Mengadu

Drama Series 2041

Shiva istriku tercinta terduduk lesu dengan muka sendu. Air mata mengalir perlahan dari tepi matanya yang indah. Istriku menangis. Aku yang melihat itu menghampiri dan segera memeluknya. Kutanyakan padanya apa yang terjadi? Mengapa dia bersedih? Apakah aku berbuat salah padanya?

"Yang, kamu kenapa? Aku ada salah kah ke kamu yang bikin kamu sakit hati sampai menangis?" tanyaku pelan.

Shiva tidak menjawab pertanyaanku malah memelukku dan menangis sejadinya. Aku heran dan mencoba menenangkan dirinya. Perlahan tangisnya mereda. Ku dekatkan keningku ke keningnya mencoba memberi isyarat pada Shiva bahwa aku ada disini untuknya. Dia bisa berbagi perasaannya padaku.

"Mas, apa aku ini orang yang jahat?" tanya Shiva padaku tiba-tiba.

"Kok gitu sih ngomongnya? Kamu gak jahat kok Yang. Kamu baik banget malah. Ada apa? Cerita dong sama, Mas," kataku berlagak layaknya suami yang berwibawa.

Shiva menumpahkan semua unek-unek di hatinya padaku. Semua keluh kesahnya dan semua itu tentang sahabat baiknya Fatima. Setiap omongan yang dilontarkan Fatima padanya dia ceritakan padaku sambil menangis sesenggukan.

Sungguh Shiva wanita yang berhati lembut. Padahal sahabatnya itu sudah berubah menjadi buruk masih saja dia mau meladeni kegilaannya. Aku bingung harus berkomentar apa? Satu sisi aku marah istriku di sakiti hatinya terus menerus oleh Fatima. Di sisi lain aku merasa kasihan pada istriku yang masih menganggap wanita itu sahabatnya.

Jujur saja jika ditarik lagi kebelakang. Sebenarnya aku ikut andil dalam rasa sakit yang dirasakan istriku saat ini. Pelecehan yang terpaksa dia alami. Rasa sakit Fatima kepadaku. Semua itu karena ulahku. Karena aku lebih memilih Shiva dan tidak memilih Fatima. Tapi jika seandainya aku memilih Fatima maka aku dan Shiva yang akan tersakiti karena Fatima sangat menginginkan poligami dan kami tidak.

Pasti dia akan menyuruhku menikahi Shiva karena dia tahu Shiva mencintai aku dan aku juga tertarik padanya. Tapi aku tidak mau poligami. Aku jijik membayangkan diriku berpoligami memiliki dua orang istri.

Aku merasa di rendahkan. Aku merasa aku ini hanya barang murahan karena itu istriku mau membagiku dengan wanita lain dimana bagiku wanita yang seperti itu tidak lebih dari pelacur. Dia tahu aku memiliki istri tapi dia tetap ingin bersamaku. Tidak punya harga diri dan tidak tahu malu dan aku tidak suka wanita seperti itu. Wanita seperti Fatima juga sangat tidak kusukai karena dia berlagak mampu berpoligami padahal aku tidak menginginkannya. Seolah aku hanya budaknya yang mengikuti semua keinginan dirinya termasuk untuk berpoligami. Tidak, aku tidak mau. Fatima itu wanita yang mengerikan dimataku.

Aku memeluk istriku yang masih menangis dengan erat. Mencoba membuatnya mengikhlaskan yang terjadi. Fatima memang seperti itu dan tidak ada yang bisa kami lakukan padanya. Hanya doa agar dia cepat sadar dan bertobat atau dia akan kehilangan lebih banyak lagi. Semoga Ustadz Riky mampu merubah dirinya jadi wanita yang baik seperti dulu lagi.

Perlahan tangis Shiva mulai lenyap. Dia sudah tenang sepenuhnya. Aku mengajaknya sholat berjamaah setelah itu makan bersama. Hari-hari seperti biasanya yang ku rindukan. Hari penuh dengan cinta dan senyuman bidadariku bukan tangisan dari kedua mata indahnya.

"Mas, mungkin gak ya suatu hari nanti aku dan Fatima bisa bersahabat lagi? Dia satu-satunya sahabat yang selalu menemaniku saat susah ataupun senang," kata Shiva tiba-tiba.

Benar saja dugaanku. Shiva masih menganggap Fatima sahabatnya. Kasihan sekali kekasihku ini. Apa aku sudah keterlaluan? Tapi aku cinta Shiva dan juga Shiva cinta aku. Apa kami tidak berhak untuk bersama dan saling cinta.

"Mas. Kok melamun?" tanya istriku menyadarkanku dari lamunan.

"Tidak ada apa-apa kok sayang. Makan yuk!" ajakku seusai sholat.

Shiva mengangguk dan bermanja-manja ria di tanganku yang sudah dia peluk layaknya guling. Aku tersenyum geli. Manja sekali belahan jiwaku ini. Aku menuntunnya ke meja makan baru Shiva mau melepaskan pelukannya pada tanganku

Kutarik kursi untuk mempersilahkan istriku duduk. Shiva tertawa terbahak-bahak. Jujur aku tidak paham kenapa dia tertawa. Bukannya ini hal yang wajar dilakukan oleh suami pada istrinya?

Waktu bergulir dengan cepat saat kita tidak menunggunya. Seharian penuh kami beraktifitas. Terlihat jelas bahwa Shiva sangat kelelahan. Mungkin banyak kegiatan di pesantren hari ini. Atau karena dia terlalu memikirkan Fatima hingga membuatnya capek sendiri. Padahal sebenarnya aku ingin mengajak dia jima' malam ini tapi ya sudahlah. Kasihan dia. Sudah capek masa harus melayani nafsuku juga. Sudah kapan-kapan saja.

Di kamar Shiva melepaskan hijab dan pakaian muslimahnya dan berganti dengan dress tidur. Sial, sexy sekali. Kemaluanku berdiri seketika. Gawat ini. Bagaimana cara menahannya? Aku tidak mau Shiva semakin kelelahan tapi aku sendiri dalam keadaan gawat darurat.

Shiva mendekatiku di ranjang. Mencium bibirku. Tak sengaja dia menyentuh kemaluanku. Tanpa rasa malu lagi dia memegangnya dan mulai menaik turunkan tangannya. Enak sekali. Aku sudah tidak bisa berpura-pura tidak menginginkannya. Aku menikmati setiap sensasi yang dihasilkan oleh tangan Shiva pada kemaluanku.

Darimana asalnya tapi kini Shiva sudah duduk di atasku dan mengulum bibirku. Dia mengarahkan tanganku ke buah dadanya juga ke kemaluannya. Aku yang sudah terangsang dari tadi tidak menolaknya. Pelan-pelan Shiva berbisik di telingaku sambil sesekali mendesah nikmat.

"Mau jima' Mas?" bisiknya.

Aku menjawab pertanyaannya dengan aksiku. Aku mulai bergerilya. Menjima' istriku yang memang sudah ku nantikan dari tadi tapi tidak mampu untuk ku utarakan. Eh sekarang justru istriku yang menawariku tubuhnya. Mungkin dia juga sama sepertiku. Ketagihan jima'.

Setelah beberapa aksi dan gaya kami praktekkan bersama. Kini kami terkulai lemas berdua. Sebelum kami ketiduran aku mengajaknya membersihkan diri dari sisa-sisa cairan cinta kami. Seperti yang pernah ku baca cairan cinta itu jika tidak dibersihkan setelah berhubungan maka akan menjadi penyakit kelamin untuk kami berdua. Seperti buah simalakama, dimakan salah tidak dimakan pun salah. Terpaksa kami mandi besar dan selanjutnya kami beberes ranjang dan lanjut tidur.

Tidak ada kata lagi yang bisa terucap. Kami capek dan segera terlelap hingga terbangun di pagi hari di hari berikutnya.

Selelah apapun seorang istri dia tidak akan pernah menolak untuk melayani suaminya sendiri

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience