Nafisah mengusap kepala Rafa dengan lembut. Putranya telah tertidur pulas beberapa menit lalu. Tangannya berhenti di pipi Rafa, menatap wajah mungil itu dengan tatapan sendu.
"Mama memberimu nama Rafardhan, artinya cahaya... Kamu adalah cahayanya Mama, Sayang," bisiknya lirih. "Saat Papa meninggalkan kita karena kecewa, kamu hadir jadi alasan Mama bertahan."
Rafa menggeliat kecil. Nafisah segera menepuk pelan punggung anaknya, mencoba menenangkannya.
"Mama suka warna matamu... biru laut, persis seperti Papa."
Tiba-tiba Rafa membuka matanya perlahan. Nafisah panik, merasa bersalah karena telah mengganggu tidur anaknya.
"Maaf, Mama membangunkanmu ya?"
Rafa duduk sambil menepuk tangannya, wajahnya berbinar cerah. "Papa! Pa! Papaaa!"
Nafisah tersenyum getir. "Kamu ingin bertemu Papa, ya?"
"Papa!"
Nafisah memangku Rafa. "Suatu hari nanti, Sayang. Mungkin sekarang Papa sedang sibuk."
Seakan mengerti, Rafa terdiam sejenak. Namun sesaat kemudian wajahnya memerah dan ia menangis keras. Nafisah langsung menggendongnya panik.
"Sssst... Sayang, tenang. Mama buatkan susu, ya?"
Setelah Rafa tenang dan sibuk dengan mainan di atas karpet, Nafisah keluar kamar menuju dapur. Di sana, ia bergumam pelan sambil menyiapkan susu.
"Kenapa tiba-tiba dia teringat Papanya...? Apa benar ikatan ayah dan anak sekuat itu...?"
"Tenang aja, Daniel pasti luluh setelah lihat anaknya."
Zulfa muncul dari balik dinding, bersandar santai sambil bersedekap, mengenakan piyama abu-abu muda. Ia menuju lemari dan mengambil ramen instan.
"Hubungan suami istri seringkali membaik karena anak. Daniel harus tahu tentang Rafa," ucapnya sambil santai membuka kemasan.
"Kamu yakin?" tanya Nafisah ragu.
"Yakin dong."
"Tapi Zul, Rafa—"
"Kamu mau ramen? Biar aku buatin juga."
Seperti biasa, Zulfa memotong pembicaraan begitu topik Rafa muncul. Nafisah menggeleng pelan.
"Nggak, malam-malam bikin gendut."
"Lah, yang penting hidup bahagia. Makan apa aja sesuka hati."
"Nanti Marcello berpaling loh."
"Please, dia itu masa lalu."
"Hati-hati, bisa jadi balik."
"Nggak usah bahas dia! Sana urus anakmu. Ngapain juga kita gibah mantan bajingan."
Nafisah tertawa kecil dan pergi membawa susu untuk Rafa. Zulfa kembali sibuk memasak ramen.
"Kadang Nafisah itu pinter. Kadang... ajaib," gumamnya.
Beberapa menit kemudian, ramen siap. Zulfa menyendok mie hangat, pipinya bersemu.
"Daripada mikirin cinta, mending makan. Cinta bisa nyakitin. Makanan? Bikin kenyang."
Tapi sebelum suapan pertama masuk...
"ASTAGHFIRULLAH! RAFAAAAA!!"
Zulfa langsung tersedak, buru-buru minum air, lalu lari tergopoh ke lantai atas. Ia membuka pintu kamar Nafisah dan mendapati sahabatnya menangis histeris.
"Zulfa... Rafa hilang! Rafa hilang!"
"Apa? Mana mungkin? Kan belum bisa jalan jauh... Mungkin sembunyi di kolong?"
"Enggak, Zul! Cahaya kita hilang! Dia cahaya kita!"
"Kalau hilang tinggal bikin lagi sama Daniel," celetuk Zulfa.
Nafisah mendekat. Air matanya tak berhenti mengalir. "Tolong... Hargai kehadirannya. Itu aja yang aku minta."
Zulfa terdiam. Ucapannya terasa menusuk. "Maaf, Naf..."
"Aku mau cari Rafa. Mungkin harus ke kantor polisi."
Baru saja Nafisah turun, suara tawa kecil terdengar dari ruang tamu.
"Rafa!"
Nafisah berlari ke sumber suara—dan mendapati Rafa dalam pelukan Adelard.
Pria itu tertawa pelan, memeluk Rafa seolah tak pernah ingin melepasnya. Nafisah terdiam. Selama dua tahun ia menunggu momen ini. Kini, akhirnya, mereka bertemu. Walau luka belum sembuh, walau maaf belum terucap, tapi Rafa... Rafa telah menemukan papanya.
Zulfa berdiri di anak tangga paling bawah, terpaku melihat pemandangan itu.
Ia melihat bagaimana Adelard memeluk Rafa.
Melihat bagaimana Nafisah mencintai anak itu sepenuh hati.
Melihat... sebuah keluarga yang terlihat utuh.
Zulfa memegangi dadanya. Ada yang sakit. Dan entah kenapa, tak ada tempat untuk meluapkan itu.
"Suatu saat... kamu akan mengerti, Rafa..." gumamnya, sebelum akhirnya berbalik pergi
.****
Masya Allah Alhamdulillah, halo kita kembali lagi di chapter 6 ini ya..
Bagaimana perasaan kalian...
Kalian Tim Zulfa Marcello atau
Tim Nafisah Daniel nih?
Atau
keduanya wkwkwkw
Makasih ya sudah baca. Di tunggu chapter 7 Insya Allah hari Kamis. Trima kasih
With Love, Lia
Instagram : lia_rezaa_vahlefii
Share this novel