BAB 13

Other Completed 1536

Keesokan harinya, tepat pukul 12.30 WIB, Tio dan orang tuanya berpamitan kepada pemilik kos yaitu keluarga Fahrur yang telah berbaik hati padanya. Perpisahannya dengan Didit juga menjadi momen mengharukan sepanjang hidupnya. Didit dan Tio saling berpelukan. “Sob, selamat jalan. Semoga sukses di Lampung sana. Lanjutkan hidup dan karya karyamu”, kata Didit. “Insya Allah, sahabatku.

Sampai jumpa lagi ya dilain waktu. Kapan kamu ada waktu, berkunjunglah ke Lampung. Aku tunggu disana”, kata Tio menguatkan perkataan Didit. Setelah itu, Tio dan orang tuanya berangkat menuju Terminal Arjosari Malang. Jam sudah menunjukkan tepat pukul 14.00 wib ketika mereka sampai di terminal, sementara itu Bus yang akan mereka naiki menuju ke Lampung akan berangkat jam setengah 3 sore. Sesampainya di pangkalan Bus, Tio langsung menunjukkan tiketnya kepada petugas dan memasukkan barang-barangnya kedalam bagasi. Kemudian, Tio dan orang tuanya masuk kedalam Bus.

Ia duduk di kursi dan menatap Kota Malang dari dalam kaca. Kota Malang yang akan ditinggalkannya. Ketika air matanya mulai berkaca-kaca saat menatap lewat kaca, tiba-tiba diluar Bus, Narma memanggil-manggil namanya, pertanda ada sesuatu yang ingin ia sampaikan. Tanpa pikir panjang, Tio memutuskan untuk turun menemui Narma di sisa waktu 10 menit menjelang keberangkatan Bus.

“Mas, mas mau pulang sekarang kah ?, kok cepat sekali mas ?, siapa yang akan menemani Narma berbagi cerita kalau bukan sahabat seperti mas ?”, ucap Narma dengan penuh air mata di pipinya.
“Iya dik, mas akan kembali ke Lampung sekarang. Mas minta maaf ya dik apabila mas belum bisa menjadi sahabat yang terbaik bagimu”, ucap Tio.

“Mas begitu baik kepada Narma. Narma yang salah karena tidak bisa memenuhi keinginan mas untuk menjadi milik mas”, ucap Tio.

“Tidak apa-apa dik. Sahabat akan tetap jadi sahabat. Narma, semoga kamu bahagia ya dengan jalan hidup yang kamu arungi. Semoga kamu menemukan keridhoan-Nya bersama pujaan hati yang kamu pilih. Jalan hidup tak selalu indah dan cinta tak selalu tercurah. Jadilah ibu yang baik bagi putra putri bangsa yang kelak akan engkau lahirkan dari rahimmu. Mas pamit pulang dulu ya dik ke Lampung, tanah tempat mas dibesarkan. Assalamualaikum”, ucap Tio sembari berpesan kepada Narma.
“Hik hik hik. Waalaikumsalam. Maafkan aku mas”, ucap Narma sambil menangis.

Tio membesarkan hati Narma agar tetap tegar sebagai seororang muslimah. Sebelum menaiki bus, Tio memberikannya sapu tangan untuk mengusap air mata di pipinya. Setelah itu, ia memasuki Bus. Dari dalam bus, ia melambaikan tangannya kepada Narma. Kemudian Narma membalasnya dengan lambaian tangan pada Tio, dengan hiasan air mata yang telah ia sembunyikan dalam senyuman.

Tepat pukul setengah 3 sore, Bus berangkat meninggalkan Terminal Arjosari, Malang. Meninggalkan Malang dengan segala kenangan. Meninggalkan Narma dengan seribu makna. Meninggalkan sahabat-sahabatnya dengan seribu peristiwa Dalam kesendiriannya, ada hikmah besar yang Tio rasakan. Ia yakin bahwa Allah Yang Maha Kuasa kelak akan mempertemukannya dengan cinta sejatinya, karena tulang rusuk tak akan pernah tertukar.

Ia tetap menanti sosok wanita yang kan mengisi hari-harinya dengan lantunan ayat suci Al-Qur’an, membangunkannya untuk sholat ditengah malam, serta menasehati dalam kebaikan dengan cinta dan ketulusan. Walaupun ia belum mengetahui siapakah gerangan, tapi yang jelas ia tak boleh lupa untuk memenangkan mimpi-mimpinya di masa depan yang telah ia tulis dalam buku harian. Cinta boleh bertepuk sebelah tangan, tapi impian tetap harus diwujudkan.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience