oeconomia 7

Romance Series 656

Vannesha terdiam, ia masih melanjuti menatap mata Boni dengan penuh ketidakpercayaan. Apa baru saja Boni menunjukkan kecemburuannya pada Vannesha? Ia tidak salah kan?

"Saya bakalan turutin Bapak kalau Bapak jawab kenapa. Lagian bapak aneh-aneh aja tau nggak? Tiba-tiba nyosor terus marah nggak jelas. Terbakar api cemburu? Atau Bapak mulai sadar kalo Bapak naksir sama saya?" Vannesha mengulang kalimat yang pernah dilontarkan Boni kemarin. Satu sisi ia merasa takut. Namun disisi lain ia merasa puas.

"Lo yang aneh-aneh! Mana mungkin gue cemburu. Apalagi naksir. Lo masih nggak sadar? Disekolah ini dilarang pacaran! Bandel banget ya lo, gue kasih tau baik-baik gabisa di dengerin."

"Oh, ya?" Vannesha menatap Boni lalu menaikkan sebelah alisnya. "Apakah om Dallbert pernah mengajarkan mu untuk berbohong, Ballbert North Tamflakes?"

• • •

Lily memutar mobilnya ke arah Gramedia. Daritadi Vannesha mengomel karna Alex terus-terusan menyuruh menggunakan box bekas. Padahal Vannesha ingin mempersembahkan yang terbaik untuk Jacob.

Awalnya Vannesha dilema untuk memilih Jacob atau Bram. Namun, waktu ini terlalu dekat untuk memberikan ke Bram. Dan juga, ia belum tau apa yang Bram sukai.

Bahkan secara tidak sadar ia berniatan untuk memberi coklat kepada Boni.

"Astaga, Van. Lo tuh batu parah ya. Pala lo kebentuk dari batu sedimen ato metamorf sih? Box punya mak lo bagus-bagus." Dara kini mulai berkoar sambil memakan roti coklat.

"Ih, nggak mau. Coba aja kalo di Felion Daperair itu nyata, apa tega lo kasih pake box bekas?"

"Gua lagi berantem sama Pierre," ucap Dara berulah. Sedangkan Lily dan Vannesha cepat-cepat menutup kupingnya agar tidak mendengar Dara menceritakan fiksi otaknya itu.

"Gue mau kasih ke Charles, cuman bingung mau kasih apa," lanjut Dara diluar perkiraan Vannesha dan Lily. "Charles siapa dah?" Vannesha bertanya.

"Ada, temen kecil."

"Hidup lo temen kecil semua, temen lo nggak ada yang gede apa?"

"Nggak, temen kecil gua cuman 3. Lo, Bram, sama si Charles. Sebenernya ada lagi 1 cowok yang dulu sering main sama gue, bapaknya juga ganteng. Cuman gue lupa namanya siapa. Lagian nggak deket juga."

"Yang mana?"

"Yang dulu lo ajak nikah, brengsek. Pura-pura lupa lagi lo."

Vannesha membelalak matanya. Padahal kemarin ia sungguh bertrima kasih pada Bram karna sudah membuatnya lupa akan hal itu. Namun Dara membuat usaha Bram sia-sia.

"Charles yang mana ya? Kayak pernah denger." Lily ikutan. Daritadi ia bingung setengah mati apa yang dibicarakan Vannesha dan Dara.

"Charles anaknya si Louis, pemilik sekolah. Cuman dianya sekolah di lain tempat," ujar Dara. "Dia yang paling deket sama gue, makanya gue kasih aja dia waktu valentine. Cuman bingung mau kasih apa," lanjut Dara mengulangi kalimatnya.

"Oh astaga, Charles Axdard maksud lo?"

"Iya."

"Itu mah saudara sepupu gue, tai"

"Oh. Bilangin dong, Dara sayang."

"Hah? Lo suka? Maksud lo apaan, sih, Dar? Kemaren Pierre, terus Botam, terus bersikeras lagi Pierre, sekarang Charles. Nggak nyambung idup lo! Sama kek Botam."

"Lah, gue suka sama dia udah dari jaman lo belajar ngerangkak kali."

"Ya, lo tau sendiri lah. Otak gue pelupa tingkat akut."

"Yaudah lah, intinya gua sedih banget. Demi ngelupain si Charles, akhirnya gua mikirin si Pierre."

"Gue percaya sepenuh hati, lo ditolak"

"Gue percaya sepenuh hati, gue dinikahin."

"Jangan mimpi terlalu tinggi, tar jatoh nya sakit."

"Bermimpilah setinggi mungkin, maka saat jatuh, kau jatuh diantara bintang-bintang."

"Intinya, ending-nya jatuh juga."

"Lalu seorang malaikat baik menangkapku dan membawa ku ke langit yang paling tinggi."

Mereka tetap bergulat satu sama lain. Hampir 30 menit mereka mempertahankan topiknya. Yang kanan selalu menegaskan cintanya, yang kiri memutuskan harapannya. Sedangkan Lily hanya fokus pada jalanan.

"Heh, Lily comberan, daritadi gue ngajak lo ngomong. Lo nggak mau beliin sesuatu buat siapa kek?" Ucap Vannesha malas mengulang kalimatnya yang sudah dilontarkan 3 kali.

"Kalo bisa, gue mau kasih bunga ke Bu Nur biar nilai agama gue dinaikin," jawab Lily santai. Vannesha hanya mendengus pelan, pasti otak Lily tidak jauh kemana-mana dari pelajaran dan guru. Itu-itu saja.

"Lo? Kenapa harus kasih ke Jacob padahal Pak Boni setia nunggu lo ngasih bunga," ujar Lily yang sekilas menatap Vannesha.

"Mulut lo bentar lagi gue sumpelin cabe ya. Ogah banget gue keluarin duit buat guru kek dia. Nyebelin iya, benci iya, intinya gue gak suka,"

"Perasaan, tadi si Lily nggak bilang lo suka sama si Botam dah," ini Dara.

"Emang nggak bilang. Tapi gue mau ngomong gitu aja. Apalagi hari ini dia marah-marah karna gue dianterin Bram. Buat gue malu aja tau nggak!"

"Marah tanda cemburu. Cemburu tanda sayang."

"Mau dia sayang sama gue juga gue nggak peduli."

"Halah, melawan kata batin."

"Apaan, sih?"

"Lo, suka. Jangan pura-pura lupa, Nesha."

"Apaan, sih? Gajelas. Gue dah bilang ampe mulut gue berbusa. Gua, benci."

"Lo nggak pernah diajarin boong, Van."

Dan akhirnya mereka bertiga bergulat mulut sampai Lily kelewatan hampir 10 km dari Gramedia.

• • •

"Vannesha!" Bentak Boni yang daritadi sudah mengikuti Vannesha dari belakang. "Napa lagi sih, Pak? Kangen ya sama saya? Capek tau nggak sih diikutin mulu kayak artis."

"Nggak jelas. Nih." Boni menyodorkan sebuah buku. Vannesha menyipitkan matanya ke arah Boni. Ia sudah tau pasti buku tentang nilai dan kesalahannya lagi.

"Bapak, romantis banget sih? Waktu valentine kasihnya buku kek ginian. Saya jadi tambah benci sama bapak."

"Saya juga tambah cinta sama kamu."

"Bullshit! Pasti bapak ngomong itu ke semua cewek kan. Dasar playboy!"

"Oh, baru aja kamu cemburu ya?"

"Geli, Makan tuh cemburu!"

"Itu buktinya."

"Saya nggak cemburu. Saya alergi sama playboy. Makanya saya benci banget sama bapak."

"Sejak kapan kamu nggak suka playboy?"

"Sejak saya ketemu bapak."

"Oh? Gitu?"

"Ya! Jadi mulai sekarang stop ngingetin saya lagi tentang peringatan sama nilai-nilai saya. Saya bisa cari tau sendiri ke guru lain. Saya ngga butuh ba..."

"Kalau gitu, saya tidak akan bilang gitu lagi ke cewek lain," potong Boni cepat. Mukanya mendatar ke arah Vannesha yang terdiam kesal karna omongannya dipotong lalu berubah kebingungan.

"Apaan?"

"Saya tidak akan bilang cinta ke wanita lain, selain kamu."

Tatapan Boni mendingin, namun karna ia tidak kuat akhirnya ia tidak bisa menyembunyikan tawanya melihat muka Vannesha yang menatapnya sangat serius.

"Sumpah, saya benci banget sama Bapak! Gabisa dikurangin lagi. Udah berton-ton rasa bencinya."

"Sama tuh! Saya juga cinta banget sama kamu."

Vannesha mengernyit lalu meninggalkan Boni sendirian. Ia menahan malu karna sudah terjebak dalam ucapan Boni yang memang dari dulu sampai sekarang tidak ada gunanya.

• • •

"Please, bantu gue buat kasih surat ini ke Charles. Gue malu nggak main-main. Charles dari dulu cuman nganggep gue sahabat doang kayaknya," ucap Dara mengemis perhatian. Vannesha memainkan game diponselnya untuk melupakan kejadian tadi. Sedangkan Lily berusaha belajar Geografi untuk ulangan nanti.

"Gue janji nggak akan ngerepotin kalian lagi habis ini. Sumpah!" Ucap Dara kembali memohon. Vannesha yang mendengar kalimat itu langsung mematikan ponselnya dan mengambil surat yang daritadi dipegang Dara.

"Tenang, surat ini bakalan sampe dengan aman ke genggaman Charles." Vannesha tersenyum mempercayakan.

"Sekalian sama ini dong. Gue juga beliin ini kemaren." Dara menyodorkan sebuah box persegi panjang yang lumayan tipis, berpita pink dan bertuliskan "Happy Valentine, Friend."

"Ini apa?"

"Photo gue sama dia. Itung-itung biar dia pajang dikamarnya terus nginget gua terus."

Vannesha menghela nafas, "Ya, Dar, ya."

"Eh satu lagi, satu lagi." Dara mencegah Vannesha yang baru saja ingin pergi kembali ke tempat duduknya.

"Apa lagi, sih, bawel."

"Bilangin, gue sayang banget sama dia." Setelah mendengar kalimat itu, bulu kuduk Vannesha langsung tegang. "Otak lo kebentur apaan hari ini? Beda banget. Udah alay jadi tambah alay tau nggak?"

"Intinya, bilang aja gitu."

Vannesha mengangguk. "Li, ntar temenin gue ke rumah Charles. Gapake bantah."

Lily hanya menatap sekilas ke arah Vannesha lalu langsung membalikkan arah matanya kembali ke buku. Vannesha yang merasa kesal dicueki, langsung mengambil buku Lily dan tidak membalikkan sampai ulangan geografi selesai.

• • •

Boni Katakan Putus : vannesha

Vannesha menyipitkan matanya. Menatap chat dari Boni dengan sinis. Sebagian hatinya berkata untuk menjawab, sebagiannya lagi enggan untuk mengetik.

Boni Katakan Putus : vannesha

Chat itu terus masuk hingga 5 kali berbunyi di ponselnya. Vannesha yang geram langsung memblokir LINE Boni agar chat itu tidak masuk lagi.

Namun usahanya sia-sia. Boni menelponnya.

"Kenapa sih pak? Ganggu mulu. Saya capek."

"Kamu yang kasih box 100 why i love you ke saya ya?"

Vannesha membelalak lalu merubah tatapannya ke arah Lily yang sekarang sedang menyetir. "Li, jangan bilang box yang gue suruh lo bawa tadi malah lo kasih ke Botam," ucap Vannesha sehabis menjauhkan ponselnya.

Lily mengangguk. "Rasain lo, makanya jangan ambil buku geo gue lagi. Kali ini lo gue maafin."

Vannesha menatap Lily dengan kebencian. Lalu mendorong kasar tangan Lily sehingga mobil yang dibawa terarah tidak beraturan.

"Woi," ucap Lily dengan nada tinggi. "Itu siapa gila yang gue tabrak?" Lily melototkan matanya ke arah Vannesha, ia takut bukan main. Vannesha yang marah itu juga berubah menjadi ketakutan. Lalu menengok ke belakang melihat dari jendela mobil.

"Ranting jatuh," ucap Vannesha lega. Begitu juga dengan Lily. Akhirnya Lily melanjuti perjalanannya.

"Jangan cuekin telpon saya!" Bentakan dari telpon itu menyadarkan Vannesha yang belum memutuskan sambungannya. "Maaf pak, itu buat Bapak aja. Tapi sebenernya saya kasih untuk Jacob. Asal 1 syarat-"

"Ogah, besok bawa barang kamu balik," potong Boni menutup telponnya. Sedangkan rasa amarah Vannesha yang hilang barusan muncul kembali.

"Yang ini bukan?" Lily menunjuk rumah berwarna coklat muda. "Sebelahnya," jawab Vannesha singkat. Lalu langsung keluar saat sudah berada di depan tempat tujuan. Vannesha mengobrak-abrik tasnya untuk mencari surat dan box yang ingin Dara berikan.

"CHARLEES," teriak Vannesha  sekencang-kencangnya.

"WOI, CHARLES KELUAR LO SEKARANG!"

"Buset dah lo, mau ngasih kado apa ngajak berantem? Nyolot banget, tai." Lily membulatkan matanya tidak percaya. Ternyata Vannesha tidak jauh beda dengan ayahnya. Sama-sama tidak mengenal tempat.

Namun pandangan itu beralih saat ia melihat sosok pria keluar. Ganteng banget, pantes si Dara kepicut, ujar Lily dalam batinnya. Sedangkan Vannesha menatap Charles dengan sinis karna ia harus menunggu lama Charles berjalan.

"Napa sih? Berisik banget tau nggak?" Charles mengernyit.

"Nih, barbie lo nitip. Katanya, dia sayang banget sama lo. Udah buruan gausah bikin otak gue tambah pening dengerin cerita dia tentang pangeran imajinasinya. Nyatain aja perasaan lo sekaligus."

Vannesha yang sudah tau bahwa Charles menyukai Dara itu hanya bisa menatap Charles dengan datar. Sedangkan Lily menunjukkan muka kaget andalannya yang dipercayai Yessie, bahwa setiap orang yang melihatnya, langsung menjadi benci dengan Lily.

"Sabar, cinta butuh waktu." Charles menerima dengan tersenyum.

"Halah, ntar keburu diambil orang aja. Galau ampe ngelempar bola basket ke diri lo sendiri lagi. Alay!"

"Itu baru namanya cinta."

"Gak lo, gak dia. Alay-nya sampe ke ubun-ubun," ucap Vannesha menyipit. Lily yang tadi kaget sekarang merubah mukanya menjadi tambah kaget setelah menerima telpon dari Yessie.

"Lo kenapa? Jantungan?" Tanya Vannesha. Lily terdiam dan tidak menjawab apa-apa.

Lily membalas perkataan Vannesha dengan sinisan. Matanya berkaca-kaca, alis bertemu dan dahinya berkerut. Menunjukkan muka marah yang selama ini belum pernah Vannesha lihat.

"Kenapa, gila? Lo nahan berak atau gimana?" Lily tetap terdiam, masih mendengar suara wanita yang berada di telponnya. Sedangkan Charles, sekarang membaca surat yang di berikan Dara sambil tersenyum.

"Ini semua karna lo!" Mata Lily melotot ke arah Vannesha. Vannesha yang tidak suka dibentak tanpa sebab apapun itu langsung membalikkan bentakannya.

"APAAN SIH?"

Lily melempar keras handphonenya ke arah Vannesha. Sedangkan Vannesha yang kaget, ingin menjambak rambut Lily, namun langsung di hentikan oleh Charles.

"Woi, jangan berantem. Diem dulu. Itu orang di telpon daritadi ngomong sama lo berdua!" Ucap Charles geram melihat pertengkaran wanita yang begitu lembut.

"KENAPA SIH?" Bentak Vannesha menjawab telpon.

"Lo yang kenapa nyuekin gue?! Daritadi gue udah ngomong ampe berbusa. Dara kena tabrak lari. Sekarang dia koma kena pendarahan! Tuli ya telinga lo? Pantesan aja lo sering dimarahin Boni."

• • •

Hai,

Untuk kamu yang dari dulu udah rela dibully karna temenan sama wanita sakit jiwa.

Dan juga untuk kamu yang ngebantuin aku melupain masa lalu.

Happy Valentine, ya.

Aku mencintaimu lebih dari bulan mencintai bintang

Salam rindu,

Barbie Dara Blink Blink Yang Lebih terang Daripada Bintang Yang Redup

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience