oeconomia 8

Romance Series 656

Bahkan, air yang mengalir di hari itu juga tau,

Bahwa aku mencintaimu.

• • •

Vannesha menggayungkan kedua kakinya di kolam yang lumayan rendah. Ia membakar kulitnya ke sinar matahari sore hampir 2 jam. Sedangkan anak laki-laki yang ditunggu, baru datang sekarang.

"Belbet, kamu lama banget. Aku dah nungguin dali tadi tau," ujarnya dengan suara imut khas dirinya.

"Maap, tadi tai Belbet nga kelual-kelual. Jadi Belbet beltapa di kamal mandi," katanya sambil menjelaskan. Sedangkan Vannesha yang marah dengan pria itu langsung menjauhkan dirinya.

"Maap dong. Kan tai nya uda kelual sekalang. Dasal jahat."

"Belbet yang jahat!"

"Nesa! Belbet mana tau kalao Belbet belak hali ini!"

"Intinya Belbet jahat. Nesa benci sama Belbet!"

"Nga! Nga boleh benci ama Belbet!"

"Bialin. Nesa benci."

"Tapi, Belbet cinta sama Nesa!"

"Nesa juga! Cuman bencinya lebih banyak!"

"Nga boleh!"

Vannesha mendekatkan dirinya ke arah pria itu, bermaksud untuk mendorongnya agar nyemplung di kolam renang. Namun ternyata takdir berkata lain.

"Noh kan, Nesa nakal jadinya jatoh!"

Vannesha tidak menjawab. Ia mencoba untuk mengambil nafas dan berdiri dengan baik. Tapi, ternyata kolam itu jauh lebih tinggi dibandingkan tinggi Vannesha.

"Bel... bet..... batu Nesa...."

Vannesha tetap mencoba. Namun Ballbert yang daritadi bingung apa yang dilakukan Vannesha, hanya menarik bajunya dengan 1 tangan. Lalu mengangkat Vannesha ke atas kolam.

"Nesa, dali tadi napain sih? Nga jelas!"

"Nesa nga bisa napas."

Ballbert terdiam sejenak, sangat bingung apa yang Vannesha katakan. Lalu menyadarkan dirinya saat sudah mendapatkan jawaban atas apa yang ingin dikatakan.

"Oh! Nesa tengelam!"

"Ya!" Jawab Vannesha lalu mengangguk cepat.

"Biasanya, kalao di pilem-pilem. Yang tengelam di cium bial sembuh. Nesa mau Belbet cium nga?"

"Mau!"

Vannesha mengangguk cepat lalu tersenyum riang. Kalau di rumah, ia sering melihat Cella menyiumi kening Alex sebelum pria itu berangkat kerja. Makanya itu ia ingin merasakan bagaimana rasanya di cium.

Ballbert mendekatkan mukanya ke Vannesha. Memegang kepala Vannesha dengan kedua tangan, lalu menghadapkan lurus dengan wajahnya. Ia menelan ludah, bermaksud gugup. Sedangkan Vannesha yang menunggunya terlalu lama. Langsung menyodorkan bibirnya secepat kilat.

Sekitar 8 detik.

"Nesa sayang sama Belbet," begitu ucapnya setelah melepaskan ciumannya. Lalu tersenyum malu dengan muka merahnya yang begitu cantik.

"Belbet juga sayang! Nanti kita nikah baleng ya. Pokona Nesa nga bole suka sama olang lain selain Belbet!" Ballbert menggenggam tangan Vannesha.

Vannesha mengangguk. Lalu teriak sekencang-kencangnya ke seluruh penjuru rumah ini.

"NESA SAYANG BELBET."

"BELBET SAYANG NESA."

"BESOK KITA BAKAL NIKAH."

Cella yang di dapur sedang menyiapkan makanan dengan temannya yang lain langsung melirik ke sumber suara sambil tersenyum kecil. Begitu pula dengan yang lain.

Sedangkan Dara yang daritadi belajar berenang bersama Bram dan Charles langsung loncat dan berlari ke arah Vannesha.

"Ih! Dala juga mau nikah juga! Dasal Nesa jelek babi ngepet, nika nga ngajak-ngajak," Dara mendumel didepan mereka. Sedangkan Vannesha dan Ballbert hanya tersenyum tanpa memperdulikan Dara.

"Dala nikahnya sama aku aja, yuk?" Bram mulai mengalihkan suasana.

"Nga mau! Maunya sama Chales!"

"Tapi Chales kan nga mau sama Dala!"

"Bialin. Dala maunya sama Chales."

"Telus kapan sama Bam nya?"

"Tunggu Dala nga suka sama Chales."

"Kapan Dala nga suka sama Chales?"

"Nga akan pelnah."

Bram yang sakit hati langsung menangis dan tidak menjawab apapun. Charles menghentikan tangisnya, "Dala kamu sama Bam. Aku suka sama cewek lain. Jangan belhalap ma aku lagi."

Mata Dara berkaca-kaca. Sekarang giliran Dara yang menangis. Ia berlari menuju ayahnya, Daniel yang daritadi sudah memperhatikannya dari jauh sambil tertawa. "Papa, Chales jahat. Hati Dala patah kayak piling yang mama pecahin kemalen"

Daniel tersenyum lalu mengusap kepala anak kecil itu. "Tenang aja. Nanti ada malaikat yang dikirimin dari surga khusus untuk Dara," ucapnya menenangkan.

Sedangkan kembali lagi ke Vannesha dan Ballbert. Mereka menatap satu sama lain. Lalu tersenyum.

"Tapi gimana nati kalao Nesa lupa sama Belbet."

"Kata mama ku, jodoh gakan kemana."

Jodoh gakan kemana,

Gakan kemana.

Vannesha membuka matanya secara perlahan. Melepaskan genggamannya dari tangan Dara yang masih berbaring koma di rumah sakit.

Ia menghela nafas, melihat Charles yang tertidur lemas di sofa, Yessie dan Lily yang tiduran di samping Dara. Dan juga Sara dan Daniel yang tidak bisa tidur dari semalam.

"Om.. Tante.." Vannesa mulai membuka dialog.

"Maafin Vannesha yah, om, tan. Vannesha bener-bener nggak sengaja," ujar Vannesha berkali-kali dari semalam. Sungguh, ia sangat menyesali mengambil buku geografi Lily kemarin.

"Udah gapapa, namanya juga nggak sengaja. Mau gimana lagi. Dara juga suka bandel kok kalo dibilangin jangan keluar semalem," jawab Daniel lalu tersenyum.

"Tapi, kenapa si Dara keluar ya om semalem?"

"Biasa, dia suka keluar malem ke rumah Charles. Katanya kangen, mau liat. Tapi giliran sampe cuman bisa liatin Charles dari luar jendela," ucap Sara mencoba menjelaskan.

"Aku tebak, pasti baliknya langsung ngerengek," ucap Vannesha lalu tersenyum. Begitupun dengan Sara dan Daniel.

Vannesha mengalihkan perhatiannya. Ponselnya bergetar.

Boni Katakan Putus Calling You

Matanya membelalak. Bisa-bisanya guru itu tidak ada hari tanpa mengganggunya. Ia permisi sebentar untuk keluar. Lalu menjawab telpon itu dengan nada kesal.

"Napa?"

"Saya udah bilang jangan bolos lagi kalau mau naik kelas."

"Maaf, pak. Saya nggak bisa masuk hari ini. Dara di rumah sakit."

"Oh, kenapa?"

"Bukan urusan bapak."

"Ya sudah lah, nggak jadi. Dasar cemburuan."

"Geli! Sapa yang cemburu. Nggak nyambung."

"Bohong! Kalo kamu nggak cemburu, pasti kamu bakalan kasih tauiin."

"Emangnya kalo nggak kasih tauin udah berarti cemburu apa?"

"Iya! Kenapa? Nggak suka?"

"Iya! Nggak suka. Benci malah."

"Saya nggak nanya benci atau nggak. Kenapa? Kangen ya saya bilang kalau saya cinta kamu?"

"Saya kangen hidup saya tanpa Bapak."

"Jangan bersaksi dusta!"

"Itu kejujuran!"

"Yaudah, saya ngajar dulu. Jangan kangen sama saya lagi!"

"Saya nggak peduli sama bapak bahkan."

"Saya cinta kamu."

"Saya benci bapak."

"Tapi saya cinta!"

"Nggak peduli. Kalo saya bilang benci ya benci. Gabisa diganggu gugat."

"Saya juga cinta kamu, gabisa diganggu gugat."

Vannesha geram lalu menutup telponnya. Pasien kabur dari RSJ, begitu batinnya. Lalu tiba-tiba ia tersadar akan mimpinya barusan. Mimpinya samar-samar namun terkesan pernah terjadi.

Vannesha mengingat dengan keras apa yang ia mimpikan.

Ia hanya mengingat satu sosok pria yang sepertinya dulu sangat familiar, lalu sekarang ia lupa apa yang terjadi di mimpi.

Vannesha tiba-tiba menaikkan alisnya dengan cepat. Ia ingat! Kalau tidak salah, ia mimpi berciuman dengan seseorang. Lalu sedetik kemudian, Vannesha mengingat nama pria itu lagi.

"Belbet...."

"Belbert....."

"Ballbert......."

"Ballbert North Tamflakes...."

"Boni Tamflakes....."

"Boni......"

Vannesha membelalak. Matanya hampir keluar.

Dia berciuman dengan Boni?

APA?

IA BERCIUMAN DENGAN BONI?!?!??!?!?!?!

DENGAN BONI?!?!??!?!?!?!

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience