Iya atau Tidak

Mystery & Detective Series 32099

        Malam terakhir sebelum esok Mas Ari tiba, gadis bercadar itu masih saja bimbang. Bingung harus memilih yang mana, antara menolak dan menerima. Resah gelisah, cemas dan takut menyelimuti pikiran dan hati.

Sentak ia bertanya-tanya.

Ya Allah aku harus bagaimana?
Jika memang benar pria itu untukku maka yakinkan hatiku dan mudahkan jalannya Ya Allah ..., dan jika tidak maka dekatkan hamba pada jodoh hamba Ya Allah ..., engkau Maha Mengetahui mana yang baik dan benar untuk hamba, maka tolongi hamba ya Allah.

Doa Faakhira dalam pikiran, wajah cantiknya memuntal sedih dan berharap Allah menolong. Helus tepis tangan kanan menyapu linangan air mata.

Aku harus bagaimana Ya Allah?

Detak jam beralun jelas di telinga, jarum yang ada di dalam jam tersebut menunjuk pukul 02:00 WIB, sepertiga malam.

Tok! tok! tok!

Terdengar ketukan pintu beriring salam.

"Assallammualaikum ...."

"Waalaikumsalam ...," jawab Faakhira, berjalan menuju pintu.

Pikirnya, "Siapa yang datang malam-malam begini."

Klik!

Bunyi gang pintu terbuka. Sedikit khawatir, Faakhira mengintip dari balik pintu yang ia buka secara perlahan. Kening berkerut fokus, sudut matapun beralih tajam. Saat dilirik ternyata itu kakek bertongkat. Ia nampak kedinginan di luar, bergegas Faakhira membuka pintu secara lebar.

"Ooh ..., Kyai, masuk-masuk," ajak Faakhira, kedua tangan mengulur mempersilahkan masuk.

Pintu dikunci dan mereka beranjak ke tempat duduk di ruang tamu. Setelah kyai bilang ada yang ingin dibicarakan, Faakhira bangkit berdiri menuju dapur menyiapkan sedikit jamuan untuk disuguhkan.

"Ini teh hangatnya, silahkan diminum, Kyai." Menaruh segelas air teh hangat di atas meja.

Faakhira kembali duduk bersampuh di bawah, sedangkan kyai duduk di atas kursi. Mereka mulai berbincang, suara kakek bertongkat terdengar lirih. Bersahut pelan oleh Faakhira.

"Ada apa, Kek? malam-malam begini datang bertamu," tanya Faakhira yang sedikit penasaran. Tak biasanya kyai datang selarut ini.

"Bagaimana? kamu sudah memilih." Kakek bertanya balik tatapannya ke bawah melihat Faakhira. Ada rasa cemas dari pandangan itu. Tiba-tiba Faakhira menundukkan kepala murung dengan pertanyaan yang diberi kakek.

Tak terdengar lagi suara alun gadis yang kini tengah bimbang memilih. Hanya detak jam dan lari-lari tikus yang tertangkap pendengaran di atas lorong-lorong rumah.

Bangun dari duduk sang kakek beringkah pergi. Namun langkah kaki terhenti, ada satu hal yang mendesak hati tuanya untuk berucap pesan pada Faakhira.

"Nak Faakhira, Kakek tau kamu sedang bimbang. Tapi Kakek tidak ingin kamu terus begini, Kakek ingin kamu hidup bahagia dan berumah tangga. Laki-laki itu baik, dia kenalan Kakek sejak lama. Ia seorang dermawan yang sering membantu pembangunan di pondok ini, dan Kakek yakin kamu akan bahagia hidup dengannya. Kakek merestuimu, Nak," ucap sang kakek, lalu melanjutkan langkah untuk pulang.

Membisu, binar mata sangat kuat. Tidak biasanya kakek berucap dengan seserius ini, berarti Mas Ari memang baik untukku.

Sepercik keyakinan timbul di hati dan ada rasa aneh yang tak dapat dijelaskan muncul setelah mendengar pesan kakek tadi. Entah apa artinya aku juga tidak tahu, tetapi spontan saja keraguan mulai memudar. Mungkin tanda dari Allah bahwa dia adalah jodohku.

Faakhira sudah dua kali dilamar, akan tetapi tidak ada lamaran yang diterima, semua ditolak. Bagaimana dengan kali ini?

___

Dari upuk timur terlihat raja siang yang masih malu-malu menampakkan diri. Pagi ini adalah penentu final pilihan Faakhira. Datang kabar bahwa Mas Ari akan tiba di pondok pukul 09:00 WIB setelah sholat dhuha.

Diseberang kelas lain kedapatan Faakhira yang dari tadi mondar-mandir sedang menggigit ujung-ujung jari-jemarinya. Baru pertama kali Faakhira gugup didatangi oleh pria. Rasa curiga muncul, sepertinya lamaran kali ini akan diterima. Faakhira jatuh cinta, firasat mereka.

Waktunya sholat Dhuha!

Waktunya sholat Dhuha!

Pemberitahuan untuk santriwati agar melaksanakan sholat dhuha. Suasana jadi riuh, para gadis yang keluar dari kelas menuju masjid saling berbincang. Selesai melaksanakan sholat, tiba-tiba tersiar kembali sebuah panggilan.

Kami beritahukan kepada Ananda Faakhira untuk segera datang ke rumah Kyai dan santriwati lain untuk segera masuk kelas!"

Sekali lagi! kami beritahukan kepada Ananda Faakhira untuk segera datang ke rumah Kyai dan santriwati lain untuk segera masuk kelas! Terimakasih.

Teman-teman Faakhira tidak menyadari bahwa ia dipanggil untuk membahas tentang lamaran. Tak ada yang curiga, karna mereka kira pasti Faakhira dipanggil cuma untuk mengambil buku pelajaran, biasanya juga seperti itu.

Padahal tidak, mereka tidak mengetahui bahwa pria yang berwibawa tinggi kemarin tiba di pondok saat mereka sedang melaksankan sholat dhuha.

Sebaliknya Faakhira sudah mengetahui bahwa pemberitahuan tadi pasti Mas Ari. Detak jantung makin berdebar, tetapi rasa bahagia mengalir di tubuh. Sekarang langkahnya tidak ragu lagi.

Pasti ini cara yang Allah pilih untuk Faakhira melalui pesan kakek dan rasa aneh yang dirasakan malam tadi, sekarang pun rasa itu masih ada malah semakin kuat. Sungguh Engkau Maha Yang Membolak-balikkan Hati.

Sampailah di pintu usang, Faakhira mengucap salam. Lalu masuk dan duduk di samping kyai. Tepat di hadapan mata Mas Ari tersenyum tipis menyambut Faakhira. Sepertinya hubungan cinta mulai terjalin di sini. Sesekali mereka bersemuka, tatapan saling bertemu. Terus membuang pandangan setelah tersadar belum mukhrim.

Faakhira terbengong, merasa baru kali ini berdebar. Mata berbinar dan melebar, kagum dengan Mas Ari yang dermawan, ingat ujar sang kakek.

Beberapa detik Faakhira mengalihkan pandangan. Bukan menatap langit-langit rumah, tapi seakan ada yang dipikirkan atau dihayalkan, lalu ia tersenyum tipis. Seakan ada kode dari tingkahnya terhadap situasi sekarang.

Kyai langsung membuka pembicaraan. Sementara Mas Ari dikerumungi rasa deg-degkan tentang jawaban dari Faakhira gadis idaman. Sedangkan Faakhira merasa lain, muka ia tundukkan. Sekujur tubuh mengeras menahan luapan malu untuk menyatakan jawaban.

Awalnya hanya mengangguk-angguk bersamaan dengan senyum tipis untuk memberi isyarat jika Faakhira menerima lamaran kemarin. Namun Mas Ari tidak mengerti anggukkan Faakhira atau jangan-jangan berpura-pura tidak tahu.

"Maksudnya, Neng Khira?" tanya Mas Ari, yang ingin memastikan jawaban.

Kemudian terdengar suara halus di balik cadar bewarna krim. Tidak nyaring tapi terdengar jelas.

"Iya Mas, aku mau," jawab Faakhira yang masih saja tersipu. Melihat cewek yang malu itu sungguh menyenangkan, ada sensasi beda di dalam sini.

"Alhamdulillah ...," ucap Mas Ari dan kyai.

"Insyaallah, saya akan berusaha keras untuk membahagiakan, Neng Khira," sahut Mas Ari.

Suasana menjadi cair, rasa berdebar sekarang menjadi tebar senyum yang bahagia. Lagi-lagi tatapan mereka bertemu, kali ini mata Khira menyempit tipis, terlihat berkaca-kaca penuh kebahagiaan. Mas Ari tahu di balik cadar ada senyum yang terpapar untuknya. Akhir yang bahagia hari ini.

___

"Saudara Arianto bin Mahmud saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan Faakhira Hajaratul Qolbi binti Muhammad dengan Maskawinnya berupa seperangkat alat sholat. Tunai."

"Saya terima nikah dan kawinnya saudari Faakhira Hajaratul Qolbi binti Muhammad dengan Maskawin seperangkat alat sholat. Tunai."

"Sah! Saksi?" tanya penghulu.

"Sah!...," sahut saksi.

"Alhamdulillah Hirobbil 'alamiin ...."

Hati bergetar, rasa haru dan bahagia mengalir. Janji sakral terucap dengan indah, menyatukan kedua insan untuk hidup bersama.

Mas Ari dan Faakhira sekarang sah menjadi sepasang suami istri. Faakhira mencium tangan suaminya, mata berwarna coklat berkaca-kaca penuh dengan kebahagiaan. Senyum juga seakan-akan terlihat dari luar cadar. Dibalas dengan kecup di kening oleh Mas Ari. Tak henti-henti jua Mas Ari tersenyum. Semua bahagia.

***

Share this novel

Miss Tery Novelist
2021-04-16 20:02:19 

Love it! salam dari Malaysia


NovelPlus Premium

The best ads free experience