"Selamat pagi Vannesha! Senyum dong, jangan cemberut gitu." Boni tersenyum tepat di depan muka Vannesha yang sedang berjalan ke kelasnya.
Vannesha menepis pelan, sehingga membuat Boni mau tidak mau menyingkirkan kepalanya. "Kok diem sih? Marah lagi sama saya?" tanyanya kembali membuat Vannesha berapi-api.
"Tau aja! Makanya jangan ganggu saya dong."
"Nggak mau, saya mau gangguin terus sampe kamu jatuh cinta."
Vannesha memutarkan ke-dua bola matanya, lalu meninggalkan Boni dengan tapak kaki yang sengaja di tekankan. "Vannesha!" cegat Boni yang masih rindu.
Vannesha menaikkan salah satu alisnya dengan malas, "Rambut kamu jatuh 1 helai." Boni menunjukan 1 helai rambut yang berada di tangannya. Vannesha yang geram langsung pergi meninggalkan Boni tanpa mengucapkan satu patah kata apapun.
"Vannesha! Jangan lupa makan!" teriak Boni yang membuat beberapa siswa di sekitarnya tersenyum meledek. Berbeda dengan Lady yang menatap hal itu dengan kedengkian.
"Boni, walaupun kamu om perbolehkan kerja disini, kamu tetap harus menjaga dirimu untuk tidak berpacaran dengan murid." Louis tiba-tiba berdiri di hadapannya. Pemilik sekolah itu melipat tangannya lalu memberikan raut muka kasihan pada Boni yang sedang kaget.
"Om tau, kamu dan dia pernah saling menyukai. Tapi jaga sikapmu kalau disekolah. Diluar sekolah, om dukung kamu sepenuh hayat," lanjutnya di akhiri kedipan mata, yang membuat Boni berfikir dua kali untuk mengatakan bahwa Louis itu normal.
Namun, ia juga senang. Karna setidaknya, Louis tidak sejahat Dallbert yang memutuskan harapan cintanya dengan Vannesha.
"Kalau nggak salah 3 hari lagi, semuanya bakalan ngumpul di rumah om deh. Hitung-hitung, kamu bisa ketemu Vannesha dengan puas."
Kali ini tingkat kebahagiaan Boni meningkat cepat. Ia tersenyum dengan bangga di hadapan Louis. Louis yang juga pernah merasakan ditinggal teman kecil itu, bisa merasakan bagaimana rasa yang di alami Boni.
"Tapi kasian dong si Charles jadi nggak bisa ketemu sama si Dara."
"Biarkan lah. Salah dia sendiri malam itu nggak nyambut Dara. Padahal dia tau Dara di luar."
Boni terkekeh, lalu kehabisan kata-kata untuk menjawab apa. Akhirnya, ia memutuskan untuk pamit kembali ke ruang tatib, sekaligus mencari kesempatan untuk melewati kelas Vannesha yang tidak jauh dengan ruangannya.
"Bapak? Ngapain?"
Boni mengalihkan pandangannya dari kelas Vannesha dengan cepat. Lalu menangkap sosok Lady yang melihatnya dengan bingung sembari melipat tangan di dada.
"Ruang kelasnya kotor gitu nggak sih? Perhatiin deh," cibir Boni kemana-mana demi mempertahankan rahasia cintanya. Lady masih menatapnya was-was, lalu menjawab pertanyaan Boni yang membuat Boni mengeluarkan matanya.
"Liatin Vannesha ganti baju?"
Lady menunjuk kearah Vannesha yang sebetulnya sedang mengganti bajunya karna malas ke toilet. Namun, jujur setengah wafat, Boni belum melihat Vannesha.
"N-nggak lah! Saya nggak secabul itu. Apalagi kalau Vannesha, nggak ada hasrat nafsu sedikitpun."
Lady menaikkan salah satu alisnya, lalu berusaha menggoda Boni dengan mendekatkan tubuhnya ke arah pria itu yang sekarang sedang bergeming.
"Terus, kalau sama saya nafsu dong?"
Mata Vannesha tidak sengaja menangkap Boni di depan kelas yang sedang ber mesra-mesraan dengan Lady. Ia terdiam sebentar, sembari menggenggam kuat bajunya yang baru di ganti beberapa detik lalu.
"Van... Please." Lily membuyarkan pandangan Vannesha. Vannesha mengangguk paham, lalu kembali ke tempat duduknya untuk menaruh baju yang ia pegang.
"Gua nggak bisa maksa lo sebetulnya. Cuman kalo hati nurani lo masih gerak, pasti lo tau lah apa yang harus lo lakuin," lanjut Lily dengan muka khawatir sambil menepuk pundak Vannesha. Ia berusaha untuk membuat Vannesha menatap matanya, namun Vannesha tetap pada pendiriannya untuk mendiamkan diri beberapa saat.
"Gabisa gini. Lo udah bilang kalo lo nggak suka Boni. Jadi yang bener yang mana?"
Vannesha terdiam, tidak menggubris apapun.
"Kalau lo nggak jawab, tandanya lo punya perasaan sama dia."
Kini Vannesha terpancing. Ia menghentak pelan mejanya, lalu melirik Lily dengan sinis. Lily bukanlah si kutu buku jika sudah berbicara tentang Lady. Ia benar-benar menjadi manusia sesungguhnya.
"Gue nggak suka!"
Lily mengangguk senang. "See, jangan ganggu mereka lagi, oke?"
"Iya, Van. Gue rasa kali ini lo nggak usah sama si Boni. Kan, Lady udah kasih Jacob ke lu waktu itu," ikut Yessie berdiri di depan Vannesha sambil tersenyum tipis, guna meredakan amarah Vannesha.
"Tapi, gue curiga deh. Kenapa lo tiba-tiba marah ngeliat mereka?"
"Paan sih, Ly. Gausah mancing perkara deh, mending ajarin gua sejarah," ucap Yessie mencairkan sikap Lily.
Lily masih menatap ke arah Vannesha, lalu mengucapkan kalimat terakhir yang membuat Vannesha menghentikan membulatkan tatapannya ke jendela.
"Serah lo deh, gue gamau karna ini kita berantem. Saran gue sih, jangan jadi kacang lupa kulit aja."
• • •
"Selamat sore Vannesha! Bersihinnya senyum dong, masa cemberut sih dari tadi. Nanti cantiknya hilang." Boni berdiri di samping Vannesha mengikuti kemana arah wanita itu dari tadi. Vannesha yang kesal langsung menginjak kakinya dan melihat Boni mengeram kesakitan.
"Tega banget sih sama pacar sendiri!"
Vannesha membulatkan matanya, lalu kembali menginjak kaki Boni dengan kekuatan 2 kali lebih besar dari sebelumnya. "Makan tuh pacar! Sembarangan banget kalo ngomong."
"Lah, kamu kan emang pacar saya."
"Sinting!"
"Nggak apa-apa sinting. Asalkan kalau kamu suka sama saya, saya rela jadi gila selamanya."
"Lebay banget sih. Jangan ganggu saya, saya ada janji habis ini. Jadi mau cepet pulang."
Boni mengerjap lalu membalikkan badan Vannesha dengan kuat ke arahnya. Ia menunduk sedikit kemudian menatap Vannesha dengan tajam.
"Nggak boleh," ujarnya sesingkat itu.
"Terserah saya, kan saya udah janji duluan. Jadi nggak bisa di ganggu gugat," kata Vannesha penuh kemenangan. Namun di tentang balik dengan Boni yang membuat Vannesha berfikir dua kali untuk menepati janjinya berkencan dengan Bram.
"Kalau kamu bantu saya ngoreksi jawaban. Hukuman kamu selesai sampai hari ini aja."
Vannesha mengangguk cepat. Sedangkan sekarang, giliran Boni yang tersenyum penuh dengan kemenangan.
"Permisiii." Boni dengan cepat melepaskan tangannya dari bahu Vannesha. Dan Vannesha juga dengan kilat kembali mengepel.
"Lho, berdua aja?"
Boni mengangguk, "Dia saya tugaskan bersihin ruangan saya," ujar Boni dengan setengah kebohongan.
"Yah, harusnya hari ini di skip dong, pak. Kan bapak udah ada janji mau berduaan sama saya," ujar wanita itu dengan nakal, lalu tiba-tiba langsung menyosor untuk memeluk Boni dengan erat.
Vannesha tidak memalingkan arahnya, ia berusaha fokus untuk menyelesaikan kerjaannya lalu keluar untuk mencari nafas alam.
"Jangan gini dong! Saya sesek nafas."
"Nggak peduli. Sebelum bapak bilang bapak suka sama saya."
"Nggak mau."
"Yaudah saya nggak lepasin."
"Astaga, saya bisa mati."
"Makanya ngomong sekarang."
"Sa–saya suka ka–kamu."
Wanita tertawa riang lalu mempererat pelukannya sambil menerjang Boni sampai terjatuh di lantai.
Vannesha melotot kaget melihat Boni yang sudah berbaring di samping kakinya. Terutama kaget melihat dia dan Lady sedang—
Berciuman.
Share this novel