Kebenaran Video

Mystery & Detective Series 32100

#Masalalu_Istriku
#part8_Kebenaran_Vidio
#Natta_D

"Khira! selama ini kau berbohong kepadaku!" cetusku dengan nada tinggi, dan mata melotot merah kepadanya.

"Apa maksudnya, Mas? Aku tidak mengerti," sahut Khira yang masih saja ingin menutupi semua dengan muka lugu.

Emang aku bodoh apa.

Kulempar HAPE kepada wanita yang sudah kuanggap biadab dan bajingan itu. Melihatkan vidio yang baru saja aku tonton.

Jawaban tak terduga, ia masih saja mencoba mengelak setelah melihat vidio yang kuserahkan. Mencoba mencela, seakan-akan bahwa aku salah dan dia yang benar.

"Ya Allah, Mas. Bukan seperti yang Mas kira, aku hanya meminjam uang kepadanya. Tidak lebih," terangnya dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Masih menahan.

Aku tidak akan lemah dengan air mata wanita, setelah apa yang dia perbuat kepadaku.

"Terus, kenapa berpakaian sexy?!" tanyaku lagi dengan api membara panas di hati. Murka.

"Kalau tidak berpakaian seperti itu, tidak diperbolehkan masuk. Laki-laki yang ada di dalam vidio tadi, orang yang paling kaya di dekat kampungku. Aku butuh uang waktu itu, untuk biaya operasi Ibu," balasnya menatap kepadaku.

Kilat mata indahnya makin membuatku muak. Dikombinasikan bersama wajah yang menyedihkan, memaksa diriku untuk iba kepadanya.

Tapi tidak! Rasa belas kasihanku sudah hangus dibakar api cemburu berubah benci.

Raut wajahnya memuntal sedih atau jangan-jangan itu hanya tipu dayanya yang lain untuk membudakkanku.

.

Kali ini mata Khira tak terbendung lagi, air mata tumpah membasahi pipi merahnya yang mungil.

Terisak-isak.

Saat kutakan perkataan yang singkat, namun sangat menusuk hati. Tangisnya makin menjadi-jadi.

"Alah! Kamu menjual diri dengan laki-laki itu kan!"

"Dasar PELACUR!" hinaku dengan suara gelegar bagai petir.

Kemudian dia terbengong sejenak, air mata masih meluap dari indra pengelihatan. Sementara suara tangis yang terisak berganti dengan tangis tertekan-tekan, sendat dalam bicara.

Dugaanku, pasti ia menahan rasa sakit di hati yang begitu dasyahat, setelah menerima ucap dari mulutku. Pelacur!

Atau tak menyangka aku sebagai suami tidak mempercayai penjelasan atas dirinya.

Atau ..., entahlah.

Yang jelas satu hal yang aku paham.

Sakit.

.

Berlanjut, bibir sensual manis wanita bajingan itu, menari bersama lidah dan berirama dengan nada suara lirih tertekan.

"Ya Allah, Mas! aku memang diajak laki-laki itu, untuk melayaninya di ranjang selama satu malam. Tapi aku menolaknya, Mas. Harga diriku tidak serendah itu, Mas! Aku cuma meminjam uang. Tidak lebih." Keterangan dari Khira atas pembelaan terhadap dirinya.

Mimik pada wajah terlihat memastikan. Akan tetapi, kepercayaan yang hancur tidak semudah itu untuk dikembalikan.

"Kalo memang Mas tidak percaya, aku bisa buktikan kalo aku berhutang uang padanya. Sekarang laki-laki itu menagih uang padaku," tegasnya, dan mata menajam melihatku. Sementara air mata masih mengalir ke pipi.

Lalu aku jawab "baiklah" menyetujui permintaan Khira.

Usai itu, kaki langsingnya beranjak pergi ke sebuah laci kecil yang terletak tepat disebelah kanan tempat tidur kami. Lalu jari-jemari menggenggam gagang laci dan menariknya.

Diambil dari situ secarik kertas bertulisan nomor Handphone dengan nama Mas Razak. Setelah itu, tangan Khira beralih mengambil HAPE yang sudah ada dari tadi di atas laci tersebut. Dengan cepat ia menelpon pria yang bernama Razak, untuk melunasi utang.

"Dimana?" tanya Razak.

"Di tempatmu saja, Mas," jawab Khira.

"Baik, besok jam delapan malam," ujar Razak dingin.

Belum sempat Khira menyahut, telpon sudah dimatikan oleh pria itu.

.

Akhirnya, sesuai dengan perundingan ditelpon tadi. Khira meminta kepadaku agar memberi waktu sampai besok, untuk bisa membuktikan apa yang dia ucapkan barusan adalah benar bukan dusta.

Semua orang berhak untuk mendapatkan kesempatan yang kedua agar bisa memperbaiki kerusakan yang pertama, pikirku dingin mencoba untuk tenang.

Bersamaan dengan muka Khira yang sudah berantakan tak terurus lagi, mata bengkak, hidung kecilnya memerah, disertai dengan suara sedotan ingus yang membuatku jijik.

Jadi, tidak ada alasan untukku menolak dirinya agar diberi kesempatan kedua.

Beberapa kedipan mata, suasana menjadi senyap dan kikuk. Tanpa bicara apapun lagi, kami langsung tidur bersama larutnya perasaan yang kacau ini.

Tenggelamlah di gelapnya malam.

___

Pagi kali ini sedikit berbeda. Aku yang selalu ditemani sarapan bersama istriku, sekarang kembali seperti dahulu kala.

Hampa, kosong menganga-nganga hati ini.

Tak berlarut-larut dalam kesepian, berangkat kerja lebih awal adalah pilihan yang paling tepat untuk mengisi kekosongan antara kami.

"Aku berangkat," gumamku melangkah keluar menuju mobil.

Bersamaan dengan bunyi mesin mobil, aku hilang ke ujung jalan tak dapat dilihat oleh Khira lagi.

...

Ba'da Magrhib aku sampai di rumah, hari yang melelahkan. Setelah mengisi power tubuh dengan berendam di bak mandi, tak terasa waktu semakin dekat pada pukul duapuluh.

Kemudian detak jam dinding antik di rumah sudah menunjukkan pukul dua puluh lewat nol menit Waktu Indonesia Barat. Ini berarti saatnya berangkat ke tempat pria yang sudah dijanjikan dalam telpon malam kemarin.

Terlihat Khira yang bersiap ingin pergi, berjalan mendekatiku. Kupasang muka dingin sangar tanpa sedikitpun senyum ataupun bicara. Yang tertinggal hanya raut muka kesal dan sisa-sisa kebencian.

Jika ucapannya tidak terbukti benar, maka hitam pekat di hatiku akan menjadi lekat di hati untuk dirinya. Tebaran sangat teramat benci aku dengan wanita pelacur! sepertia dia!

Aku tahu Khira sangat ingin bicara padaku, akan tetapi keadaan ini membuatnya tidak berdaya. Tujuannya sekarang hanya ingin membuktikan kalau diriku salah paham terhadap dirinya. Semua akan kembali seperti semula.

Sesekali dia melirik kepadaku, memperhatikan apakah ekspresi wajahku sudah berubah. Namun, wajahku sulit diamati karena di dalam mobil ini temeram dan redup, lampu di dalam mobil tidak kuhidupkan.

Dia sangat mencintaiku, tapi sayang prilakunya di belakang sungguh menyayat hati.

Jalan begitu lengang tidak ada lalu-lalang kendaraan lain. Wajar karna ini sudah larut malam, dan juga tempat yang ingin dituju lokasinya jauh dari penduduk. Ditambah lagi dengan pertengkaran kami, menjadikan suasana makin hening dan senyap. Kikuk.

Suara mesin dan bayang-bayang pohon sepanjang jalanlah yang menemani.

.

Mobil kuberhentikan tepat di depan sebuah bangunan yang laknat. Tempat pemuas nafsu para lelaki dan pelacur sialan!

Ini rupanya tempatnya toh.

Tak panjang waktu lagi, kami berjalan kearah rumah yang cukup besar yang dibangun tepat di belakang Diskotik itu.

Terlihat bapak dengan kisaran umur 39 tahun memberi hormat pada kami dan memandu jalan hingga sampai tepat di depan sebuah pintu yang cukup besar, dengan ukiran bunga yang indah.

Kepalanya seperti memberi isyarat, agar segera mengetuk pintu bercat putih itu.

Khira mengetuk pintu, terdengar olehku dari balik pintu suara seseorang.

"Masuk." Terdengar tegas.

Kemudian kami masuk, kuamati rupanya pria ini yang ada di dalam vidio waktu itu. Orangnya sangat dingin tak banyak bicara.

Tapi menjengkelkan. Sangat menjengkelkan.

"Lama tidak berjumpa, Faakhira," sapanya datar, duduk di balik meja kerja.

"Baik, Mas Razak. Mohon Mas jelaskan kepada suamiku kalau rekaman kita di dalam vidio itu adalah salah paham," ujar Khira, tidak ingin basa-basi lagi.

Lalu kaki pria itu naik ke atas meja berlagak hebat dan berkuasa. Inginku jentik keningnya. Geram.

Dia terdiam sejenak, berpikir sesuatu. Sedang aku masih menunggu jawaban dari permasalahan kami.

Pria yang aneh.

"Oke, tapi lunasi dulu hutangmu," kata Razak.

"Baiklah, mana nomor rekeningmu, nanti aku transfer uangnya. Sekarang cepat tunjukkan kepadaku kebenarannya," sahutku, tak sabar ingin mengetahui semua.

Kemudian ia berdiri di depan, sangat dekat. Tepat di samping telingaku wajahnya berada.

"Kalo ada apa-apa, hubungi aku ya," bisiknya kepadaku.

Apa maksudnya.

Setelah itu, ia menunjukkan rekaman CCTV kejadian di dalam kamar VIP. Kuperhatikan dengan detil kejadian di dalam kamar itu.

Satupun tak terlewatkan oleh pandanganku. Semua terpaut dengan mata menyempit menajam.

Suaranya memang tak jelas. Akan tetapi, dapat kulihat saat selesai bicara, Khira langsung pergi tanpa melakukan suatu apapun bersamanya.

Sangat jelas kulihat Faakhira menolak tawarannya.

Sekarang semua sudah jelas.

Bodohnya aku yang curigaan kepada istri sendiri!

Memang bodoh kali aku!

"Nah, iyakan, Mas. Aku tidak berbohong," tutur istriku, bibirnya membentuk senyum tipis.

Aku merasa sangat bersalah sekaligus lega bahwa semua yang aku perkirakan adalah salah. Kupeluk Khira dengan erat, sambil meminta maaf atas kesalahan yang telah kuperbuat.

Disisi lain, pria aneh itu tersenyum sumbing kepadaku. Seolah-olah merasa kasihan dan lucu melihat aku yang mau menikahi Khira.

Tapi tak aku pikirkan lama-lama. Bodo amat dengan sikap orang yang aneh seperti dia.

Usai sudah, kami pun pulang. Semua rasa renggang antara kami kembali normal.

___

Waktu itu, aku kira semua sudah selesai, ternyata baru saja dimulai. Sebuah permainan teka-teki silang yang rumit harus kuselesaikan.

***

Next?

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience