8. Pertemuan yang tidak di sangka

Romance Series 182

Marcello memperhatikan deretan minuman kaleng di lemari pendingin. Tangannya nyaris meraih satu, ketika ponselnya berdering.

"Ya?"

"Marcello, kau benar-benar sudah kembali ke Indonesia? Kau tinggal dengan siapa? Ibu akan ke sana."

Marcello mendesah. Suara itu, jelas milik Eloisa. Ibunya. Rupanya ia menghubungi dari nomor tak dikenal.

"Jangan ke sini, Bu. Ayah pasti marah. Aku akan tinggal dekat rumah Adelard. Dia akan membantuku."

"Kau kira hidupmu akan baik-baik saja? Ayah sudah mencoret namamu dari warisan! Ibu bahkan tak bisa tidur! Kau pikir ibu tenang saat tahu anaknya jadi gelandangan di negeri orang?" Alih-alih menjawab, tatapan Marcello malah jatuh pada seorang bocah lelaki yang sedang duduk sambil menumpahkan mainan dari rak pajangan.

"Marcello?! Kau dengar Ibu atau tidak?! Kau benar-benar tak punya apa-apa sekarang! Kau bisa mati kelaparan!"

Marcello tersenyum tipis. Wajah anak kecil itu tak asing. Rafa.

"Aku masih punya harta paling berharga, Bu," ucapnya tenang, lalu menutup panggilan tanpa penjelasan.

Marcello perlahan mendekat.

"Hai, jagoan. Lagi apa di sini?"

Ia mengelus kepala Rafa yang asyik menumpahkan mainan. Tawa kecil bocah itu pecah. Manis dan jujur.

"Pa.. Pa.. Pa.."

"Apa tadi?"

"Paaa!"

Tanpa ragu, Marcello langsung menggendong dan menciumi pipi Rafa.

"Kau panggil aku Papa? Aduh, jagoanku ini bikin hati meleleh. Mau semua mainan ini? Papa beliin."

Seorang karyawan melintas, membawa stok mainan.

"Mas, tolong bungkus semua mainan di rak ini."

"Semuanya, Pak?"

"Iya. Semua. Saya tunggu di kasir."

Marcello kembali menatap Rafa. "Kau sendirian? Di mana Ibumu? Kenapa dia sebodoh itu meninggalkanmu?"

"Bo.. doh.."

Marcello tertawa. "Anak pintar. Tapi jangan bilang Ibumu kalau aku yang ngajarin."

"Astaghfirullah, Rafa!!!"

Zulfa muncul dengan wajah pucat dan mata sembab. Ia langsung merebut Rafa dari gendongan Marcello.

"Ah, akhirnya sang penjaga datang juga. Tak heran anak sekecil ini bisa lepas."

"Jaga ucapanmu! Kau culik Rafa, kan?! Aku bisa lapor polisi!"

Marcello tersenyum sinis. "Kau tak berubah. Suka mengancam. Tapi kau tak kasihan kalau aku masuk penjara lagi?"

Ia mendekat.

"Beberapa menit lalu, kita nyaris jadi keluarga kecil yang utuh. Kau tak lihat itu?"

Zulfa menginjak kaki Marcello. Ia mengaduh.

"Ini balasanmu? Padahal aku menyelamatkan anak itu. Mau kuberi tahu Nafisah kalau kau teledor menjaga Rafa?"

"JANGAN KAU LAKUKAN!"

Bentakan Zulfa mengejutkan orang-orang di sekitarnya.

"Kenapa? Takut? Untuk apa takut?"

Zulfa pergi. Tapi Rafa menoleh, menangis dan merentangkan tangan. Tak ingin berpisah.

Marcello mengejarnya. "Kau yakin akan membiarkannya menangis sepanjang jalan?"

"Apa pedulimu?! Semua ini salahmu!"

Tangisan Rafa makin keras. Orang-orang mulai memperhatikan. Zulfa tak sanggup menenangkannya. Akhirnya, Marcello kembali menggendong Rafa.

"Sini, Sayang. Jagoan tak boleh cengeng, apalagi di depan wanita yang tak tahu terima kasih."

Rafa tenang. Zulfa diam, kalah telak.

"Kalau tak mau Adelard dan Nafisah tahu kau teledor menjaga Rafa, dengarkan syaratku."

"Kau sengaja pakai kesempatan buat ambil hati Rafa, ya?!"

"Jadi kau keberatan? Aku hanya ingin menyayanginya."

"Langsung saja ke intinya! Apa syaratmu?!"

Marcello menatapnya. Senyum tipis terbit di wajahnya.

"Oke. Jadi begini..."

*****

Halooo!!

Masya Allah Alhamdulillah. Aku kembali up ya Chapter 8 ini

Maaf telat update. Biasanya kan siang, tapi karena ada kesibukan. Jadinya jam gini deh..

Makasih ya udah baca...

Marcello lagi berusaha nih kembali meminta maaf dari Zulfa. Apakah berhasil???

Jgn lupa nantikan chapter 9 Terima kasihhh

With love, Lia
Instagram : lia_rezaa_vahlefii

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience