Kebetulan sepertinya sering terjadi di kehidupan manusia. Detik ini secara kebetulan yang ajaib lagi-lagi aku menjumpai Fatima sedang sendirian bedanya sekarang tanpa ada tipu muslihat dan niatan jahat dalam dirinya. Dia menangis karena tahu aku dan Shiva telah menikah.
Hati kecilku merasa iba melihat sikapnya. Seandainya saja dia tidak jahat pada istriku. Seandainya dia tidak memaksakan kehendaknya padaku mungkin kami masih bisa berteman seperti dulu toh istriku juga masih menganggap dirinya sebagai sahabat baik.
Sejak kapan gadis yang ku kenal baik dan solehah ini berubah jadi wanita jahat berhati dengki. Dia cantik juga seksi, sangat amat seksi bahkan melebihi istriku sendiri. Aku yakin dia bisa mendapatkan laki-laki lain yang lebih baik dari diriku. Kenapa dia tidak mau ikhlas dan mencoba mencari yang lain.
Maafkan aku Fatima tapi aku telah memilih Shiva dan menyakiti hati kamu. Saat ini kamu berubah menjadi berhati busuk hanya karena cinta semumu padaku. Sadarlah segera dan kembalilah menjadi wanita baik seperti yang ku kenal dulu. Lupakan obsesimu terhadap ku. Kamu menyakiti dirimu sendiri dan juga Shiva sahabatmu. Shiva masih peduli terhadapmu.
Saat-saat aku melamun tak ku sadari kedatangan Ustadz Ricky. Beliau terlihat begitu berwibawa dan tenang. Fatima yang menangis segera ditenangkan oleh beliau. Sayang aku tidak bisa mendengar pembicaraan mereka karena jarak yang terlalu jauh tapi syukurlah Fatima sekarang bisa tenang. Terima kasih Ustadz dengan apapun yang anda lakukan. Berkat anda Fatima sudah bisa kembali tenang.
Melihat hal itu membuat ku lega. Aku memutuskan untuk kembali ke asramaku. Tujuan utama hingga aku sampai disini aku sudah lupa karena itu lebih baik aku kembali. Aku membalikkan badan dan bergegas pergi sampai ku sadari berdiri satu sosok yang ku kenal dari arah yang tidak begitu jauh. Sosok itu adalah istriku Shiva. Dia melihatku dengan sendu dan pergi setelahnya.
Wah gawat ini, mungkinkah istriku salah paham dan cemburu? Harus segera ku susul dan ku jelaskan padanya. Aku tidak mau di pecat jadi suami hanya karena kasihan pada Fatima yang sudah membuat istriku kehilangan kehormatannya.
"Shiva tunggu!" pekikku sambil berlari mengejarnya.
Shiva tak menghiraukan perkataaku. Sepertinya benar dia salah paham padaku. Segera ku percepat lariku dan menangkapnya dan membawanya ke dalam pelukanku. Shiva meronta minta dilepaskan tapi aku tidak mau. Sebelum dia tenang dan mau menerima penjelasan dariku aku tidak mau melepas pelukanku padanya.
"Lepas Mas, lepaskan aku!" katanya sambil menangis.
Benar saja firasatku ternyata istriku ini sudah salah paham dan menangis karena cemburu.
"Tidak Yang, aku tidak mau lepaskan kamu sebelum kamu dengar penjelasan dariku," kataku memaksa.
"Gak ada yang perlu dijelaskan Mas. Aku tahu yang Mas cinta itu Fatima bukannya aku tapi Fatima tidak seperti yang Mas mau karena itu Mas memilihku. Benar kan?" ucapnya semakin terisak.
Aku menyangkal semua dan memegang dagu istriku hingga dia terpaksa menatapku meskipun dia tidak mau. Aku menciumnya bahkan mengulum bibirnya itu. Shiva memberontak di pelukanku tapi aku tetap mengulum bibirnya. Sekitar dua menit lamanya Shiva tidak mampu berkata-kata dan tidak mampu melepaskan diri dari pelukanku. Setelah ku rasa cukup ku hentikan gerilya ku pada bibirnya.
"Aku mencintaimu Sayang, bukan sekedar kasihan padamu. Aku akan buktikan padamu jika perlu," kataku sembari kembali mengulum bibirnya.
Aku benar-benar ketagihan mengulum bibir istriku. Manis sekali rasanya entah kenapa bisa seperti itu. Dan ku rasa Shiva juga menikmatinya seperti aku. Tak ada perlawanan dari istriku saat ku kulum kedua kalinya. Bahkan dia telah berhenti menangis. Ternyata benar bahwa hubungan badan itu penting untuk suami istri. Emosi yang tidak tersampaikan melalui kata bisa tersalurkan dengan baik melalui bahasa tubuh.
"Boleh aku bicara sekarang Yang? Aku tidak mau kamu ceraikan karena salah paham seperti ini," kataku lagi.
Istriku mengangguk tanda setuju. Kami berpindah ke sebuah kebun di dalam lingkungan pesantren. Disana sepi jika bukan waktunya menyirami tanaman. Ada sebuah bangku yang cukup untuk dua orang. Aku mengajak istriku bicara disana.
"Kita bicara disini ya Yang!" pintaku.
Shiva mengangguk meskipun masih saja diam.
"Tadi aku tidak sengaja melihat Fatima menangis sendirian. Aku merasa bersalah karena telah berkata kasar padanya. Aku kasihan karena dia sangat terobsesi padaku bahkan sampai membuat dia berbuat jahat padamu sahabatnya sendiri. Aku kasihan karena dia tidak mau melihat kelebihannya dan terpaku terhadap ku. Aku merasa sangat bersalah Yang," kataku dengan perasaan bersalah.
"Fatima cinta sama Mas dari dulu karena itu saat Mas mendekati dia, dia bahagia tapi ternyata Mas juga mendekati aku. Karena itu aku pernah bilang ke Mas aku lebih baik mundur dan mengalah supaya Fatima tidak sakit hati toh Mas juga tertarik padanya kan?" kata istriku.
Aku mengangguk membenarkan tapi pilihanku tetap akan jatuh pada Shiva. Karena dia memenuhi kriteria ku dan terbukti benar-benar baik. Sedangkan Fatima lihatlah dia sekarang. Dia penjahat, dalang dibalik kasus pemerkosaan sahabatnya sendiri. Dia tidak ingin Shiva bahagia.
"Lepaskan aku, Mas. Jika Mas merasa kasihan padanya maka artinya masih ada rasa Mas untuknya. Kembalilah padanya. Aku ikhlas. Aku akan bahagia untuk kalian aku berjanji," kata Shiva.
ku perhatikan seksama wajah istriku. Dia nampak sangat sakit hati tapi dia menahannya. Dia menyembunyikan perasaannya agar aku tidak kasihan padanya. Agar aku memilih Fatima jika memang aku masih menginginkan Fatima. Aku tersenyum. Ini pertama kalinya kulihat istriku cemburu seperti ini. Lucu sekali.
"Kamu cemburu ya Sayang?" tanyaku sambil mendekatkan wajahku padanya.
"Tidak, aku tidak cemburu Mas," kata Shiva berbohong.
"Yah penonton kecewa," kataku menggoda.
Dia menatapku kaget. Aku tersenyum nakal padanya. Memeluknya dan berbisik di telinganya.
"Aku cinta kamu Sayang, bukan Fatima. Kamu istriku bukan dia. Suka deh kamu cemburu sama aku," bisikku semakin menggodanya.
"Aku gak cemburu kok," kata Shiva dalam pelukanku.
Kini istriku tidak menolak ku peluk. Bahkan dia melingkarkan tangannya di pinggangku. Ku jauhkan sedikit tubuhnya sehingga aku bisa melihat wajah cantiknya itu. Tanpa pikir panjang aku mencium bibir Shiva, mengulumnya. Shiva tidak menolak jadi ku teruskan saja menikmati dirinya.
Kami berciuman cukup lama dan setelah itu entah darimana keberanian datang menghampiriku. Ku turunkan ciumanku ke tengkuk istriku. Dia tidak menolak. Aku bergerilya sejadinya dan mulai meraba dada istriku. Shiva mendesah. Aaahhhh...
Aku mendengar suara desahan istriku menghentikan kerjaku. Menatap dirinya dan memeluknya erat. Dalam pelukannya aku tersenyum geli. Ternyata aku berhasil membuat istriku birahi terhadapku.
"Maaf ya Yang, sampai sini saja ya! Aku tidak mau mencumbui kamu di tempat yang tidak pantas seperti ini," kataku semakin menggodanya.
Shiva memukulku pelan di dada. Dia malu ketahuan birahi. Aku senang melihatnya seperti ini. Istriku dia sudah mau menerima sentuhan ku meski kami belum berhubungan badan sampai saat ini.
"Sudah yuk kembali ke asrama sebelum kita menjadi gila dan bercumbu di kebun. Aku takut ada yang melihat kita," kataku kepada Shiva.
Shiva mengangguk masih dalam pelukanku. Dia tidak menjauhkan tubuhnya sama sekali. Sepertinya dia masih malu-malu. Dasar wanita cantik pujaan hatiku. Kamu lucu sekali saat cemburu juga manja seperti ini dan aku suka.
Kecemburuan itu hal yang sangat wajar bagi suami istri, dengan itu cinta akan semakin indah asalkan cemburu itu tidak ditanam dalam-dalam hingga tumbuh duri yang akan menyakiti kedua belah pihak
Share this novel