Sambil menutup mata dan menahan sesak didada aku menunggu kata talak yang akan diucapkan mas Romi.
------------------------------------------------------------------------------
"Aku minta maaf, aku terlalu terbawa emosi. Ini semua karena Kamu telah berubah dan aku merasa terabaikan." Tiba-tiba mas Romi berkata dengan suara yang melunak, drama apa lagi ini?
"Kamu tahukan Mas, apa penyebabnya sampai aku bisa berubah separti ini?"
"Harusnya, Kamu mengerti kalau aku terpaksa menerima permintaan ibu."
"Terpaksa?"
"Iya, terpaksa karena aku hanya ingin memiliki keturunan. Apa aku salah?"
"Jika Kamu ingin memiliki keturunan, kita bisa bersabar dan melakukan pemeriksaan, bahkan kita bisa mengikuti program kehamilan Mas."
"Tapi aku takut itu semua tidak akan berhasil karena sepertinya yang dikatakan oleh mama benar kalau Kamu mandul, buktinya sudah setahun kita menikah tapi Kamu tak kunjung hamil."
"Masssssss."
"Tenanglah, aku hanya mencintaimu. Pernikahan aku dengan Tari, itu hanya karena aku ingin memiliki anak tapi hati dan cintaku tetap utuh untuk Kamu.
"Terserah, aku tak peduli dengan semua omong kosong mu mas."
Akupun berlalu ke dapur, berdebat dengan mas Romi hanya membuat ku haus. Saat melewati kamar Rani, tak sengaja aku mendengar percakapannya dengan ibu mertua.
"Akhirnya Ma, mas Romi mau menikah dengan mbak Tari. Aku senang banget karena aku akan punya kakak ipar yang nggak akan memalukan kalau dipamerin ke teman-teman."
"Iya sayang, nggak sia-sia kita berikan Citra obat yang keras saat dia sakit dulu."
"Iya ma, untung waktu itu kita lebih dulu bawa si wanita kampung itu ke klinik jadinya cuma kita dua aja yang tahu kalau dia sedang hamil usia 2 minggu."
"Kamu benar, jika saja waktu itu mas mu tahu maka dia tidak akan mau untuk menikah dengan Tari karena pasti sekarang dia sedang menunggu kelahiran anaknya."
"Iya dong ma, kan mas sama si Citra tahunya cuma masuk angin biasa. Padahal ada anak yang mereka nanti-nantikan, bahkan setelah kita berhasil menghilangkan janinnya, kita juga berhasil menukar vitaminnya dengan pil KB yang diminumnya tiap malam."
"Makanya, mau sampai kapanpun si Citra itu tidak akan pernah hamil-hamil. Pintar kan kita?"
Aku sangat syok mendengar semuanya, ingin rasanya aku memaki mereka tapi biarlah karena aku akan kasih mereka pelajaran dengan caraku sendiri.
Aku semakin bersemangat untuk menghancurkan mereka, aku berjanji mereka akan hancur, sehancur-hancurnya. Ini bukan lagi tentang suamiku yang dijodohkan dengan Tari tapi ini sudah menyangkut janin tak bersalah yang mereka lenyapkan.
------------------------------------------------------------------------------
Saat sarapan, ibu mertua mengambilkan nasi dan lauk lalu berniat memberikan pada ayah mertua tapi aku sudah lebih dulu memberikan. Terlihat ada rasa tidak suka dari wajah ibu tapi aku tak peduli.
Bahkan dengan berani, aku menyentuh tangan ayah dan memintanya untuk makan dan merasakan karena pagi ini, aku membantu bik Murni memasak.
"Apa-apaan ini?" Ibu mertua membanting sendok dan terlihat sangat marah.
"Iya, apa-apaan kamu Mbak, Kamu mau rayu papaku?" Bahkan anak gadis kesayangannya pun ikut marah tapi aku tak peduli.
"Kamu kan bisa minta aku untuk mencoba masakan Kamu bahkan Kamu juga harusnya menyiapkan makan untuk aku bukan untuk papa. Kalau papa, biar mama yang urus." Bahkan mas Romi pun tidak terima.
"Memangnya kenapa kalau aku menyiapkan untuk papa, ada yang salah?" Tantangku
"Ya jelas salahlah, Kamu itu harusnya urus mas Romi bukan papa" Rani semakin emosi.
"Aku ngga akan mengurus mas Romi, kan ada Tari. Mulai sekarang aku hanya akan mengurus orang yang aku cintai dan sayangi. Orang yang bisa mengerti aku. Kalau soal mas Romi, kalian bisa meminta Tari untuk datang mengurusnya. Aku tak peduli."
"Maksud Kamu, Kamu mencintai suamiku" ibu mertua nampak syok.
"Kalau iya, memang kenapa? Toh papa juga cinta sama aku, sayang sama aku dan peduli dengan perasaan aku, iya kan pa?" Sambil mengusap bahu ayah mertua dengan santai, aku menatap tajam kearah mereka bertiga.
"Ada apa sebenarnya ini pa, jawab pa" ibu mertua sangat emosi dan sudah tidak bisa mengontrol diri.
"Sebenarnya, papa dan Citra saling mencintai." Diluar dugaan, ayah mertua berkata tanpa ragu.
"Apa?" Mereka bertiga berucap secara bersamaan dengan suara yang sangat lantang.
"Ya iyalah kami saling mencintai, layaknya seorang ayah dan anak." Aku langsung menjawab karena ini belum waktunya mereka tahu yang sebenarnya. Mereka harus sangat menderita, sebelum mengetahuinya.
Merekapun terlihat lega dengan jawabanku barusan tapi tidak dengan ayah mertua, dia menatapku dengan tatapan yang entahlah, akupun tak mengerti.
------------------------------------------------------------------------------
Siang hari, saat aku sedang merenungi perjalanan hidupku di kamar, tiba-tiba ayah mertua langsung masuk dan mengunci pintu kamar.
"Pa, gimana kalau ada yang lihat papa disini" aku panik dan langsung menghampirinya.
"Kenapa, apakah Kamu hanya mau mempermainkan aku saja?"
"Maksudnya apa pa?"
"Lihat, bahkan disini hanya ada kita berdua tapi Kamu masih memanggilku papa."
"Ok, aku minta maaf Mas. Aku hanya takut kalau bik Murni tiba-tiba muncul dan melihat kita."
"Kenapa Kamu tak membiarkan aku untuk memberitahukan yang sebenarnya saat sarapan tadi?"
"Maafkan aku Mas, aku rasa belum saatnya."
"Apa Kamu hanya mau mempermainkan aku?"
"Aku mencintaimu, Kamu tahu itu. Bahkan semenjak berhubungan denganmu, aku tak pernah mau lagi disentuh oleh Romi. Apa itu masih kurang?"
"Maafkan aku sayang, aku hanya kecewa karena Kamu tak mau jujur dihadapan mereka." Ayah mertua langsung menarikku masuk kedalam pelukannya.
"Bersabarlah Mas, tiga bulan lagi setelah pernikahan antara Romi dan Tari diselenggarakan, aku akan menuntut cerai dan kita bisa bersama"
Maafkan aku ayah mertua, aku telah membohongimu. Tidak ada sedikitpun rasa cinta untukmu tapi aku harus seperti ini, untuk membalaskan dendamku.
Drttt drttt
Handpone ayah mertua berbunyi tanda ada panggilan dan ternyata yang memanggil adalah ibu mertua. Kuanggukkan kepala sebagai tanda bahwa ayah mertua boleh menjawab telponnya dan panggilannyapun diloudspeaker agar aku bisa mendengarnya.
"Iya ma, kenapa?"
"Pa gimana sih, kan udah mama kirim pesan dari tadi."
"Pesan apa, maaf papa lagi sibuk ma."
"Transfer duit dong pa, mama lagi jalan sama teman-teman di mall. Masa iya, mama nggak beli apa-apa."
"Maaf ma, papa lagi sibuk jadi nggak ada waktu buat transfer"
"Alasan. Papa kan bisa transfer lewat HP. Kalau nggak papa balikin aja, semua kartu mama yang papa ambil kemarin. Biar mama nggak sering minta sama papa."
Tanpa menunggu jawaban dari ayah mertua, aku langsung mengambil HP nya dan mengakhiri panggilan. Aku takut ayah mertua akan menuruti keinginan dari ibu mertua.
Ibu mertua kembali menghubungi ayah mertua, saat ayah mertua ingin menjawab telpon tersebut, aku langsung memeluk ayah mertua dan mencium bi*ir ayah mertua.
Akhirnya kami larut dalam sebuah pergulatan disini, di kamar aku dan mas Romi. Biarlah aku tak peduli kalau ini adalah kamar tidur kami, aku tak peduli jika kamar kami akan ternoda.
Usai membersihkan diri, kamipun tertidur dengan pulas. Seolah kami adalah pasangan halal yang capek karena aktivitas di ranjang. Kami lupa kalau kami sedang tertidur didalam kamar aku dan mas Romi.
Handphone ayah mertua yang terus berdering tak membuat kami terganggu. Malah kami semakin mengeratkan pelukan dan tertidur dengan pulas.
------------------------------------------------------------------------------
Dor ... Dor.... Dor...
Aku membuka mata secara perlahan ketika mendengar suara pintu kamar yang diketuk dengan kuat.
Saat aku melihat ayah mertua yang masih tertidur dengan pulas disampingku, aku pun langsung bangun dengan panik.
Aku membangunkannya tapi bukannya panik dia malah menarikku kepelukannya dan mencium pucuk kepalaku.
"Citra buka pintunya, Kamu ngapain sih didalam?" Terdengar suara mas Romi memanggil dari luar dengan penuh amarah.
Bersambung...
Share this novel