BAB 1

Other Completed 1536

Triiiiing…Triiiiing…Triiing. “Tio, bangun. Bangun nak sudah pagi. Mandi dan Sholat shubuh, terus berangkat ke sekolah”. “Iya, bu. Tio sudah bangun”. Jam dinding masih menunjukkan pukul 05.00 WIB, namun raut awan di langit kota Bandar lampung nampak kurang ceria, ada bayang-bayang mendung menyelimutinya. Pagi itu adalah awal dari hari bersejarah bagi Pramusatio, yang kerap dipanggil oleh teman-temannya dengan sebutan Tio.

Suara mirip auman serigala yang keluar dari alarm telah membangunkannya dari tidur nyenyak, untuk segera memulai hari di sekolah dengan untaian fakta yang harus ia terima sebagai kenyataan hidup yaitu pengumuman kelulusan Ujian Nasional SMA. Sebagai pemuda yang memiliki impian luar biasa, Tio menanti berita bahagia yang diharapkannya yakni lulus Ujian Nasional SMA. Segera ia memulai hari dengan siraman air hangat yang mengguyur tubuhnya, sejuknya air wudhu membasahi bagian-bagian tubuhnya menjadi suci, kemudian ia melaksanakan Sholat shubuh dan bersimpuh memohon ampun kepada Allah Yang Maha Kuasa.

Suguhan nasi pecel dan teh hangat dari sang bunda menjadi menu ternikmat di pagi itu. “Bu, hari ini adalah pengumuman kelulusan SMA. Aku minta doa restunya ya bu, semoga aku lulus SMA dengan nilai yang baik”, ucap Tio dengan penuh harap pada ibunya. “Iya nak. Ibu akan selalu mendoakan yang terbaik untukmu, yang terpenting, kamu selalu mengingat-Nya dalam setiap pekerjaan yang kamu lakukan”, ucap sang bunda dengan bijak.

“Terima kasih, Ibu. Tio ingin membuat ayah yang sedang berlayar disana bahagia mendengarku lulus SMA dengan nilai yang baik”, ucap Tio.

“Tentu saja, anakku satu-satunya yang ibu banggakan. Ayah pasti akan bangga kepadamu. Ya sudah nak, segera habiskan sarapanmu, nanti kamu terlambat lho”, kata sang bunda.

Tio menyantap sarapan dengan lahapnya. Tak terasa, suapan terakhir telah dilaluinya. Setelah itu, ia mencuci tangan dan berpamitan kepada ibunya untuk berangkat ke sekolah, sembari mencium tangan ibunya sebagai tanda hormat. Temannya, Renan, telah menunggunya didepan rumah untuk mengajaknya berangkat sekolah bersama-sama. “Ayo bro kita berangkat”, ucap Renan kepadanya.

Tio dan Renan pun berangkat bersama-sama. Jam di tangan baru menunjukkan pukul 06.15 WIB, tetapi jalan raya telah menampakkan keramaiannya. Mobil dan sepeda motor memadati badan jalan, hingga membuat mereka berdua terjebak ditengah kemacetan. Kemacetan selalu menjadi masalah baru bagi kota-kota yang menapak maju di negeri ini. Alhasil, setibanya di sekolah, mereka terlambat 15 menit dari jam masuk sekolah yaitu pukul 07.00 WIB. Mereka berdua langsung bergegas menuju ruang kelasnya yaitu XII IPA 4.

Tentu saja sang Wali Kelas, Bu Lestari telah duduk tenang di singgasananya. Dengan wajah yang heran, Bu Lestari bertanya kepada mereka mengapa bisa terlambat. “Maaf, bu. Kami terlambat karena macet di jalan”, ucap Renan mengharap belas kasih Bu Lestari. “Hmm. Kalian ini mesti terlambat dengan alasan sama yaitu macet. Seperti tidak ada alasan lain. Coba terlambat dengan alasan bangun kesiangan gitu lho”, ucap Bu Lestari. Semua siswa kelas XII IPA 4 tertawa mendengar ucapan Bu Lestari. “Ya sudah, silahkan duduk. Jangan diulangi lagi ya kalau sudah duduk di bangku kuliah”, kata Bu Lestari menasehati Tio dan Renan. Jam telah menunjukkan pukul 07.30 WIB.

Bu Lestari memberikan pengarahan kepada seluruh siswa kelas XII IPA 4 tentang mekanisme pengumuman kelulusan Ujian Nasional SMA. Masing-masing siswa akan memperoleh amplop yang didalamnya hanya bertuliskan satu kata, yaitu LULUS atau TIDAK LULUS. Ketua kelas XII IPA 4, Arif, mendapat tugas dari bu Lestari untuk membagikan amplop tersebut kepada setiap siswa. Sebuah amplop telah diterima oleh tiap siswa. “Sekarang ibu minta kalian untuk membuka amplopnya. Jangan lupa baca basmalah dulu sebelum membukanya. Semoga kalian semua lulus”, ucap bu Lestari dengan penuh harap kepada siswanya.

Dengan tangan gemetaran, Tio membuka amplop itu. Alhamdulillah, satu kata yaitu LULUS telah membuat suasana kelas XII IPA 4 riang gembira. Ucap syukur kepada Sang Pencipta mengalir tiada henti dari lisan Tio dan segenap siswa SMA Negeri 9 Bandar lampung. Pada hari itu, sekolah yang telah menjadi tempatnya menuntut ilmu memperoleh persentase kelulusan Ujian Nasional SMA sebesar 100%, yang menandakan bahwa seluruh siswa kelas XII lulus Ujian Nasional.

100% yang mengusap keringat para siswa yang berjuang untuk lulus, 100% yang mengganjar kerja keras para guru dengan keberhasilan anak didiknya, dan 100% yang membungkam mulut mereka yang menyangsikan kualitas sekolah itu. Tak ayal, ribuan siswa SMA di kota ini tumpah ruah ke jalan raya dengan suara-suara kendaraannya yang memekakkan telinga. Seragam-seragam penuh coretan berwarna berputar-putar dari kepalan tangan mereka. Siang itu, Tio berjalan menuju warung nasi padang didekat sekolahnya. Suara kriuk kriuk dari dalam perutnya memintanya untuk segera tiba di warung tersebut. Akan tetapi, tiba-tiba ada 2 orang temannya datang menghampiri, kemudian salah satu diantara mereka memegang tangan Tio.

“Pegang tangannya kuat-kuat. Buka baju seragamnya”
“Bro, lepasin tangan saya bro. Jangan lepasin seragamnya. Aku gak mau seragamku dicoret coret”, gertak Tio kepada 2 orang temannya.

“Hahaha. Tio, kapan lagi kita bisa begini. Lulus SMA kan cuma sekali seumur hidup. Masa iya kamu mau SMA lagi ? ”

“Hehehe. Tidaklah, Ton. Kamu saja yang mengulang SMA. Aku sih cukup. Yasudah deh silahkan coret seragamku, tapi jangan buka seragamku ya. Nanti malu lah aku kalau ada wanita yang melihat“, kata Tio dengan penuh canda.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience