Janji Dan Keputusan

Drama Series 2041

Sesuai rencana dan janjiku kepada Shiva. Aku meminta orang tuaku datang. Ku kumpulkan seluruh umat manusia yang ada dalam pesantren termasuk Shiva juga Fatima tentu saja Abi dan Umi pemilik pesantren beserta ustadz dan ustadzah yang bekerja dan hidup di lingkungan pesantren ini. Kepada mereka aku mulai berpidato tentang maksud hatiku mengumpulkan semua orang dalam satu tempat, halaman tengah atau bisa disebut lapangan tengah pesantren.

"Assalamualaikum semuanya. Akhi dan Ukhti santri dan santriwati, para ustadz dan ustadzah ku juga Abi dan Umi pemilik pesantren. Sebelumnya ana minta maaf kalau sudah meminta waktu kalian yang berharga untuk datang kemari. Disini dan saat ini ana ingin menepati janji ana sebagai akhwat. Di depan kalian semua ana ingin bertanya, memastikan dan memutuskan kepada dua orang ukhti yang menarik perhatian ana dan apa keputusan yang ana ambil," kataku membuka percakapan.

Ciiieeee....

Semua santri dan santriwati menyoraki diriku. Aku malu. Pasti. Tapi aku tidak bergeming. Apapun komentar mereka aku akan terus maju. Ini menyangkut masa depanku.

Ku lihat ustadz dan ustadzah mulai berghibah tentang kelakuanku. Abi dan Umi hanya tersenyum dan geleng-geleng kepala melihat ke arahku. Sementara Fatima tersenyum bahagia ke arahku. Dan Shiva hanya menunduk pasrah. Sepertinya dia ragu aku memilih dirinya.

Ku langkahkan kaki ke arah Shiva, berdiri sekitar setengah meter dihadapannya. Aku mulai bertanya kepada Shiva apapun yang ingin ku tahu dari dirinya.

"Ukhti Shiva kemarin ana berjanji kepada anti bahwa hari ini ana mau memberi keputusan ana tentang hati ana, hati anti juga hati Fatima. Sebelum itu ana ingin bertanya satu hal kepada anti, boleh?" kataku.

"Boleh akhi silahkan," kata Shiva lembut.

"Apa pendapat Ukhti tentang poligami?" kataku singkat, padat dan jelas.

Shiva tersentak kaget. Dia melihat kearah ku. Sepertinya dia tahu arah pembicaraanku ini. Sementara suara penonton semakin riuh terdengar aku semakin gugup. Harap-harap cemas.

"Afwan akhi ana tidak mau berpoligami. Ana tidak mampu untuk berbagi dengan wanita lain. Rasanya sakit akhi dibagi, dibandingkan bahkan disaingkan dengan yang lain. Akhi pilih saja Fatima, ana ikhlas," jawab Shiva sembari beranjak pergi.

Fatima syok mendengar pernyataan dari Shiva sedangkan aku merasa bahagia. Bangga rasanya mendengar wanita penuh harga diri dan kehormatan seperti Shiva. Sebelum dia pergi lebih jauh lagi aku meraih tangannya dan meminta dia untuk tidak pergi dahulu karena aku belum mengatakan keputusanku.

Penonton yang mendengar ucapanku mulai berghibah. Mereka bertaruh siapa wanita yang kupilih. Ada yang bertaruh pada Fatima ada juga yang bertaruh pada Shiva dan ada juga yang bertaruh bahwa aku menginginkan keduanya. Maaf saja ya aku tidak bangga apalagi Sudi untuk ber-HAREM ria.

Fatima mulai membuka suara. Dia tak terima dengan ucapan Shiva.

"Shiva ada apa denganmu? Kamu tahu kan bahwa Raja menyukai kita berdua. Memang apa salahnya berpoligami? Kita juga sahabat baik. Kita bertiga bisa kok berpoligami dengan baik," ucap Fatima dengan yakin.

Sebelum ia mulai mengeluarkan pendapatnya dan doktin poligaminya itu aku segera memotong perkataannya itu.

"Tidak, Fatima. Anti salah. Bukan kalian berdua yang ana inginkan tapi satu diantara kalian. Dan aku memilih Shiva bukan anti," kataku agak marah dan kasar.

"Maksud akhi apa? Bukannya akhi menyukai ana juga Shiva? Bukannya akhi menginginkan kami berdua?" kata Fatima sedikit naik pitam.

"Tidak ukhti. Anti salah mengartikan pertanyaan ana pada anti kemarin. Ana bertanya tentang pendapat anti soal poligami bukan berarti ana mau berpoligami dengan anti juga Shiva. Ana tidak suka dan tidak mau berpoligami Ukhti karena itu ana bertanya. Ana sedikit kecewa dengan jawaban anti kemarin tapi anti juga tidak salah tapi anti juga tidak benar. Dan keputusan ana, ana memilih Shiva bukan anti. Afwan Ukhti," kataku pada Fatima.

Fatima tidak terima dengan keputusanku. Dia berteriak-teriak dan menanyakan apa kurangnya dia di bandingkan Shiva. Ku jawab bahwa dia tidak kurang hanya aku yang tidak memilihnya. Aku hanya ingin dicintai dan mencintai satu orang wanita saja.

Aku tidak ingin dibagi dengan wanita lain. Aku ingin wanita yang mencintai dan mau mempertahankan aku sebagai miliknya bukan membagiku dan memperlakukan diriku layaknya barang murahan. Fatima mengamuk dan meninggalkan lapangan tengah. Shiva ingin mengejarnya tapi ku tahan.

"Shiva jangan. Biarkan dia sendiri dan menenangkan dirinya. Sekarang tolong berikan aku keputusanmu. Aku telah memilih kamu dan kuharap kamu menerima ku karena kita juga berhak bahagia. Fatima akan menemukan jodohnya sendiri nantinya," kataku mencoba meyakinkan Shiva.

Shiva hendak menolak diriku namun berkat petuah dari Bundaku tercinta Shiva pun luluh dan membuka hatinya untuk menerimaku. Alhamdulillah. Segera ku lamar dia sebelum berubah pikiran.

"Shiva kamu mau kan menikah denganku? Ya bukan langsung menikah sih tapi masih ada persiapan ini dan itu juga aku belum melamarmu pada orang tuamu tapi jika kamu mau kita akan melewati semua tahapan itu satu persatu hingga akhirnya bisa ijab qobul nanti," kataku agak malu-malu.

"Tunangan saja dulu, Nak. Kamu belum punya pekerjaan dan belum punya rumah untuk kamu tinggali bersama istri kamu," kata Bundaku.

Aku mengangguk begitu juga Shiva. Kami berdua setuju dan kami memutuskan untuk mendatangi orang tua Shiva untuk melamar secepatnya.

Semua penonton bersorak kegirangan. Kami berdua juga kedua orang tuaku mohon undur diri dan melangkah pergi dari lapangan begitu juga Ustadz dan Ustadzah dan penonton lainnya.

Setelah itu di beberapa tempat bisa ku dengar sisa-sisa momen barusan menjadi topik hangat di seantero pesantren ini. Semua berghibah tentang hal ini.

"Benar kan kataku bahwa Raja bakal memilih Shiva. Mana mungkin ada orang yang ingin berpoligami bilang terlebih dahulu sebelum menikah? Yang ada orang yang tidak ingin poligami yang bakal tanya seperti itu karena tidak mau terlanjur dinikahi eh ternyata wanita yang dia cintai tidak sesuai keinginannya," kata seorang santriwati kepada temannya.

"Benar juga ya katamu. Aku iri sama Shiva. Raja tidak ingin poligami maka dia adalah istri satu-satunya yang dimiliki Raja. Pasti apapun permintaan Shiva dipenuhi oleh Raja," timpal santriwati yang lain.

Dalam hatiku membenarkan semua ghibahan mereka itu. Begitulah seharusnya wanita berpikir. Menjadi satu-satunya adalah segalanya. Dapat semuanya. Tidak dibandingkan atau disaingkan dengan yang lain. Tidak dijadikan seperti pelacur yang digilir oleh suaminya. Semoga dari momen ini banyak santriwati yang mau menghargai dirinya seperti Shiva bukan bermimpi menjadi Aisyah seperti Fatima.

Jujur saja aku sedikit kecewa karena dia begitu karena rasa tertarikku padanya sama besarnya kepada Shiva. Dia lebih seksi sebagai wanita dan sopan sekali juga ramah berbeda dengan Shiva yang lebih pendiam, pemalu dan tidak percaya diri. Tapi sudahlah, Shiva tetap pilihanku. Aku akan mencintainya mulai hari ini.

Tunanganku, calon istriku Shiva. Gadis cantik, menarik juga seksi meski tidak seseksi Fatima tapi Shiva juga seksi. Milikku bukan milik orang lain apalagi milik umum, bukan. Milikku adalah milikku dan aku akan mencintaimu dan menjagamu sampai akhir hayatku. Itu janjiku.

Sesungguhnya apa yang ada pada wanita lain juga telah dimiliki oleh wanitamu sendiri, maka jangan iri hati. Ingatlah bahwa jika rumput tetangga jauh lebih hijau dibandingkan dengan rumput milikmu maka itu berarti kamu tidak benar-benar merawat rumputmu sendiri.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience