Part 19

Romance Series 12467

Devit merapikan letak sarungnya setelah berwudhu. Ia menyusuri  jalan menuju masjid untuk melaksanakan sholat dzuhur. Juwi sudah kembali ke rumahnya, menyuapi Salsa makan. Sedari tadi Juwi hanya senyam senyum tak jelas, ibu yang memperhatikan Juwi, juga ikut tersenyum, belum pernah ibu melihat Juwi sebahagia ini. Tak terasa air mata ibu menggenang. Ternyata Tuhan memberikan jodoh pada Juwi dengan cara yang tidak disangka-sangka.

"Senyumin apa sih, pengantin?" tanya Bu Nur menggoda Juwi. Juwi tersadar dari lamunannya mendengar suara ibunya.

"Ah...ga papa, Bu." jawab Juwi cepat, wajahnya menunduk malu.

"Cepat suapin Salsa, setelah itu kamu siapin makan untuk suamimu, bawa ke kontrakan." ucap ibu pada Juwi sambil menunjuk aneka hidangan di atas meja makan.

"Bu, kan harusnya Pak Devit sudah bayar kontrakan,Bu. udah masuk tanggalnya ini." Juwi mengingatkan ibunya. Wajah Juwi berubah serius.

"Ga papa Juwi, sekarang Devit kan sudah jadi suami kamu, jadi ibu ga boleh perhitungan."

"Ga bisa gitu, Bu.  Bisnis is bisnis, Bu. Apa jangan-jangan Pak Devit, nikahin Juwi biar gratis kontrakan ya, Bu?"Juwi menggeleng-gelengkan kepalanya tidak terima.

"Huusstt...ga boleh gitu, ngomong apa sih kamu?" Bu Nur menyela sambil memukul ringan lengan Juwi.

Juwi tak tahu, kalau Devit menguping pembicaraan mereka dari balik pintu, Devit menanggapinya dengan terkekeh kecil. Betapa istrinya ini begitu perhitungan. Istilah katanya, ga mau rugi, padahal sama suami sendiri.

"Assalamualaikum." ucap Devit dari depan pintu.

"Ayaaahh..."teriak Salsa senang, menghampiri Devit sambil memeluknya erat.

"Anak ayah sudah makan?" tanya Devit pada Salsa, yang tampak sangat belepotan sisa makanan disekitar mulutnya.

Salsa mengangguk.

"Makan sendiri atau disuapin bunda?"

"Disuapin!"

"Habis tidak?"

"Habis tapi habis sama bunda!"

"Cacakan, sudah besar. Harusnya sudah pandai makan sendiri, tidak disuapi lagi sama bunda ya!"

"Iya ayah ganteng Caca, nanti sole Caca mamam sendili." Salsa menyahut sambil mengusap ingus yang berada di permukaan lubang hidungnya. Devit mengambil tisu yang terletak di atas meja, lalu membersihkan ingus Salsa.

"Kalau sedang flu, air dari hidung keluar, Salsa harus menghapusnya dengan tisu ya!" Devit memberi tahu Salsa sambil menatapnya penuh sayang. Terimakasih untuk almarhum papa Salsa yang telah menjaga Juwi dengan baik dan masih tersegel rapi. Devit bermonolog.

Devit menoleh ke arah Juwi yang tengah tersipu malu, kedua tangannya memegang mangkuk sayur dan ikan.

"Abang mau makan disini atau di sebelah?"

"Di sebelah aja,De. Biar bisa lanjutin yang tadi pagi tertunda." bisik Devit sambil mengedipkan sebelah matanya. Juwi memutar bola mata malasnya. Mengikuti langkah suaminya yang keluar dari rumah ibu, menuju kontrakannya.

"Ikuuut..." Salsa sudah berlari terlebih dahulu untuk sampai di rumah Devit. Salsa juga membuka pintu rumah yang tidak terkunci itu. Langkah Juwi dan Devit sejajar, keduanya tampak malu-malu kucing.

"Sini abang bawa mangkuknya!" Devit mengambil kedua mangkuk dari tangan Juwi.

"Istri abang ga boleh cape, karena abang mau bikin cape sebentar lagi" bisik Devit tepat di telinga Juwi.

"Geli ih..."Juwi bergidik sendiri, langkahnya mendahului Devit, senyumnya semakin merekah. "Aku padamu, Baaaaang." Juwi terpekik girang dalam hati.

Juwi menyiapkan karpet di ruang Depan, menemani Devit yang akan makan.

"Suapi, De!"

"Kan makan sendiri bisa!" Juwi memutar bola matanya jengah, kenapa lelaki ini menjadi begitu manja padanya? bukannya dia juga punya istri disana. Devit belum menceritakan perihal Sarah pada Juwi.

"Kalau ga mau, abang makan kamu dulu aja." potong Devit cepat, kini sudah menarik Juwi duduk di pangkuannya.

"Ya udah iya, saya suapi!"

Sambil duduk dipangkuan Devit, Juwi menyuapi Devit. Salsa terlihat masih asik bermain air di kamar mandi.

"Buka mulutnya, Bang!" Devit menurut.

"Aaaaa..."Devit melebarkan mulutnya, sesendok nasi dan lauk masuk ke dalam mulut Devit, lalu berikutnya.

Cup.. Devit mengecup pipi istrinya, begitu terus, sesuap nasi dibalas Devit dengan satu kecupan, tak terasa sampai nasi di piring tinggal setengah. Juwi sedari tadi sudah sangat malu dengan tingkah konyol suaminya. Pipi, kening, dagu dan bibirnya sudah basah serta bau tumisan kangkung dan sambal telor, akibat ulah suaminya, yang terus saja, menggoda wajahnya.

"Ayaah...kok makannya disuapi bunda?" suara lucu Salsa mengusik keasikan ayah dan bundanya.

"Ah...ini Ca."

"Ayahkan sudah tua, halusnya sudah pandai makan sendili, tidak disuapi bunda. Ayo ayahkan pintal, makan sendili ya." ucap Salsa yang menirukan perkataan Devit tadi kepadanya. Salsa duduk bersila di depan Juwi dan Devit. Mereka tertawa mendengar ocehan Salsa.

"Bunda, kenapa halus dipangku ayah? bundakan belat!" Dengan nyengir kuda,  Juwi menggeser duduknya menjadi di sebelah Devit. Dengan sangat terpaksa Devit menyuapkan nasi ke dalam mulutnya. Juwi menarik nafas lega, setidaknya penderitaannya diciumi suaminya telah berakhir.

Juwi menyapu rumah Devit, kemudian mencuci piring dan sedikit beres-beres dapur. Salsa dan Devit berada di kasur, Devit sedang membacakan kisah Nabi Sulaiman, yang memiliki kemampuan berbicara dengan hewan. Salsa terpesona dengan cerita yang dibacakan Devit, sampai akhirnya Salsa tertidur di pangkuannya.

Devit menggeser tubuh Salsa ke pinggir. Menyalakan kipas angin, agar Salsa tidak kegerahan.
Devit membuka kaosnya, dia bertelanjang dada, hanya memakai sarung saja. Juwi kembali dari dapur, dan terpana dengan pemandangan di depannya. Wajahnya langsung merona. "Sini yuk, De!" Devit menarik lengan Juwi untuk ke ruang depan. Devit menutup gorden, lalu mengunci pintu kontrakannya. Juwi semakin berdebar. Apalagi saat ini Juwi hanya memakai daster sebetis. Dengan salah tingkah Juwi berpura-pura mengecek ponselnya. Devit mengambil ponsel Juwi dan meletakkannya di bufet depan.

Devit menuntun Juwi untuk duduk kembali di pangkuannya. Dengan intens Devit memperhatikan Juwi yang sudah tertunduk malu. Mata Devit berkabut, ya Allah dia menginginkan istrinya. Mereka saling bertatapan, Juwi semakin salah tingkah, saat Devit menahan dagu Juwi dan mengarahkan bibirnya pada bibir Juwi yang merah merona.

"Mmmmmppphhtt." begitu lembut dan berbau mint, sepertinya Devit sudah menyikat giginya tadi.

"Udah tahu, Bang sekarang?" tanya Juwi hati-hati.

"Abang pake insting aja, De!" serak Devit menyahuti Juwi. Lalu memulainya dengan terlebih dahulu mengucap basmallah dan doa berjima'.

Juwi menutup mata, pasrah iya, takut iya, malu iya. Lengkap semua rasanya.

"Kok ga bisa ya De?"tanya Devit heran.

Devit kembali mencoba untuk yang kesekian kali.

"Kok ga bisa kebuka ya!" Devit menjadi pusing, karena nafsunya sudah di ujung namun tak tahu caranya bagaimana kenapa susah. Juwi juga sama bingungnya dengan Devit.

"Makanya bang, bayar kontrakan dulu, biar bisa kebuka!"celetukan Juwi membuat Devit terbahak.

****

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience