu. Ingin rasanya teriak minta tolong, tapi tidak mungkin. Bagaimana pun Devit kini adalah suami sahnya di mata agama?
"Sebelum tidur berdoa dulu sayang," bisik Devit, masih dengan mata tertutup. Menikmati hangatnya malam dengan memeluk istrinya.
"Tau ga doanya?" bisik Devit melirik ke arah Juwi.
"Tau dong!"
"Coba baca!"
" Allahumma baariklanaa fiimaa rozaqtana, wa qinaa a'dzaa bannar, Aamin."
"Hahahaha..." Devit terbahak.
"Itu doa mau makan sayang, bukan doa mau tidur," ucap Devit lagi sambil memegang perutnya yang sakit menahan tawa. Sedangkan Juwi menunduk, sudah kalah malu, karena dengan percaya dirinya, membaca doa yang salah.
"Gemeess abang tuh, De." Devit mencubit pipi Juwi gemes.
"Abang ajarin doa mau tidur ya?"
Sambil menyengir malu, Juwi mengangguk. Akhirnya Devit mengajarkan Juwi doa mau tidur, berulang-ulang sampai Juwi hapal. Keduanya tertidur dengan sama-sama terlentang pasrah. Lebih tepatnya Devit yang pertama pulas, Juwi masih sempat memperhatikan wajah tampan suaminya. Juwi mengulum senyum, lalu ikut terlelap di samping suaminya.
Suara muazzin memanggil makluk Tuhan agar segera bangun dari tidur untuk bersiap sholat shubuh. Devit terbangun dengan memperhatikan wajah Juwi yang terlihat pulas. Ada iler mengalir di sudut bibir Juwi. Devit tertawa kecil, mengusap iler istri tercinta dengan jemarinya.
"I love you, sayang." Devit berbisik lembut, tak ingin membangunkan Juwi yang masih sangat pulas. Devit turun dari tempat tidur, lalu bergegas mandi, untuk melaksanakan sholat shubuh berjamaah di masjid.
Setelah rapi dengan baju koko hijau dan sarung kotak-kotak hijau serta peci hitam. Devit membangunkan Juwi.
"Bangun sayang, sudah shubuh," ucapnya lembut sambil membetulkan anak rambut Juwi yang tergerai menutupi wajahnya.
"Eehh...iya, sebentar lagi," serak suara Juwi menyahut ajakan Devit, matanya masih terpejam.
"Ayo, sayang. Nanti telat shubuhnya," panggil Devit lagi. Kini sambil menurunkan selimut yang menutupi tubuh istrinya.
Juwi menggeliat, merengganggkan tubuhnya yang tidur sangat nyenyak malam ini. Dengan mata tertutup, Juwi turun dari tempat tidur, lalu berjalan ke kamar mandi.
"Abang sholat shubuh di masjid ya, De," seru Devit dari ruang tengah.
"Iya, pilih masjidnya yang di Aceh ya, Bang!" suara Juwi menyahut dari dalam kamar mandi, membuat Devit terkekeh kecil.
Juwi menyelesaikan ritual mandinya dengan cepat, memakai baju yang berada di dalam lemari, semuanya bagus-bagus. Ada lima buah baju daster panjang. Juwi memakainya satu. Lalu mengambil mukena yang terlipat rapi di dalam lemari. Juwi melaksanakan sholat shubuh. Juwi lupa semalam ia berkata pada Devit, kalau ia sedang datang bulan.
Setelah sholat shubuh di masjid terdekat, Devit kembali masuk ke dalam rumah, setelah mengucap salam. Pandangannya terhenyak saat melihat Juwi sedang melaksanakan sholat shubuh.
"Eh, abang udah pulang." ucap Juwi kikuk, sambil hendak membuka mukenanya.
"Hayoo, katanya lagi haid."
"Ehh... Itu ... Sudah selesai, Bang," ucap Juwi gugup.
"Sudah bersih dong kalau gitu." Devit berjalan mendekati Juwi.
"Su...sudah."
"Boleh sekarang?" tanya Devit,sambil melepas peci meletakkannya di atas meja kecil dekat jendela, lalu melepas kancing baju kokonya.
Tersisa kaos dalam dan sarung saja. Juwi susah payah menelan salivanya, matanya tak berani menatap ke arah suaminya yang kini tengah menggoda dirinya.
Juwi masih lengkap dengan mukenanya, wajah oriental yang dimiliki Juwi membuatnya sangat imut saat memakai mukena. Devit merasa semakin jatuh cinta dengan istrinya. Kini Devit melepas sarungnya asal. Menyisakan celana boxer sedengkul dan kaos dalam saja.
"Ab..aabaang, mau apa?" Juwi semakin takut. Tubuhnya gemetar, mundur perlahan sampai membentur dinding ruang depan. Juwi menatap ragu wajah suaminya.
"Mau bikin adik buat Salsa, boleh?" suara Devit semakin berat.
"Huaaaa......ibuuuuuuu...." Juwi seketika bangun dari duduknya lalu berlari keluar rumah lengkap dengan mukenanya, berlari menuju rumah ibunya yang masih tertutup.
Mulut Devit setengah terbuka, melongo melihat istrinya yang berlari ketakutan.
Tok!
Tok!
"Ibu...buka, ini Juwi," suara Juwi gemetar, menggedor pintu rumah ibunya.
"Ga terima tamu shubuh-shubuh," sahut ibunya dari dalam. Devit mengintip Juwi dari tembok samping rumahnya, sambil terkekeh kecil.
Juwi menghentakkan kakinya kesal, karena ibunya tak kunjung membukakan pintu untuknya.
"Sayang, ayo sini, ibu belum bangun kali," ucap Devit memanggil Juwi. Dengan langkah gontai Juwi kembali ke rumah suaminya. Pasrah ini mah, pasrah. Begitu sampai di depan pintu rumah, Devit menarik Juwi masuk, lalu mengunci pintu.
"Hayo, dosa kalau nolak suami!"
Ppuuukkk!
Devit sudah menggendong Juwi bak karung beras.
"Pak, turunin...Pak...ya Allah... Ibu..tolongin Juwi."
****
Teman-teman yang mau baca versi lengkapnya, kini sudah ada di play store ya. judulnya juga sama "Kepincut Janda Tetangga"
Share this novel