Bab 11

Drama Series 6572

Ayah mertua langsung berhenti mengelus kepalaku dan diam tak bergeming. Ayah mertua menatapku lekat dan terlihat sedang berpikir. Entahlah aku tak tahu apa yang sedang dipikirkan oleh ayah mertuaku, tapi aku sangat berharap permintaanku dapat dikabulkan.

Setelah terdiam cukup lama, akhirnya ayah mertua melihat kearah ku dan tersenyum. "Apakah harus seperti itu?"

"Ya, aku mau seperti itu tapi kalau mas keberatan nggak apa-apa"

"Ok, nanti kita akan buat acara yang mewah untuk syukuran rumahmu nantinya"

"Makasih mas, aku sayang banget sama kamu" Aku langsung memeluk ayah mertua dengan erat.

"Yakin, trus si Romi?"

"Yakinlah, kalau masalah mas Romi, aku juga tidak tahu tapi yang pasti untuk saat ini hanya ada kamu dihatiku mas" 

Ayah mertua langsung memelukku juga, bahkan dia terlihat sangat bahagia.

Apa yang kusampaikan pada ayah mertua tadi, bukanlah tipuan semata. Akhir-akhir ini jika berdekatan dengan ayah mertua, aku merasa sangat nyaman.

Apakah aku sudah mulai mencintai ayah mertua, ataukah aku hanya merasa nyaman seperti seorang putri kepada ayahnya?

***

Aku tiba dirumah saat hari sudah gelap, aku dan ayah mertua pulang secara terpisah. Saat aku melangkah masuk, ternyata ketiga wanita itu ada diruang tamu.

Aku melewati mereka dengan cuek, aku terlalu lelah untuk menanggapinya. Tak kuhiraukan segala umpatan yang keluar dari mulut mereka, aku anggap itu adalah tanda orang yang kurang perhatian.

Saat aku sampai diruang keluarga, ku dengar suara ayah mertua menyapa mereka. Akupun berhenti melangkah dan langsung disofa.

Aku ingin mendengarkan pembicaraan mereka, walaupun nantinya aku akan sakit hati karena pembicaraan mereka sudah pasti tentang pesta pernikahan.

Ku dengar Ibu mertua, Tari dan Rani begitu bersemangat menceritakan persiapan pernikahan mereka. Ayah mertua hanya menjadi pendengar setia dan sesekali tersenyum. Aku yang mendengarkannya tiba-tiba emosi, dadaku terasa sesak dan napas ku menjadi tak beraturan.

"Yang sabarnya non, non pasti kuat. Kalau non merasa, tidak nyaman dengan pembicaraan mereka, alangkah baiknya non kekamar saja" Tiba-tiba bik Murni mengelus tanganku, dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Makasih ya bik, hanya bibik yang bisa mengerti aku"

Bik Murni pun pamit kembali kebelakang. Dari sini aku bisa melihat, ada kebahagiaan yang luar bisa pada diri ketiga wanita itu.

Bahkan cerita mereka pun seakan tak pernah habis, mereka saling menyahut satu dengan yang lain dan sesekali ada tawa.

"Cepat tinggalkan mereka dan masuk kekamar, sekarang" itulah isi pesan yang kukirim ke ayah mertua

Tak lama setelah ayah mertua melihat pesan dariku, dia langsung pamit dan meninggalkan mereka. Kulihat ketiga wanita itu berusaha menahan ayah mertua, untuk tetap duduk tapi ayah mertua tidak mau dan langsung beranjak pergi.

Saat ayah mertua melewati ku, aku langsung berdiri dan mengikutinya dari belakang. Ku percepat langkah ini agar bisa menyamakannya dengan langkah ayah mertua.

"Ini untuk yang terakhir kalinya aku melihat, mas duduk dengan mereka hanya untuk membahas masalah pernikahan mas Romi dan Tari" setelah kuucapkan kalimat ini untuk ayah mertua, aku langsung melangkah dengan cepat dan meninggalkannya dibelakangku.

***

Hari ini, aku sangat malas beraktifitas. Bahkan untuk keluar kamar saja aku merasa malas, setelah aku merasa bahwa para penghuni dirumah ini sudah pergi semua, barulah aku melangkah keluar kamar.

Aku duduk sarapan seorang diri, aku makan dengan sangat lahap. Aku tidak mau sakit hanya karena kekurangan asupan nutrisi. Walaupun masalahku sangat banyak tapi aku harus tetap makan dengan banyak.

Selesai sarapan, aku kembali kekamar. Aku bersiap-siap untuk pergi, aku ingin jalan-jalan. Ingin menyegarkan otak dari berbagai macam masalah.

***

"Sini, ikut aku" ibu mertua menarik paksa tanganku, saat aku sampai diluar rumah.

"Ada apa sih ma?" Ku lepaskan tangan ibu mertua dengan kasar.

"Cepat masuk ke mobil dan ikut aku, aku ingin berbicara empat mata denganmu"

"Disini aja, ngapain harus jauh-jauh. Toh, sama saja kan?"

"Kita tidak bisa bicara disini, ini bersifat rahasia. Cepat masuk dan kita pergi kerumah yang ada dipinggir kota"

Aku langsung pusing, bukan karena takut berbicara empat mata dengan ibu mertua tapi barang-barang belanjaanku, ada disana semuanya.

Aku harus mencari jalan, agar ibu mertua tidak kerumah itu. Jika sampai ibu mertua kerumah itu, maka bisa hancur semua rencanaku.

"Baiklah, aku mau ikut tapi aku tidak mau kerumah yang dipinggir kota. Aku takut capek karena terlalu jauh" aku mulai mencari alasan.

"Dari mana kamu tahu Kalau rumah itu jauh, Sedangkan kamu saja belum pernah kesana?" Tanya ibu mertua dengan penuh selidik.

"Kan tadi mama bilang, dipinggir kota. Ya, pasti jauhlah" 

"Mama yang nyetir, kamu duduk manis saja. Bila perlu kamu tidur aja dimobil"

"Kalau mama terus memaksa, aku nggak mau ikut. Toh, mama juga yang perlu aku"

"Kamu kenapa, seperti ada yang tidak beres?"

"Apa sih?"

"Kalau nggak apa-apa, ayo kita berangkat sekarang"

"Aku nggak mau, kalau mama nggak ada keperluan lagi, aku mau pergi"

"Oke baiklah, aku ikut mau mu"

"Ya sudah, kalau begitu kita ke kafe merah aja"

"Mama nggak setuju karena itu kafe langganan orang-orang yang kita kenal"

"Jadi kita mau bicara dimana sih ma?"

"Di kafe pelangi saja, tempat itu agak jauh dari sini jadi tidak ada yang akan mendengar pembicaraan kita"

Aku dan ibu mertua langsung meluncur ke kafe pelangi, aku bisa bernafas lega karena tidak jadi kerumah yang dipinggir kota.

Sepanjang perjalan aku bertanya-tanya dalam hati, apa yang ingin dibicarakan oleh ibu mertua?
Apakah ibu mertua ingin menanyakan tentang rahasianya yang akhir-akhir ini sering aku ungkapkan?

Bersambung...

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience