BAB 10

Other Completed 1536

Berbagai cara dilakukan agar Tio menjadi miliknya, mulai dari mengajaknya belajar bersama, berkomunikasi via fac atau bbm, sampai jalan berdua. Tio merespon dengan baik ajakan Sarah karena baginya Sarah hanya sebatas teman. Namun, Sarah rupanya berpikiran lain. Ia semakin menginginkan lebih yaitu Tio menjadi miliknya. Hubungan terlarang mereka nampaknya mulai terdengar di telinga Tina. Suatu hari, Sarah mencari nomor HP Tina secara diam-diam. Setelah dapat, ia menelepon Tina tanpa sepengetahuan Tio. Sarah memperingatkan Tina agar menjauhi Tio karena Tio telah menjadi miliknya. Cekcok diantara Sarah dan Tina pun tak terelakkan di telepon itu. Namun, Tina tak kuasa melawan ucapan Sarah dan hanya bisa menangis tersedu. Tina menutup telepon dari Sarah dan tak tahu lagi harus berkata apa. Ia tak menyangka Tio telah mengkhianati hubungan cinta yang telah terjalin selama ini. Tanpa pikir panjang, Tina memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan Tio.

“Mas Tio, kita putus ya mas. Aku tidak menyangka mas telah berbohong di belakangku. Maafkan aku mas kalau belum bisa jadi wanita yang baik untukmu”, ucap Tina kepada Tio via sms.
“Lho, Tin. Maksud kamu apa ? berbohong seperti apa yang kamu maksud ?”, balas Tio.
“Sudahlah mas, saya tidak ingin panjang lebar berdebat dengan mas Tio. Yang jelas hubungan kita cukup sampai disini ya mas. Semoga mas menemukan wanita terbaik yang bisa memahami mas Tio”, kata Tina menjawab sms Tio.

Tio masih bingung dan tidak mengetahui penyebab Tina memutuskan hubungan dengannya. Barulah setelah beberapa hari, kecurigaan Tio kepada Sarah mulai timbul. Ia menduga bahwa Sarah telah meracuni pikiran Tina, sehingga Tina memutuskan hubungan dengannya. Benar saja, kecurigaan tersebut terbukti manakala teman Sarah, Fika, memberitahu Tio bahwa Sarah pernah menelepon seorang wanita dengan ucapan yang berisi caci maki kepada lawan bicaranya yang disebut Tina. Hal itu Sarah lakukan ketika ia berada di rumah Fika. Kontan saja amarah Tio langsung membuncah. Tio bergegas menuju kos Sarah untuk meluapkan kekesalannya pada Sarah di tengah teriknya matahari yang menyulut api emosi. Sesampainya di depan kos Sarah, amarah Tio makin menjadi-jadi.

“Sarah.Sarah.Sarah.keluar kamu”, ucap Tio dengan penuh amarah.
Suara Tio terdengar cukup nyaring di telinga Sarah. Sarah yang heran dengan apa yang terjadi kemudian membuka pintu dan keluar kos.

“Tio, what’s wrong ? kenapa kamu marah marah begitu”, tanya Sarah.
“Tidak usah banyak alasan ya. Kamu kan yang menelepon Tina sehingga ia putus sama saya ? Ayo mengaku saja”, ucap Tio.

“Iya benar, aku yang menelepon Tina. Aku yang memintanya untuk menjauhimu. Kenapa ? Kamu tidak suka ? Salahkah aku menelepon dia mas ? Salahkah kalau aku juga ingin memilikimu, mas ?”, tanya Sarah.

“Salah, sar. Dari awal aku hanya menganggapmu sebagai teman, tidak lebih. Aku benci kamu sar. Aku benci”, ucap Tio.

Pertengkaran diantara Tio dan Sarah mengundang tetangga untuk melihatnya. Adu mulut masih saja terjadi. Hingga tanpa sadar, Tio mulai mencoba mengayunkan tangannya pada pipi Sarah. “Hhhhh”. Tiba-tiba dari belakang Tio, datang seseorang yang mengenggam tangannya untuk mencegahnya menampar wajah Sarah. “Tio, berhenti. Sabar kawan, sabar”. Ternyata orang itu adalah Didit. “Ayo kita pulang, kawan. Semua masalah pasti ada solusi, kendalikan emosi”, pinta Didit kepada Tio. Kemudian Didit berkata pada Sarah “Maafkan teman saya, mbak. Kami pulang dulu”. Adu mulut antara Tio dan Sarah telah berhenti. Didit bak pahlawan peredam konflik diantara dua anak manusia. Kemudian dengan mobilnya, Didit mengajak Tio untuk pergi ke suatu taman yang tenang. Disitulah Tio menceritakan apa yang ia alami kepada Didit.

“Tanpa sepengetahuanku, Sarah menelepon Tina agar Tina menjauhiku, padahal aku dan Sarah hanya teman biasa. Tapi Tina tak ingin mendengar penjelasanku, hingga akhirnya ia memutuskanku, Dit.”, ucap Tio pada Didit.

“Lantas, apa yang membuatmu begitu emosi pada Sarah, yo?. Bukankah hubunganmu dengan Tina memang tak sehangat dulu ?. Untuk apa kamu mempertahankan hubunganmu dengan Tina sementara kamu tak lagi mencintainya ?”, tanya Didit pada Tio, mencoba menggali isi hatinya.

Tio hanya terdiam, ia tak tahu harus menjawab apa. Diamnya menggambarkan kegalauan hatinya yang sedang berada di persimpangan.

“Kawan, pahit manis hidup pasti kita alami, begitupun masalah cinta. Semua kembali kepada kita, mampu atau tidak kita menikmatinya. Banyak yang harus kita syukuri daripada keluhkan”, ucap Didit memberi nasehat ke Tio.

“Kamu benar, dit. Mungkin selama ini aku terlalu egois dengan diriku sendiri. Aku kurang memaknai apa yang terjadi”, kata Tio dengan lirih.

“Untuk memaknai hidup, kita perlu belajar kawan. Memaknai itu bukan masalah prestasi, namun kebesaran hati untuk mau mengoreksi diri”, ucap Didit.

“Terima kasih ya dit atas nasehatmu”, ucap Tio sambil tersenyum.
“Sama sama kawan. Sesama muslim harus saling menasehati”, kata Didit.
Di tengah pembicaraannya dengan Didit, ia menemukan arti cinta sejati yang sesungguhnya yaitu lelaki yang baik akan mendapatkan wanita yang baik. Memilih pasangan hidup dengan mengutamakan keimanan kepada Allah dan kemuliaan akhlak. Karena istri yang sholehah adalah kebahagiaan batin yang tiada tara bagi seorang laki-laki. Begitulah secercah hikmah yang ia peroleh dari peristiwa yang telah ia alami.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience